Compartilhar

Bab 3 : Gara-Gara Gengsi

Autor: Elpis
last update Última atualização: 2025-10-29 08:19:18

       Damian dan Meisya tiba di rumah orang tua Damian. Keduanya terpaksa pulang ke rumah orang tua Damian karena paksaan dari Sam. Keduanya sudah sampai di rumah yang bergerbang tinggi itu. Damian turun dari mobil dibantu oleh Ken, asisten sekaligus temannya.

       “Kau mau kemana?” Damian keheranan saat melihat Ken bukannya membantunya masuk ke dalam rumah tapi malah kembali memposisikan diri di kursi kemudi.

       “Mau pulang.”

       “Kau tidak mengantarku masuk? Kau tau kursi rodaku sedang lowbat kan?”

       “Iya aku tau. Lalu kenapa?” 

       “Kau serius bertanya kenapa?” Damian menatap tak percaya pada Ken.

       “Tidakkah kau merasa sebagai asisten, kau harus membantu atasanmu?” lanjut Damian kesal.

       “Majikan?” Ken menatap jam tangan yang melingkar gagah di pergelangan tangannya, seulas senyum meremehkan muncul di wajah tampannya saat netra cokelatnya menangkap jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00. 

       “Maaf tuan Damian Anderson, tapi jam kerjaku sudah selesai sekitar satu jam yang lalu. sekarang aku bukan asistenmu, aku temanmu.”

       “Sialan kau!” 

       “Ah, aku hampir lupa. mulai besok aku akan bekerja mulai dari jam 08.00 sampai pukul 16.00. kau sudah punya istri yang bisa membantumu. jadi kata paman aku tak perlu membantumu lagi untuk keperluan pribadimu. Jadi, jangan terlalu berharap padaku. Sampai jumpa!” setelah mengatakan serentetan kalimat panjang itu, Ken langsung melajukan mobilnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

       “Ken sialan!” 

       Damian melirik Meisya yang berdiri dengan memegangi kopernya. Tampak santai dan tidak terganggu sedikitpun dengan perdebatan tadi. Merasa diperhatikan akhirnya Meisya menawarkan bantuan. “Mau kubantu?”

       “Cih, tidak perlu. Aku bisa sendiri. Kau jangan mencoba merayuku dengan menawarkan bantuan. Ingat pernikahan ini hanya simbiosis mutualisme. tidak lebih.” Damian berbalik pergi dengan mendorong kursi roda elektrik yang sudah kehabisan baterai menggunakan tangan berototnya.

       “Iki bisi sindiri. jingin mincibi miriyiki dingin miniwirkin bintien.” Meisya mengejek Damian. untungnya Damian tidak dengar, karena jika Damian sampai dengar entah kalimat menyebalkan apalagi yang akan keluar dari pria narsis itu.

       Meisya dengan menggeret kopernya dengan kesal. Meisya mengibaskan rambut lebatnya dan melemparkan tatapan dan senyum meremehkan saat ia melewati Damian. Ia melewati Damian begitu saja. Bagi Meisya, jika ia menawarkan sesuatu namun, ditolak maka jangan harap ada tawaran atau bujukan kedua kalinya. 

       Damian hanya bisa terperangah pada kelakuan meisya. Tidak, bukan terperangah karena takjub akan kecantikan Meisya, melainkan terperangah karena tingkah ajaib Meisya. ia jadi berpikir. “Apa dia baru saja meremehkanku, mengejekku, atau merendahkanku?” apapun itu pada intinya Damian kesal.

       Damian memperhatikan Meisya yang benar-benar melenggang pergi tanpa berbalik sedikitpun. Sementara dirinya harus berjuang mendorong kursi roda seberat 80 kg itu sendiri, belum lagi ukuran halaman yang berkisar 400 meter persegi, setelah itu ia harus melewati jalur kursi roda yang dibuat khusus untuknya agar bisa masuk ke dalam rumah. Meskipun dibuat khusus jalur itu tetap sulit karena kemiringannya.

                                                                               ***

Ceklek

       Pintu rumah megah itu terbuka. Di dalam sana tampak meisya yang sedang berselonjor santai sambil menonton kartun spons berwarna kuning, sementara itu di depan pintu yang baru saja terbuka tampak Damian yang ngos-ngosan karena kelelahan, penampilannya berantakan dasi yang sudah berantakan, kemeja yang tak lagi terkancing dengan benar, lengan kemeja yang sudah tergulung hingga ke siku hingga keringat yang bercucuran di wajah, leher dan lengannya membuatnya terlihat seksi. Namun seakan buta, Meisya hanya berkata, “Oh! kau sudah sampai?”

       Damian kesal setengah mati. Ia kesal pada Meisya karena terlihat begitu santai sementara dirinya menderita, ia kesal pada Ken karena meninggalkannya, ia kesal pada dirinya karena sudah menolak bantuan Meisya. Karena gengsinya terlalu tinggi Damian harus merasakan otot lengannya yang menegang sampai gemetaran bahkan urat di punggung tangannya sampai menonjol.

       “Kau ingin makan malam? mau kusiapkan?” tawar Meisya.

       “Tidak perlu aku bisa sendiri.”

       Damian kembali mendorong kursi rodanya ke ruang makan. Sampai disana ia langsung menegak segelas penuh air. Ia makan dengan lahap karena kelelahan. 

       Setelah makan Damian masuk ke kamarnya di sana sudah ada Meisya yang sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Damian cukup terkejut karena Meisya kembali ke setelan awal. Make up tebal dan pakaian santai. Jika boleh jujur, Meisya lebih cantik dengan makeup tipis-tipis dibanding makeup tebal nan menor.

       “Kau mau mandi? Mau ku bantu?” lagi-lagi Meisya menawarkan bantuan.

       “Tidak perlu. Aku bisa minta tolong pada orang lain.” Tolak Damian seperti tak belajar dari kesalahan sebelumnya.

       “Baiklah. Hanya saja kau mungkin akan kesulitan menemukan orang lain di rumah ini selain kita berdua.”

       “Apa maksudmu?”

       “Kau tidak tahu? Papa bilang, semua ART, pelayan bahkan satpam sekalipun sudah diliburkan.”

       “Apa? Tapi … Tapi kenapa?” Meisya hanya mengangkat bahunya pertanda dia tidak tahu. Dan kembali melanjutkan riasannya. Entah apa lagi yang akan ditambahkan pada wajah yang sudah menor itu.

       Damian masuk ke kamar mandi. Setelah cukup lama ia keluar dengan wajah yang lebih segar. Sejujurnya ia cukup kesulitan tadi, biasanya pelayan akan menyediakan air mandi hingga pakaiannya, jadi ia hanya perlu mandi dan berganti pakaian. Damian sedikit terkejut karena Meisya sudah berada di kasur favoritnya. “Kau apa yang kau lakukan di situ?”

       “Mau tidur.”

       “Kenapa tidak di kamar sebelah?”

       “Kamar lain terkunci. kata Vani tidur saja di kamarmu” 

       Damian mendengus kesal. Ini pasti pekerjaan Vani. Adik bungsu kesayangannya itu sungguh jahil, tapi kejahilannya kali ini sungguh membuat Damian kesal. Sekarang Damian harus sekamar dengan Meisya. 

       “Aku tidak ingin tidur denganmu.”

       “Tenanglah tuan Damian Anderson. Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Wajahmu bukan tipeku.” Ucapan cukup berani Meisya itu membuat Damian sedikit gelagapan, namun ia berusaha terlihat tenang.

      “Berhenti bercanda. Turun dari tempat tidurku. Tidur di sofa saja sana,” usir Damian.

     “Wah! Anda benar-benar tidak gentleman.”

     “Memangnya kenapa kalau aku tidak gentleman? Itu bukan urusanmu. Yang penting tidurku nyenyak.”

      “Kau benar-benar ….” 

      “Berhenti bicara panjang lebar. Aku ingin kau turun dari tempat tidurku sekarang.”

       Meisya sungguh kesal. Damian benar-benar menyebalkan. Meisya dengan ogah-ogahan mengambil bantal dan selimut dan hendak pindah ke sofa.

       “Tunggu … tinggalkan selimutnya. Aku harus memakai selimut baru bisa tidur nyenyak.”

    Meisya menyentak selimut yang tadinya sudah ia gendong bersama dengan bantal kembali ke atas tempat tidur. Ia mengambil remot AC untuk menaikkan suhunya. 

       “Tunggu … apa yang kau lakukan? Biarkan AC nya seperti tadi. Aku tidak bisa tidur kalau panas.” 

       “Wah! Tuan Damian Anderson. Kau benar-benar tidak masuk akal. Kau menyuruhku tidur di sofa, lalu melarangku mengambil selimut, sekarang kau ingin berdebat perkara suhu kamar? Anda sungguh luar biasa.”

       “Kenapa? Ini rumah orang tuaku, kamarku. Jadi aku berhak mengaturnya. Kau tidak punya hak. Kau hanya istri yang kudapat dari pernikahan bisnis. Jadi jangan coba mengatur atau merubah kebiasaanku.” Jujur saja hati Meisya sedikit tercubit, Tapi dia bisa apa. Memang itulah kenyataannya. Jadi ia memilih mengalah dan tidur di atas sofa.

       “Tunggu ….”

       “Apa lagi?”

       “Kau tidak akan menghapus makeup mu itu? Kau akan tidur seperti itu?” 

       Meisya kesal karena dari tadi Damian terus menguji kesabarannya, jadi Meisya menyentakkan bantal keras-keras ke sofa. Ia kemudian berjalan ke arah Damian dan meletakkan kedua tangannya di kedua sisi kursi roda Damian. Meisya lantas mendekatkan wajahnya ke wajah Damian. Sangat dekat hingga keduanya bisa merasakan napas masing-masing.

       Meisya berbisik tepat di depan wajah Damian. “Tuan Damian Anderson, bukankah sudah kubilang bahwa aku memiliki rahasia di balik make up tebalku?”

       Damian tertegun matanya menatap mata Meisya yang menatapnya tajam. “Apakah kau juga tertarik dengan rahasia dibalik make upku?”

Bersambung…

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 5 : Penelpon Misterius

    “Kau benar-benar lupa apa yang terjadi?” Meisya dengan polos hanya mengangguk. Kemudian ia bertanya, “Memang apa yang sudah kulakukan semalam?” “Sudahlah. Lupakan saja!” Damian memutar kursi rodanya, berbalik kemudian pergi ke kamar mandi. Damian menyalakan shower membiarkan air membasahi tubuhnya. Kepalanya dipenuhi dengan adegan-adegan semalam yang membuatnya kesulitan tidur. Semalam Meisya terus saja mengigau meminta tolong dan meminta untuk berhenti dipukul. Puncaknya terjadi saat sebuah sambaran petir yang terdengar nyaring mengejutkan Meisya yang sedang tertidur. Meisya terbangun seketika itu lalu menjerit histeris seperti orang ketakutan. Meisya baru tenang setelah ia memeluknya. Ia jadi harus memeluk Meisya sepanjang malam tanpa tertidur sedikit pun. Damian keluar dari kamar mandi. Ia tak menemukan Meisya, namun aroma makanan yang tercium begitu lezat membuat Damian mengetahui keberadaan Meisya. Ia segera mengenakan pakaiannya dan seger

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 4 : Kelakuan Meisya

    Bibir Meisya yang dipoles lipstik merah saat itu tersenyum tipis. “Apakah kau mau mengetahuinya sekarang?” Damian menegang, tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba sebuah senyuman tersungging di bibir Meisya yang dipoles lipstik merah yang membuat Damian salah fokus. Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Pfft. kenapa tiba-tiba Anda begitu tegang Tuan Damian Anderson? jangan bilang anda merasa terintimidasi oleh gadis yang bahkan lima tahun lebih muda dari Anda.” Alis mata Damian menukik tajam. Ia merasa dipermainkan. “Ka … kau mempermainkanku?”Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Rileks tuan Damian.” “Rileks.” Meisya membisikkan kata terakhir itu dengan lembut tepat di sebelah telinga Damian, membuat Damian sedikit merinding sehingga mendorong paksa tubuh Meisya agar menjauh darinya. Ia sungguh sudah tak tahan. Hampir-hampir Meisya terjengkang ke belakang karena dorongan Damian, meski begitu ia tetap puas karena berhasil mempermainkan Damian yang punya

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 3 : Gara-Gara Gengsi

    Damian dan Meisya tiba di rumah orang tua Damian. Keduanya terpaksa pulang ke rumah orang tua Damian karena paksaan dari Sam. Keduanya sudah sampai di rumah yang bergerbang tinggi itu. Damian turun dari mobil dibantu oleh Ken, asisten sekaligus temannya. “Kau mau kemana?” Damian keheranan saat melihat Ken bukannya membantunya masuk ke dalam rumah tapi malah kembali memposisikan diri di kursi kemudi. “Mau pulang.” “Kau tidak mengantarku masuk? Kau tau kursi rodaku sedang lowbat kan?” “Iya aku tau. Lalu kenapa?” “Kau serius bertanya kenapa?” Damian menatap tak percaya pada Ken. “Tidakkah kau merasa sebagai asisten, kau harus membantu atasanmu?” lanjut Damian kesal. “Majikan?” Ken menatap jam tangan yang melingkar gagah di pergelangan tangannya, seulas senyum meremehkan muncul di wajah tampannya saat netra cokelatnya menangkap jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00. “Maaf tuan Damian Anderson, tapi jam kerjaku sudah selesai

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 2 : Awal

    Damian menyesap dalam kopi yang sudah kehilangan asapnya itu. Kopinya sudah dingin karena sudah terlalu lama menunggu, sementara yang ditunggu entah kapan datangnya. Damian jadi merasa dibohongi oleh ayahnya karena perempuan yang disebutnya sebagai gadis sopan nyatanya tidak ada sopan-sopannya di mata Damian. “Dengan bapak Damian Anderson?” seorang gadis aneh muncul. Make up-nya begitu tebal sangat kontras dengan cara berpakaiannya yang sederhana. “Perkenalkan saya Meisya Adhikara.” Meisya mengulurkan tangannya. Namun tak ada sambutan baik dari Damian. Melihat uluran tangannya tak berbalas Meisya pun menarik kembali tangannya dengan canggung. “Duduk.” Damian menjawab seadanya. Jika Meisya ingin menganggapnya sebagai pria yang dingin, maka biarlah karena ia sama sekali tak ada niatan untuk bersikap hangat pada Meisya. Ia hanya tak ingin memberikan harapan pada Meisya sementara dirinya sendiri belum sembuh dari lukanya. Baginya Meisya hanyalah syarat u

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 1 : Titik Balik

    “Damian, hentikan mobilnya! Aku mau turun di sini.” Bianca berteriak suaranya terdengar parau, air matanya sudah menggenang namun enggan menetes. Ia takut melihat Damian yang mengemudi seperti orang kesetanan “Tidak sebelum kau menarik permintaan putus sialanmu itu.” hujan deras menghantam kaca mobil. Pandangan Damian mengabur meski wiper sudah bekerja keras, meski sudah begitu ia tetap tidak mengurangi kecepatannya “Damian, dengar! Kita berdua tidak cocok.” Bianca sudah muak. “Tidak cocok, katamu?” Damian tak percaya dengan apa yang dikatakan Bianca, rahangnya mengeras, ia mencengkram erat setir hingga buku tangannya terlihat memutih. “Kau baru mengatakan itu setelah lima tahun bersamaku,” lanjut Damian. “Cukup Damian. Aku tidak ingin berdebat denganmu lagi. Turunkan aku disini.” “Tidak akan. Entah itu putus darimu atau menurunkanmu di tengah jalan, aku tidak akan melakukan keduanya. Kau harus tetap berada disisiku.” “Kau gila

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status