Share

PHK Massal

Author: Yhantlies92
last update Last Updated: 2025-03-23 23:19:01

Tak ada firasat apapun pagi ini. Riyanti mulai beraktifitas seperti biasa, menyiapkan sarapan pagi untuk Putri dan Hendra, membereskan rumah, dan lain-lain sebelum berangkat kerja. Hendra pulang hampir tengah malam, pulang-pulang Hendra membawa sekarung besar seperti yang dia lihat di pasar pagi itu. Tidak ada yang aneh pagi ini, meski kemarin ada kabar burung yang kurang sedap tapi semua terlihat biasa dan normal.

Akan tetapi, begitu mendekati pabrik tempat Riyanti bekerja. Sesuatu terjadi yang membuat wanita itu tentu bertanya-tanya. Pasalnya, banyak karyawan pabrik yang berkumpul di depan. Rata-rata mereka adalah para buruh wanita. Berorasi sambil membawa spanduk berisi tuntutan protes mereka.

Salah satu dari mereka yang melihat kedatangan Riyanti dari jauh segera menghentikan laju motor Riyanti.

“Ada apa ini, Mbak? Kok rame sekali?” tanya Riyanti penasaran sambil membuka helmnya

“Nasib kita di ujung tanduk, Mbak. Kita di PHK sepihak,” jawab orang itu.

“Apa? PHK? Bukannya itu hoax?”

Orang itu menggeleng kuat, “Nggak, Mbak. Berita yang beredar itu benar. Kita di PHK, pabrik kita sedang mengurangi karyawan besar-besaran efek keadaan ekonomi saat ini.”

Riyanti menarik napas berat. Ternyata berita yang kemarin beredar benar adanya. Pabriknya melakukan pengurangan karyawan besar-besaran imbas dari keadaan ekonomi yang sedang carut marut.

Sekujur tubuhnya mulai lemas, pasalnya hanya dia yang menjadi tulang punggung dalam

keluarga kecilnya.

“Kalau begini bagaimana nasib Putri ya Allah? Sedangkan Mas Hendra baru saja mau memulai dagang sayur kelilingnya. Kalau Mas Hendra tahu masalah ini bagaimana ya Allah?” batinnya lirih.

Riyanti memarkirkan motornya di tepi jalan, duduk di rerumputan bersama temannya itu. Sama-sama meratapi nasib yang kini tengah mereka hadapi. Kenyataan yang sulit sekali untuk mereka terima.

“Sudahlah, Mbak. Mau bagaimana lagi kita hanya bisa pasrah menerima keputusan ini. Kalau kita nolak seperti mereka juga nggak ada hasilnya, kita tetap di rumahkan,” ujar temannya itu melihat Riyanti yang menenggelamkan kepalanya di kedua telapak tangannya.

“Setidaknya mereka bisa menyuarakan pendapatnya. Keputusan ini bener-bener mendadak sekali. Kebanyakan dari kita menggantungkan hidup dengan bekerja di pabrik seperti ini. Kalau kita diberhentikan begini, kita nyari kerja dimana lagi?”

“Iya, sih. Apalagi Mbak Yanti yang sekarang malah jadi tulang punggung keluarga. Tapi Mbak, kalau udah begini Mbak mau gimana?”

Pertanyaan orang itu membuat Riyanti berpikir kembali. 

“Bener, gimana reaksi Mas Hendra kalau tahu aku di phk begini? Dia pasti sedih,” batin Riyanti dalam hati.

Riyanti harus memutar otak. Mencari cara untuk mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Terlebih lagi Hendra yang suka meminta uang dengan memaksa. Mengandalkan dagangan sayur keliling saja juga tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Terus, gimana sekarang?” 

“Lebih baik kita ikut saja apa yang terbaik. Mereka ngambil keputusan juga nggak sembarangan, kok,” ujar Riyanti 

 “Eh, kita dipanggil tuh! Yuk ke sana!” Bergegas teman Riyanti mengajak Riyanti menuju teman-teman sejawat mereka yang sedang berkumpul di depan pagar pabrik.

***

“Mas Hen? Beneran kita di sini nggak apa-apa? Nggak takut kalo nanti Mbak Yanti mergokin kita?”

“Sudahlah, nggak bakalan dia tahu. Wong jam segini dia lagi kerja mana mungkin dia ada jam segini.”

Di sebuah kedai es kelapa muda yang teduh, Hendra sedang duduk berdua bersama dengan seorang wanita muda nan cantik jelita. Wanita muda itu tampak asyik bermanja ria di bahu kekar milik Hendra, yang notabene adalah suami Riyanti. 

Mereka berdua tampak asyik menikmati es kelapa muda layaknya seperti dua sejoli yang dimabuk asmara. Angin sepoi-sepoi mengibaskan rambut Lia yang berwarna pirang itu. Hendra seakan lupa dengan statusnya, dia malah sibuk berfoto berdua dengan Lia dengan latar persawahan yang hijau nan asri.

“Tapi, denger-denger pabrik tempat Mbak Yanti itu bakalan tutup lho, Mas.”

“Ah, kamu tahu dari mana?” tanya Hendra sedikit terkejut.

“Temenku kebanyakan kerja di pabrik itu. Katanya sih, pabriknya lagi pailit alias bangkrut,” jawab Lia.

“Trus kalo bangkrut kenapa?”

“Lho kok Mas malah nanya kenapa? Kalo Mbak Yanti beneran di PHK gimana?”

Hendra terdiam sejenak, Lia memperhatikan mimik wajah Hendra yang bisa dibilang ganteng juga tidak, jelek juga tidak itu. Lalu, tak lama kemudian Hendra menunjukkan ekspresi yang membuatnya geli.

“Kok wajahnya begitu? Seneng ya kalo Mbak Yanti nggak kerja?”

“Bukannya begitu, Sayang. Tapi …,”  ucap Hendra menggantung, lenggannya menggelayut manja di pinggang Lia sambil mencuri-curi aroma tubuh sintal kekasih gelapnya, “Dengan begitu, istriku itu bisa mencari kerja di tempat lain.”

Lia langsung melepas lengan Hendra sambil menunjukkan mimik manjanya. “Ih, Mas kok tega banget sama istri sendiri.”

“Yah, dibilang tega sih, nggak. Cuma Mas udah bosen sama dia. Pernikahanku dengan Yanti itu didasari paksaan. Mas sebenarnya nggak cinta sama dia, Mas cintanya sama kamu.” Hendra mulai mengeluarkan rayuan gombalnya, mencubit pelan dagu Lia yang dipasang benang itu.

Tanpa mereka ketahui, ada sepasang mata sedang memperhatikan kemesraan mereka dari seberang jalan.

***

Langit mulai berubah senja, Riyanti terduduk lesu di taman tak jauh dari pabrik. Tempat favoritnya ketika sedih karena nasib yang selalu tak berpihak padanya. Dalam waktu singkat cobaan hidup seakan tak lepas dari dirinya. Dia merasa seperti mendapat kutukan.

Dia teringat kembali saat pertama kali mendapat pekerjaan di pabrik itu setelah lulus dari SMK. Nilainya yang diatas rata-rata memudahkannya diterima di pabrik garmen besar di kota tempatnya tinggal. Dalam waktu tiga bulan dia berhasil mengumpulkan gaji dan membeli sebuah motor untuk Bapaknya bekerja. Dia juga mampu membantu membiayai sekolah adik-adiknya hingga lulus.

Sayang, ketika usianya cukup untuk menikah, Riyanti terpaksa dijodohkan oleh sang Nenek dengan anak juragan sembako di pasar. Semua terjadi hanya karena kesalahan sang Ibu yang tertipu investasi bodong dan membuatnya berhutang sampai tidak bisa dilunasi. Di saat itulah hubungan Hendra dan Riyanti dimulai.

Hendra mulai sering mencuri perhatian Riyanti dengan selalu menjemput Riyanti setiap pulang kerja. Mengajaknya makan di rumah makan favorit Hendra yang bisa dibilang cukup mahal. Dan berujung dengan menikmati matahari tenggelam di taman ini.

Riyanti menarik napas berat bila mengingat kenangan manisnya bersama Hendra. Suami yang telah menemaninya selama delapan tahun ini. Akan tetapi, perubahan sikap Hendra membuatnya cemas dan khawatir. Terutama dengan kondisi psikologis putri semata wayangnya.

Disaat Riyanti sedang duduk termenung, dering ponsel membuyarkan lamunannya.

“Halo, Mas?”

“Kamu kemana aja, sih! Pulang kerja bukannya ulang malah kelayapan. Ini di rumah nggak ada makanan apapun. Aku laper ini!”

“Iya, iya, Mas. Aku pulang sekarang.”

Riyanti bergegas meninggalkan taman itu dan hendak pulang sebelum Hendra mulai murka. Tanpa dia tahu, Hendra menyiakan kejutan yang akan membuatnya kembali mengiris hati.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Awal Bertemu Yogi

    “Sepuluh juta? Dari mana aku bisa dapetin uang segitu?” keluhnya sendiri.Riyanti sedang duduk di pohon mangga setelah mengantar anak majikannya sekolah. Kejadian tadi benar-benar membuatnya semakin pusing. Hendra benar-benar tidak tahu diri, pergi meninggalkan hutang sebanyak itu.Waktu masih pukul jam sebelas, tapi matahari terasa begitu membakar. Mungkin sudah memasuki musim kemarau. Keringat mengucur deras membasahi punggungnya. Tukang es teh di depan sana sungguh menggodanya. Namun, dia sama sekali tidak memegang uang. Terpaksa dia harus membasahi kerongkongan dengan air liurnya.“Yanti? Kamu Yanti, kan?” Riyanti menoleh ke sumber suara.Seorang pria berdiri dihadapannya. Riyanti tidak bisa melihat jelas wajah pria itu karena silau sinar matahari, ditambah kondisinya yang belum pulih betul.“Siapa ya?” tanya Riyanti lirih.“Masa nggak kenal saya?”Riyanti mengernyit. “Emang siapa, ya?”Pria itu merubah posisi duduk di sebelah Riyanti. Wanita itu refleks bergeser.“Yogi. Kamu lupa

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Di Tagih Utang

    Asap putih mengepul dan memenuhi seluruh penjuru dapur. Pagi-pagi sekali Riyanti bangun untuk membuat sayur dan lauk matang. Tubuh kurusnya masih terasa lunglai, wajahnya masih sebenarnya dia belum pulih betul, tapi hidup harus berjalan. Tidak selamanya dia harus berdiam di kasur saja.Hampir seminggu Hendra tak kunjung pulang. Riyanti tahu bahwa sang suami pasti bersama wanita penggoda itu. Riyanti sudah mati rasa, kejadian malam itu masih dia ingat betul. Bagaimana Hendra menamparnya dengan begitu keras hingga membekas tidak hanya di pipi, melainkan di hati.“Lihat dirimu! Apa yang bisa dibanggakan?!”Riyanti mengambil seember air dari kamar mandi. Saat melintas di depan pintu kamar mandi, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Pipi yang tirus, kelopak mata yang menghitam, dan tubuh yang kurus. Sekejap dia mendesah pasrah. Pantas saja kalau Mas Hendra bilang kayak gitu, batinnya.Adzan subuh berkumandang, semua sayur dan lauk sudah matang. Riyanti menatanya dengan rapi lalu mulai m

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Putri di Bully

    “Putri!”Gadis kecil itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Rupanya Dewi yang memanggilnya. Teman sebangkunya itu terlihat tersengal-sengal seperti habis berlari keliling lapangan sekolah sebanyak sepuluh kali.“Putri! Aku panggil kok nggak jawab? Kamu sakit?”Putri menggeleng.“Apa kamu sudah sarapan?” Dewi seperti peramal, bisa tahu kalau hari ini dia memang belum sarapan. Mendengar Dewi bertanya seperti itu membuat perut bocah kelas lima SD itu langsung keroncongan. Diam-diam Putri memegang perutnya. Tadi sebelum berangkat sekolah, dia hanya minum teh tawar hangat saja. Sudah tiga hari ini sang Ibu terbaring lemah di ranjang. Tubuhnya lemas sekali, akibat pertengkaran dengan sang suami. Keesokan harinya tubuh Riyanti demam sehingga tidak bisa berjualan. Sedangkan Hendra, tidak pulang ke rumah sama sekali.“Hey! Pagi-pagi kok melamun?” Tepukan pelan di pundak Putri membuatnya sadar dari lamunan. “Eh, nggak.” Putri menggeleng samar.“Nah, kebetulan aku juga belum sarapan.

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Tamparan Keras

    “Kamu tega, Mas! Tega!”“Apa? Kamu mau apa? Hah!”“Jahat kamu, Mas! Ternyata omongan orang itu bener, kamu berani selingkuh terang-terangan di depan banyak orang tanpa mikirin perasaan aku.”Hendra tersenyum sinis melihat Riyanti menangis terisak. Malam ini rumah Riyanti heboh karena pertengkaran mereka. Riyanti marah karena mengetahui perselingkuhan Hendra tadi siang di rumah makan Padang. Bukannya merasa bersalah karena ketahuan, justru Hendra bersikap biasa saja. Hendra sibuk bermain ponsel sambil tersenyum tidak jelas. Hal itu membuat Riyanti tidak habis pikir dengan suaminya itu.“Peduli amat sama omongan orang. Lagian kenapa sih kamu rempong banget!”“Aku? Kamu bilang aku rempong? Aku ini istri kamu, Mas! Wajar kalo aku kesel sama kamu!”Prang!!!Gelas aluminium di atas meja seketika terbang dan jatuh di lantai. Membuat Riyanti terlonjak kaget sampai menutup telinganya.Di dalam kamar, Putri mendengar pertengkaran orang tuanya. Gadis mungil itu meringkuk di pojok kamar, memeluk

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Kepergok Riyanti

    Riyanti sangat bersyukur dengan pekerjaan yang dia dapatkan. Pagi berjualan makanan matang lalu sesudahnya mengantar anak tetangga sekolah, kemudian menjadi tukang cuci di rumah orang. Selama pekerjaan itu halal akan Riyanti lakukan demi masa depan Putri.“Mbak Yanti!”“Eh, Retno! Aku pikir siapa. Mau kemana kamu?” tanya Riyanti kepada seorang wanita cantik bernama Retno.“Mau ke rumah Bu Lurah. Katanya lagi ada sembako murah di sana. Kamu mau ikut nggak?” ajak Retno.“Sembako murah? Wah kebetulan sekali sembako di rumah juga menipis. Aku ikut dong!” seru Riyanti.Riyanti bersama dengan temannya itu berjalan bersama menuju rumah Bu Lurah yang sedang mengadakan sembako murah di tengah gempuran harga bahan pokok yang melambung tinggi. Tak hanya mereka saja, ada beberapa ibu-ibu lain ikut membeli sembako murah.Riyanti sangat bersyukur Bu Lurah mengadakan sembako murah. Sekarang dia sedang krisis keuangan. Dulu saat masih kerja di pabrik dia bisa membeli kebutuhan pokok, tentunya sebelum

  • RIYANTI: Kekuatan di Balik Air Mata   Mulai Dagang

    Suara desis nasi yang ditanak di atas tungku api terdengar bagai alunan suara pagi nan indah, asap putih yang mengepul menambah kehangatan di dapur mungil rumah ini. Riyanti bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan sebelum ayam berkokok. Nasi sudah matang dan air panas sudah dituang ke dalam termos. Aroma lauk dan sayur yang sudah matang sungguh menggugah selera, membuat Putri terbangun dari tidurnya.“Eh, anak Ibu yang cantik sudah bangun? Kamu kebangung karena kebrisikan ya?”“Ibu lagi apa? Kok pagi-pagi sudah di dapur?” tanya Putri sambil menggosok kelopak matanya yang sulit terbuka karena masih mengantuk.“Ibu lagi masak lauk dan sayur mateng buat di jual keliling komplek depan sana, Cantik. Kamu mau mandi dulu atau makan dulu? Biar Ibu siapin.”Putri menggeleng pelan. “Nanti saja, Bu. Putri bisa nyiapin sendiri.”Riyanti tersenyum seraya membelai putri semata wayangnya penuh kasih sayang. Kemudian, kembali menata sayur dan lauk matang yang sudah dikemas dalam plastik ke keranjang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status