"Akhh ... lebih cepat, Ndrew."
Kiana mencengkeram erat punggung kokoh Andrew. Meringis menerima hujaman di bawah sana, saat Andrew bergerak dan mengisi kekosongannya selama ini. Seragam pasiennya basah oleh keringat dan sangat berantakan. Beberapa kancing depannya sudah berhamburan karena Andrew menariknya terlalu kencang, namun Kiana memilih tak peduli. Dia mencari kepuasan dengan kehadiran Andrew di sana. Sama halnya dengan Kiana, Andrew juga memilih tidak peduli. Dia tak lagi memikirkan di mana mereka berada saat ini dan hal tak pantas macam apa yang tengah diperbuatnya. Rasa nikmat karena kembali merasakan kehangatan Kiana, membuat Andrew lupa diri. "Kauhh sangatthh cantik, Kia ...." Tangan besarnya menyeka peluh dari wanita yang berbaring di bawahnya, tanpa sedikit pun mengurangi tempo gerakan yang justru semakin lama semakin liar. Lenguhan dan e"MATI KAU ANAK DURHAKA!" Seorang wanita berpenampilan menakutkan perlahan mendekati Kiana. Darah tampak merembes di bagian perut dengan sorot mata penuh kebencian. Tubuh Kiana langsung bergetar takut dan mengkerut menjauh. Memeluk tubuhnya sampai saat tangan wanita itu terulur hendak menyentuhnya. "TIDAKKKK!!" Suara teriakan penuh ketakutan itu membangunkan Kiana yang tengah terlelap dalam tidurnya. Matanya seketika terbuka dalam kondisi melotot kaget. Menatap ke segala sudut kamar yang dingin dan hening. Deru napasnya terdengar keras. Jantungnya pun berdegup kencang seolah baru saja lari maraton. Terjadi lagi. "Apa? Mimpi?" gumamnya ketika Kiana tidak mendapati seorang pun di ruangan itu selain dirinya. Hanya matahari pagi yang menyorot melewati jendela kamar. Bagaimana bisa? Kiana benar-benar berpikir kalau semua itu nyata. Mamanya ada di sana dan menuntut balas dend
"Rafael, kenalkan, dia Mili," ucap Guzman pada sang cucu seraya memperkenalkan seorang wanita cantik dengan pakaian glamornya. Tersenyum anggun saat matanya saling bertatapan dengan Rafael. Mili tampak tersipu dan tertarik ketika melihat penampilan Rafael yang mengenakan kemeja biru tua dan rambut hitam yang tampak acak-acakan. Kesan seksi dan nakal terpancar jelas, terlebih saat kemeja itu membungkus tubuh Rafael begitu ketat, memperlihatkan otot-otot lengan dan perutnya. "Salam kenal, aku Mili." Sambil tersenyum, Mili menyodorkan tangannya pada Rafael. Bermaksud untuk bersalaman, namun Rafael dengan tatapan datarnya, hanya menatap tajam Mili tanpa mau menyambutnya. Mendengkus, lalu mengalihkan perhatiannya ke arah Guzman. "Kau menyuruhku datang hanya untuk ini? Membuang-buang waktu saja," ucap Rafael dengan kesal, dia bangkit dan berniat meninggalkan rumah kakeknya. "Rafael, yang sopan! Duduk kembali
Rafael memasuki ruangan tempat Kiana berada. Mencari keberadaan wanita itu di sana, namun sayangnya, dia sama sekali tidak menemukan siapa pun. Ruangan itu kosong. Terlihat selimut yang bahkan ada di lantai, membuat Rafael yang melihat hal tersebut segera kembali keluar. Berjalan dengan langkah tegap dan lebar. Matanya tampak memerhatikan sekeliling. Kiana, di mana wanita itu? Sudah beberapa hari ini, Kiana tidak lagi mau keluar ruangan. Wanita itu bahkan dengan tak tahu dirinya, meminta makanan dibawakan ke ruangannya. Menyuruh ini itu pada setiap perawat yang datang ke ruangannya. Rafael tentu tidak keberatan, tapi sekarang, ke mana perginya wanita itu? Rafael sama sekali tidak menemukan keberadaan Kiana di ruangan mana pun. Tempat kegiatan yang biasanya pasien lain lakukan untuk melatih diri. Memberi mereka semangat untuk sembuh. Di tengah kebingungan yang melandanya, sebuah tempat tiba-tiba terlintas begitu saja da
"Halo, Dokter Ken? Apa kau ada di dalam?" seru Kiana sembari mengintip ke dalam ruang kerja Ken. Melihat sekeliling ruangan laki-laki itu yang terbuka. Anehnya, di sana Kiana sama sekali tidak menemukan siapa pun. Sang pemilik, tidak ada di sana. Lantas, kenapa pintunya bisa terbuka? Hal tersebut membuat Kiana berpikir ulang untuk masuk. Dia bisa dituduh mencuri sesuatu jika ketahuan, meski saat ini sedang jam istirahat. Alhasil, karena tidak mau seseorang melihatnya, Kiana memilih untuk kembali ke ruangannya saja, tanpa bisa bertemu dengan Ken. Sayang sekali, padahal ada sesuatu yang ingin Kiana bicarakan dengan laki-laki itu. Firasatnya mengatakan, kalau Ken adalah laki-laki baik, jauh berbeda dengan Rafael yang sering kali membuatnya susah. Katanya psikiater? Tapi, laki-laki itu justru terlihat lebih seperti seorang tukang jagal. Auranya sangat menyeramkan dan kadang, bisa membuat Kiana takut sekaligus tak nyaman. &n
PRANG .... Gelas yang tengah dipegang Kiana tiba-tiba terjatuh dan pecah, bersamaan dengan dia yang mendengar berita kalau ternyata Andrew dipukuli serta terluka. Untuk sementara waktu, kakinya tidak bisa berjalan. Berita itu disampaikan oleh Ken yang mencari tahu tentang kondisi Andrew, setelah Kiana terus merengek meminta bantuannya. Tentu saja, itu dilakukan tanpa sepengetahuan Rafael. "Apa? Lalu, bagaimana keadaannya? Apa sekarang dia baik-baik saja?" tanya Kiana sembari menatap Ken dengan mata berkaca-kaca. Dia cukup terguncang dan tak menyangka kalau sesuatu yang buruk terjadi pada temannya. Kiana tidak pernah secemas ini dulu, tapi sekarang Andrew adalah satu-satunya orang yang paling penting untuk hidupnya. Dia sangat tidak ingin melihat laki-laki itu terluka. Spontan, tangannya menggenggam erat kedua tangan Ken. Air mata yang keluar, membuat pandangan Kiana menjadi sedikit kabur. "Kumohon, kat
"Kapan aku akan keluar? Aku sudah normal. Kaulihat? Aku tidak gila, 'kan?" tanya Kiana usai sesi psikoterapi yang dilakukan oleh Rafael berakhir. Kali ini, semuanya berjalan lancar. Tidak ada lagi perdebatan antara keduanya, atau mungkin, baru akan dimulai? Kiana sebenarnya sudah cukup muak bertatap muka dengan Rafael. Dia malas, meski wajah laki-laki itu memang sangat tampan. Namun karena Rafael penanggung jawabnya, Kiana tidak bisa berbuat banyak. Dia akan mendapat masalah jika harus membantah perkataan Rafael. Ya, walaupun hal itu sering kali dia lakukan saat sudah lupa diri. "Tidak. Kau tidak terlihat baik-baik saja," balas Rafael saat merasakan, betapa tertekannya Kiana selama ini. Masih ada hal lain selain masalahnya dengan Arkan. Ada trauma mendalam yang cukup sulit untuk Rafael gali, karena Kiana tetap tidak mau membukanya. Wanita itu justru menutupnya rapat-rapat. Alam bawah sadar Kiana, seperti berusaha untuk menghilangkan se
"Kiana, kenapa kau terus melamun? Kau tidak senang aku datang?" tanya Andrew saat keduanya duduk di bawah pohon. Seperti kata Ken beberapa hari lalu, Andrew akhirnya datang. Lebam di wajah laki-laki itu sudah menghilang dan Andrew sudah bisa berjalan seperti biasa. Tentu tidak menimbulkan rasa khawatir berlebih pada Kiana ketika melihatnya. Mungkin, karena rasa khawatirnya yang berkurang, Kiana justru terkesan seperti mengabaikan Andrew. Entah mengapa, pikirannya tertuju pada kejadian memalukan kemarin. Saat dia dan Rafael terjatuh, saling bertindih dalam posisi yang begitu intim. Menggelikannya lagi, Kiana tidak sengaja membuat 'sesuatu' milik Rafael terbangun. Tentu saja hal itu sama sekali tidak disengaja. Dia tidak berniat menggoda Rafael. Itu diluar dugaan. "Kiana? Kau sedang melamunkan apa?" Andrew menepuk pundak Kiana secara spontan saat melihat wanita itu terus-menerus melamun, sampai Kiana terkejut.
Hari ini, perasaan Kiana menjadi lebih baik setelah bertemu dengan Andrew dua hari yang lalu. Dia bahkan lebih sering tersenyum dan mengerjakan semuanya dengan semangat. Tidak ada omelan atau perdebatan yang keluar dari mulut Kiana. Dia juga menghiraukan saat pasien lain berlari dan tak sengaja menyenggol tubuhnya hingga nyaris jatuh. Benar-benar tenang tanpa keributan. Wajahnya bahkan menjadi lebih cantik dan bercahaya. Membuat heran para perawat akan tingkah tenang Kiana. Sampai saat Kiana mengikuti kegiatan menanam yang membuat tangannya kotor pun, wanita itu tidak menolak. Kiana tidak menolak seperti biasanya, dia malah dengan senang hati mengikutinya. Meski setelahnya, Kiana harus mencuci tangannya yang kotor. Tanah yang juga ternyata tanpa sengaja mengotori cincin pemberian Andrew. "Astaga, bagaimana mungkin dia melupakan itu?" Kiana memekik ketika melihat cincin yang terpasang di jari manisnya menjadi kotor. Merutuki kebod