Compartilhar

Bab 2 : Awal

Autor: Elpis
last update Última atualização: 2025-10-29 08:07:28

      Damian menyesap dalam kopi yang sudah kehilangan asapnya itu. Kopinya sudah dingin karena sudah terlalu lama menunggu, sementara yang ditunggu entah kapan datangnya. Damian jadi merasa dibohongi oleh ayahnya karena perempuan yang disebutnya sebagai gadis sopan nyatanya tidak ada sopan-sopannya di mata Damian. 

      “Dengan bapak Damian Anderson?” seorang gadis aneh muncul. Make up-nya begitu tebal sangat kontras dengan cara berpakaiannya yang sederhana. 

      “Perkenalkan saya Meisya Adhikara.” Meisya mengulurkan tangannya. Namun tak ada sambutan baik dari Damian. Melihat uluran tangannya tak berbalas Meisya pun menarik kembali tangannya dengan canggung.

      “Duduk.” Damian menjawab seadanya. 

      Jika Meisya ingin menganggapnya sebagai pria yang dingin, maka biarlah karena ia sama sekali tak ada niatan untuk bersikap hangat pada Meisya. Ia hanya tak ingin memberikan harapan pada Meisya sementara dirinya sendiri belum sembuh dari lukanya. Baginya Meisya hanyalah syarat untuk memenuhi keinginan ibunya. Tidak lebih.

        “Maaf saya sedikit terlambat pak.” 

        “Sedikit? Hmph, kau pasti bercanda.” Damian tak habis pikir dengan Meisya kalau baginya dua jam hanya sedikit terlambat, lalu sebanyak apa waktu yang harus ia habiskan agar Meisya mau mengaku terlambat.

        “Saya terlambat karena saya berdandan sedikit sebelum kemari.” Meisya sedikit menggosok hidungnya dengan ujung lengan bajunya yang over size itu. 

       “Sedikit? Kurasa itu tidak sedikit melihat bagaimana tebalnya make up-mu itu.” Damian menunjuk ke arah ujung lengan kaos kedodoran Meisya. 

       Di sana terdapat bekas bedak dari hidung Meisya yang tampak kontras dengan kaos Meisya. Sejujurnya di mata Damian saat ini Meisya terlihat seperti seorang anak kecil yang sedang bermain dengan Make up ibunya. Make up tebal bernuansa latina itu sama sekali tak bisa menutupi usia Meisya yang masih belia.

        “Saya sungguh menyesal Pak.”

        “Berhenti memanggilku bapak!” 

        “Lalu harus kupanggil apa?”

        “Abang?” Damian tak merespon.

        “Mas?” Damian diam 

        “Om?” Cukup. Damian sudah muak.

        “Hentikan!” sentak Damian.

        Damian tak tahan lagi. ia melempar sebuah map ke atas meja cafe. Meisya sedikit tersentak. “Baca!”

        Kening Meisya berkerut begitu melihat kalimat pertama dalam dokumen itu ia pun mulai membaca “Peraturan pernikahan. Satu, harus bersikap harmonis di depan keluargaku. Dua. jaga batasan privasiku dan jangan melakukan kontak fisik denganku jika tidak dibutuhkan. Tiga, dilarang jatuh cinta padaku?”

        “Itu peraturan dariku. Kau bisa menambahkan jika kau mau?”

        “Anda yakin tidak akan jatuh cinta dengan saya?” canda Meisya.

        “Hmph, saya tidak tertarik dengan anak kecil sepertimu.” 

        “Tapi bukankah anda yang menginginkan pernikahan ini?” Meisya memiringkan kepalanya sedikit kebingungan.

        “Bagiku pernikahan ini tidak lebih dari sekedar simbiosis mutualisme.”

        “Simbiosis mutualisme?”

        “Benar. kita sama-sama untung. Jika kita menikah, ibuku akan bersedia melukan operasi, sedangkan ayahmu akan mendapat keuntungan bisnis.” Meisya hanya mengangguk mengerti. 

        “Lalu bagaimana dengan peraturan nomor dua, sejauh mana batas privasi dan kontak fisik yang Anda maksud?”

        Damian diam. ia tak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Meisya. Damian menatap Meisya. Meisya menatap balik dengan tatapan polos menunggu penjelasan.

        “Ehem. untuk privasi, cukup jangan mencampuri urusan pribadiku. Kalau untuk kontak fisik, lakukan sewajarnya saja dan lakukan hanya di depan keluargaku.” Meisya mengangguk mengerti. 

        “Kalau kau sudah mengerti, kembalikan dokumennya kalau tidak ada yang ingin ditambah lagi.”

        “Tunggu, pinjamkan pulpen Anda. Aku ingin menambahkan sesuatu.”

        Damian menyerahkan pulpennya. Meisya tampak menulis sesuatu pada dokumen itu. Meisya menyerahkan dokumen itu pada Damian.

        “Peraturan nomor empat, seluruh peraturan di atas juga harus dipatuhi Damian Anderson.”

        “Hmph, kau tidak perlu khawatir aku pastikan akan menjaga keharmonisan di depan keluargamu juga, aku juga tidak akan melanggar privasi dan melakukan kontak fisik denganmu jika tak dibutuhkan, dan yang paling penting aku jamin. aku tidak akan jatuh cinta padamu.”

        “Baiklah kalau begitu. kuharap pernikahan ini bisa membawa kebaikan … maksud saya keuntungan bagi kita berdua.”

                                                                                …

        Seminggu kemudian setelah pertemuan singkat itu Damian dan Meisya akhirnya menikah. Mereka menikah di sebuah gereja kecil di dekat rumah sakit tempat ibu Damian dirawat. Tak ada senyum berseri dari kedua pengantin, hanya ada seulas senyum dari Meisya dan wajah dingin Damian. Tak ada gaun pengantin baru, karena Meisya hanya memakai gaun bekas pernikahan ibu kandungnya dulu yang sudah terdapat bagian kekuningan di bagian rendanya.

        Di altar sana sudah ada Damian dan pendeta yang sudah siap untuk menikahkan mereka. Meisya berjalan menyusuri lorong dengan menggandeng tangan Bram, ayahnya. Bram menyerahkan tangan Meisya ke dalam genggaman Damian. Tidak ada air mata haru dari Bram, hanya ada wajah datar bahkan lebih datar dari wajah Damian. Sedang Meisya hanya bisa tersenyum menyembunyikan perasaan di hatinya yang entah apa itu.

        “Saudara-saudara yang terkasih, kita berkumpul hari ini, di tempat ini menyaksikan penyatuan Damian  Anderson dan Meisya Adhikara dalam ikatan pernikahan yang suci, pernikahan adalah janji yang suci yang diikat dengan rasa cinta, rasa kesetiaan, dan pengharapan untuk hidup bersama di masa depan.” suara pendeta itu menggema di tengah keheningan.

        Meisya berdiri di sisi Damian yang duduk di kursi roda, meski ia tahu pernikahan ini bukan atas dasar cinta, melainkan atas dasar kesepakatan, tapi hatinya tetap bergetar. entah kenapa. 

        “Damian Anderson, apakah kau bersedia menerima Meisya Adhikara sebagai istrimu, untuk hidup bersama dengannya dalam keadaan suka dan duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, untuk menghargai dan menjaganya seumur hidupmu?”

        “Ya, saya bersedia.” suara Damian terdengar dingin dan menusuk.

        “Meisya Adhikara, apakah kau bersedia menerima Damian Anderson sebagai suamimu, untuk hidup bersama dengannya dalam keadaan suka dan duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, untuk menghargai dan menjaganya seumur hidupmu?”

        “Ya, saya bersedia.”

        “Silakan kedua mempelai untuk mengucapkan janji mereka.” 

        “Hari ini, aku berdiri dihadapanmu, dan berjanji kepadamu akan menghormatimu, menemanimu, dan menjagamu.” Damian berucap datar, tak ada kata cinta dalam janjinya karena ia sendiri tak yakin apakah nama Bianca yang sudah tertoreh terlalu dalam di hatinya bisa menghilang.

        “Hari ini, aku memilihmu sebagai suamiku aku berjanji akan menghormatimu dan menyayangimu sebagai suamiku, aku akan setia untuk mendampingimu dan selalu berada disisimu hingga kau sendiri yang menyuruhku pergi atau maut yang menjemputku.” Meisya mengucapkan janjinya dengan seulas senyum yang entah dimaksudkan untuk apa.

        “Dengan kuasa yang dipercayakan kepadaku, aku menyatakan kalian resmi menjadi suami dan istri. Apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak seorangpun boleh memisahkannya, Damian, silahkan mencium pengantinmu.”

        Meisya membungkuk untuk mensejajarkan wajahnya dengan Damian yang duduk di kursi roda. Tangan Damian terulur untuk menyibak kerudung Meisya. Damian sedikit terkejut melihat wajah Meisya yang tidak dipoles dengan makeup ala latina melainkan makeup ala korea yang menonjolkan kecantikan alami dari wajah Meisya. 

        Damian meraih dagu Meisya dan menariknya mendekat ke wajahnya. Mata Meisya terpejam. Namun alih-alih merasakan ciuman di bibir, Meisya justru merasakan sebuah kecupan lembut berlabuh di keningnya. Meisya membuka mata. Pemandangan yang tertangkap pertama kali oleh indranya adalah wajah dingin Damian. 

        Sejujurnya hari ini suasana hati Damian buruk. Ia merasa sudah menjadi penjahat. Ia merasa sangat jahat pada Bianca. Ia merasa bersalah pada Bianca karena ia telah mengkhianati Bianca bahkan setelah ia merenggut nyawanya. Damian merasa bersalah pada Bianca, tapi entah apa Damian pernah merasa bersalah pada Meisya karena telah mengikatnya dalam sebuah pernikahan tanpa cinta, sebuah bahtera pernikahan dimana dirinya sendiri sebagai nahkoda tidak bisa menentukan arah. Akan ia bawa kemana nasib pernikahan mereka.

Bersambung…                                                                         

                                                                 

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 5 : Penelpon Misterius

    “Kau benar-benar lupa apa yang terjadi?” Meisya dengan polos hanya mengangguk. Kemudian ia bertanya, “Memang apa yang sudah kulakukan semalam?” “Sudahlah. Lupakan saja!” Damian memutar kursi rodanya, berbalik kemudian pergi ke kamar mandi. Damian menyalakan shower membiarkan air membasahi tubuhnya. Kepalanya dipenuhi dengan adegan-adegan semalam yang membuatnya kesulitan tidur. Semalam Meisya terus saja mengigau meminta tolong dan meminta untuk berhenti dipukul. Puncaknya terjadi saat sebuah sambaran petir yang terdengar nyaring mengejutkan Meisya yang sedang tertidur. Meisya terbangun seketika itu lalu menjerit histeris seperti orang ketakutan. Meisya baru tenang setelah ia memeluknya. Ia jadi harus memeluk Meisya sepanjang malam tanpa tertidur sedikit pun. Damian keluar dari kamar mandi. Ia tak menemukan Meisya, namun aroma makanan yang tercium begitu lezat membuat Damian mengetahui keberadaan Meisya. Ia segera mengenakan pakaiannya dan seger

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 4 : Kelakuan Meisya

    Bibir Meisya yang dipoles lipstik merah saat itu tersenyum tipis. “Apakah kau mau mengetahuinya sekarang?” Damian menegang, tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba sebuah senyuman tersungging di bibir Meisya yang dipoles lipstik merah yang membuat Damian salah fokus. Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Pfft. kenapa tiba-tiba Anda begitu tegang Tuan Damian Anderson? jangan bilang anda merasa terintimidasi oleh gadis yang bahkan lima tahun lebih muda dari Anda.” Alis mata Damian menukik tajam. Ia merasa dipermainkan. “Ka … kau mempermainkanku?”Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Rileks tuan Damian.” “Rileks.” Meisya membisikkan kata terakhir itu dengan lembut tepat di sebelah telinga Damian, membuat Damian sedikit merinding sehingga mendorong paksa tubuh Meisya agar menjauh darinya. Ia sungguh sudah tak tahan. Hampir-hampir Meisya terjengkang ke belakang karena dorongan Damian, meski begitu ia tetap puas karena berhasil mempermainkan Damian yang punya

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 3 : Gara-Gara Gengsi

    Damian dan Meisya tiba di rumah orang tua Damian. Keduanya terpaksa pulang ke rumah orang tua Damian karena paksaan dari Sam. Keduanya sudah sampai di rumah yang bergerbang tinggi itu. Damian turun dari mobil dibantu oleh Ken, asisten sekaligus temannya. “Kau mau kemana?” Damian keheranan saat melihat Ken bukannya membantunya masuk ke dalam rumah tapi malah kembali memposisikan diri di kursi kemudi. “Mau pulang.” “Kau tidak mengantarku masuk? Kau tau kursi rodaku sedang lowbat kan?” “Iya aku tau. Lalu kenapa?” “Kau serius bertanya kenapa?” Damian menatap tak percaya pada Ken. “Tidakkah kau merasa sebagai asisten, kau harus membantu atasanmu?” lanjut Damian kesal. “Majikan?” Ken menatap jam tangan yang melingkar gagah di pergelangan tangannya, seulas senyum meremehkan muncul di wajah tampannya saat netra cokelatnya menangkap jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00. “Maaf tuan Damian Anderson, tapi jam kerjaku sudah selesai

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 2 : Awal

    Damian menyesap dalam kopi yang sudah kehilangan asapnya itu. Kopinya sudah dingin karena sudah terlalu lama menunggu, sementara yang ditunggu entah kapan datangnya. Damian jadi merasa dibohongi oleh ayahnya karena perempuan yang disebutnya sebagai gadis sopan nyatanya tidak ada sopan-sopannya di mata Damian. “Dengan bapak Damian Anderson?” seorang gadis aneh muncul. Make up-nya begitu tebal sangat kontras dengan cara berpakaiannya yang sederhana. “Perkenalkan saya Meisya Adhikara.” Meisya mengulurkan tangannya. Namun tak ada sambutan baik dari Damian. Melihat uluran tangannya tak berbalas Meisya pun menarik kembali tangannya dengan canggung. “Duduk.” Damian menjawab seadanya. Jika Meisya ingin menganggapnya sebagai pria yang dingin, maka biarlah karena ia sama sekali tak ada niatan untuk bersikap hangat pada Meisya. Ia hanya tak ingin memberikan harapan pada Meisya sementara dirinya sendiri belum sembuh dari lukanya. Baginya Meisya hanyalah syarat u

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 1 : Titik Balik

    “Damian, hentikan mobilnya! Aku mau turun di sini.” Bianca berteriak suaranya terdengar parau, air matanya sudah menggenang namun enggan menetes. Ia takut melihat Damian yang mengemudi seperti orang kesetanan “Tidak sebelum kau menarik permintaan putus sialanmu itu.” hujan deras menghantam kaca mobil. Pandangan Damian mengabur meski wiper sudah bekerja keras, meski sudah begitu ia tetap tidak mengurangi kecepatannya “Damian, dengar! Kita berdua tidak cocok.” Bianca sudah muak. “Tidak cocok, katamu?” Damian tak percaya dengan apa yang dikatakan Bianca, rahangnya mengeras, ia mencengkram erat setir hingga buku tangannya terlihat memutih. “Kau baru mengatakan itu setelah lima tahun bersamaku,” lanjut Damian. “Cukup Damian. Aku tidak ingin berdebat denganmu lagi. Turunkan aku disini.” “Tidak akan. Entah itu putus darimu atau menurunkanmu di tengah jalan, aku tidak akan melakukan keduanya. Kau harus tetap berada disisiku.” “Kau gila

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status