Compartilhar

Bab 5 : Penelpon Misterius

Autor: Elpis
last update Última atualização: 2025-10-29 08:32:16

       “Kau benar-benar lupa apa yang terjadi?”

       Meisya dengan polos hanya mengangguk. Kemudian ia bertanya, “Memang apa yang sudah kulakukan semalam?”

       “Sudahlah. Lupakan saja!” Damian memutar kursi rodanya, berbalik kemudian pergi ke kamar mandi. 

       Damian menyalakan shower membiarkan air membasahi tubuhnya. Kepalanya dipenuhi dengan adegan-adegan semalam yang membuatnya kesulitan tidur. Semalam Meisya terus saja mengigau meminta tolong dan meminta untuk berhenti dipukul. Puncaknya terjadi saat sebuah sambaran petir yang terdengar nyaring mengejutkan Meisya yang sedang tertidur. Meisya terbangun seketika itu lalu menjerit histeris seperti orang ketakutan. Meisya baru tenang setelah ia memeluknya. Ia jadi harus memeluk Meisya sepanjang malam tanpa tertidur sedikit pun. 

       Damian keluar dari kamar mandi. Ia tak menemukan Meisya, namun aroma makanan yang tercium begitu lezat membuat Damian mengetahui keberadaan Meisya. Ia segera mengenakan pakaiannya dan segera keluar menuju meja makan. 

       “Ayo sarapan! aku sudah memasak.” 

       “Aku tidak mau. aku …”

Kruyukkk. 

       “Sialan,” umpat Damian dalam hati. disaat ia ingin mempertahankan prinsipnya pertunya justru tidak bisa di ajak kerja sama, Jika bisa ia ingin menghilang saja saking maunya.

       “Baiklah ya sudah. aku makan dulu.” Damian terperangah. Bukankah perutnya tadi berbunyi cukup keras, apa Meisya tak mendengarnya

       “Kau tidak menawariku untuk sarapan lagi?” kata Damian tanpa tahu malu.

       “Untuk apa? katanya tidak mau. kalau tidak mau, yasudah.” Damian terperangah. ia tau dirinya sudah menolak, tapi apa tidak ada tawaran lagi. ibunya biasanya akan membujuknya meski ia sudah menolak.

       “Kau … benar-benar.” Damian kesal setengah mati.

       “Ah, apa anda berharap untuk kutawari makan lagi?” Terlambat. Meisya terlambat peka pada Damian. 

       Damian memutar kursi rodanya. ia sudah sedikit tau dengan kebiasaan Meisya. Meisya hanya menawarkan bantuan sekali, jika ditolak, maka yasudah tak ada tawaran lagi.

       Damian kesal bukan main, dirinya lapar, tapi sudah terlalu gengsi untuk sekedar meminta lagi. Dirinya semakin kesal ketika Ken masuk ke rumahnya tanpa seizinnya. ditambah lagi dengan entengnya Ken duduk di meja makan sarapan bersama Meisya.

       “Dasar dua orang yang tidak peka.”

       “Kau bilang sesuatu?” tanya Ken mendengar gumaman tak jelas Damian.

       “Bukan apa-apa. habiskan makananmu. kau terlihat seperti orang yang tak pernah melihat makanan,” sarkas Damian, ia pergi meninggalkan dua manusia yang tidak peka itu.

                                                                               ***

       Setelah paginya dirusak oleh ketidak pekaan Meisya dan Ken, kini ia sudah berangkat kerja dengan Ken yang duduk di kursi pengemudi dan dirinya di kursi penumpang belakang.

       “Sepertinya malam pertamamu cukup panas. kau main berapa ronde semalam sampai matamu seperti panda.” Ken melihat ke arah spion dalam untuk melihat bagaimana reaksi Damian terhadap candaannya.

       Damian mendelik tajam ke arah spion. Ken terjengit kaget melihat tatapan tajam Damian. “Kau tau Ken, aku belum menemukan orang yang cocok untuk diberangkatkan ke Korea Utara untuk membahas proposal bisnis kita.”

       “A … Aku akan diam sekarang. Kau istirahatlah. Sampai kantor nanti aku akan membangunkanmu.”

       “Cari sarapan dulu!” 

       “Cari sarapan? kau belum sarapan.”

       “Diamlah. cari saja. aku mau sandwich isi daging.”

       “Sayang sekali kau tak sempat mencicipi masakan Meisya padahal masakan Meisya sangat lezat.”

       “Kau sepertinya benar-benar tertarik dengan proyek yang di korea utara. kau mau berangkat kapan biar aku pesankan tiket.” 

       “Tidak. kau ingin makan sandwich dimana? aku yang traktir.” 

       “Tidak perlu. aku akan pesankan kau tiket saja.”

       “Tidak. tunggu. Aku …”

                                                                               ***

       “Masuklah nak!” Hati Meisya menghangat mendengar itu. Sudah lama Meisya tidak dipanggil selembut itu. 

       Meisya menampakkan senyum manisnya. “Bagaimana keadaan mama?”

       “Mama baik sayang,” Nia mengelus rambut halus Meisya. 

       Jika boleh Meisya ingin menangis sekarang. Hatinya begitu merindukan belaian seorang ibu. Namun, air matanya ia tahan, bukan waktunya. sekarang di ruang rawat inap itu sedang ramai oleh keluarga Damian. Jadi tak mungkin ia tiba-tiba menangis hanya karena sebuah usapan. 

       “Bagaimana malam pertama kakak? kak Damian tidak merundung kakak kan?”

       Meisya tersenyum mendengar pertanyaan konyol dari Vani, putri tunggal keluarga Anderson. “Damian bersikap cukup baik padaku.”

       Ucapan Meisya tak ada yang salah. Semalam Damian bersikap cukup baik untuk ukuran orang yang menikah tanpa cinta. Jika ada yang merasa terbully atau merasa kesulitan, maka Damian lah orangnya. Gengsi yang terlalu tinggi untuk menerima bantuan dari Meisya telah menyiksanya sepanjang malam.

       “Ma, papa mau berangkat ya, soalnya mau ada meeting sebentar lagi.” 

Setelah Sam pergi. Vano dan Vani juga ikut pergi. Kini tersisa Meisya dan Nia saja. Tangan Meisya terlihat sibuk memotongkan buah untuk sang ibu mertua.

       “Nak, mama mau bicara sesuatu sama kamu, boleh?” 

Meisya menghentikan kegiatannya. Ia menyodorkan buah yang sudah dipotong kepada Nia. “Ibu ingin bicara apa?”

       “Kau … bisakah kau membujuk Damian untuk melakukan perawatan. Mama sangat khawatir melihat keadaannya.” 

       “Ma, Aku ….”

       “Mama mohon sayang. Bisakah kau melakukannya untukku?”

Tak bisa. Aku tak bisa melakukannya. Harusnya itulah yang keluar dari mulut Meisya. Tapi semua itu hanya tertahan di tenggorokan.

       “Baiklah ma, aku akan mencoba untuk membujuknya.” Seharusnya tak begini. Meisya harusnya menolak. Tapi hatinya jadi melemah karena ibu mertuanya itu begitu memohon padanya.

       “Terima kasih. Kau tau, Damian dulu tidak seperti ini. Dia orang ceria dan sedikit usil terutama pada adik-adiknya.”

       Nia menggeleng sedih lalu melanjutkan, “Tapi semenjak kecelakaan itu semuanya berubah. Wajahnya jadi suram, dan pribadinya menjadi dingin.” 

       Aura suram? Kepribadian dingin? Entahlah. Yang Meisya lihat hanya Damian, seorang tuan muda dengan gengsi tinggi. Menghadapinya seperti menghadapi anak kecil.

       “Kau tahu, sebelumnya Damian tidak berniat untuk menikah, ia berencana untuk melajang sepanjang hidupnya. Tapi, mama tidak tega melihatnya jadi mama memaksanya untuk menikah denganmu.”

       “Seharusnya mama minta maaf padamu, bukan meminta tolong padamu.”

“Sungguh Meisya maafkan mama.” Nia meneteskan air mata, ia merasa bersalah pada Meisya karena bagaimanapun pernikahan itu terjadi atas desakannya.

       Meisya tersenyum. “Ma, mama tidak perlu khawatir aku paham perasaan mama. mama menyayangi Damian. jadi mama melakukan ini semua. mama tidak perlu merasa bersalah padaku. karena aku sendiri juga melakukan hal yang sama.”

       “Melakukan hal yang sama? apa maksudmu?”

       “Ma, sebenarnya aku ….” 

       Ucapan Meisya terjeda oleh dering teleponnya yang berada di atas nakas, Meisya keluar setelah meminta izin pada Nia untuk menjawab teleponnya. 

       “Halo.”

       “....”

       “Apa maksudmu?”

       “....”

       “Tidak. jangan berani-berani kau menyentuh ibuku.”

       “Kalau begitu lakukan perintahku. kau cukup mencurinya dari Damian Anderson. maka ibumu masih akan hidup, setidaknya beberapa hari lagi.” 

       “Sialan kau.”

       “Sst! menantu Anderson tidak boleh berbicara kasar. lakukan saja perintahku. jika tidak mau maka siap-siap kau akan melihat mayat ibumu dalam beberapa hari.”

       “Ah, aku hampir lupa. aku mengirimimu foto ibumu. ku harap kau senang melihatnya.” Dengan tangan gemetar Meisya membuka foto yang orang tersebut maksud. 

       Meisya hampir berteriak saat melihat isi foto itu. di foto itu jelas terlihat ibu Meisya yang sedang koma ditodongi senjata tajam. Tiba-tiba panggilan suara itu dialihkan menjadi panggilan video. Dengan tubuh gemetar Meisya mengangkat panggilan video tersebut.

       Dalam panggilan video tersebut si penelepon memainkan pisau tajam tepat di leher Melinda, Ibu Meisya, yang sedang terbaring koma. Lutut Meisya melemas hingga tak bisa lagi menopang tubuhnya melihat pemandangan itu.

       “Jadi bagaimana gadis manis?”

       “Baik … Baiklah aku akan melakukannya.”

       “Gadis pintar. aku akan menunggu hasil kerjamu. ah! aku tidak melihat wajah Damian yang dikhianati oleh istrinya.”

Bersambung….

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 5 : Penelpon Misterius

    “Kau benar-benar lupa apa yang terjadi?” Meisya dengan polos hanya mengangguk. Kemudian ia bertanya, “Memang apa yang sudah kulakukan semalam?” “Sudahlah. Lupakan saja!” Damian memutar kursi rodanya, berbalik kemudian pergi ke kamar mandi. Damian menyalakan shower membiarkan air membasahi tubuhnya. Kepalanya dipenuhi dengan adegan-adegan semalam yang membuatnya kesulitan tidur. Semalam Meisya terus saja mengigau meminta tolong dan meminta untuk berhenti dipukul. Puncaknya terjadi saat sebuah sambaran petir yang terdengar nyaring mengejutkan Meisya yang sedang tertidur. Meisya terbangun seketika itu lalu menjerit histeris seperti orang ketakutan. Meisya baru tenang setelah ia memeluknya. Ia jadi harus memeluk Meisya sepanjang malam tanpa tertidur sedikit pun. Damian keluar dari kamar mandi. Ia tak menemukan Meisya, namun aroma makanan yang tercium begitu lezat membuat Damian mengetahui keberadaan Meisya. Ia segera mengenakan pakaiannya dan seger

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 4 : Kelakuan Meisya

    Bibir Meisya yang dipoles lipstik merah saat itu tersenyum tipis. “Apakah kau mau mengetahuinya sekarang?” Damian menegang, tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba sebuah senyuman tersungging di bibir Meisya yang dipoles lipstik merah yang membuat Damian salah fokus. Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Pfft. kenapa tiba-tiba Anda begitu tegang Tuan Damian Anderson? jangan bilang anda merasa terintimidasi oleh gadis yang bahkan lima tahun lebih muda dari Anda.” Alis mata Damian menukik tajam. Ia merasa dipermainkan. “Ka … kau mempermainkanku?”Meisya menepuk ringan bahu Damian. “Rileks tuan Damian.” “Rileks.” Meisya membisikkan kata terakhir itu dengan lembut tepat di sebelah telinga Damian, membuat Damian sedikit merinding sehingga mendorong paksa tubuh Meisya agar menjauh darinya. Ia sungguh sudah tak tahan. Hampir-hampir Meisya terjengkang ke belakang karena dorongan Damian, meski begitu ia tetap puas karena berhasil mempermainkan Damian yang punya

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 3 : Gara-Gara Gengsi

    Damian dan Meisya tiba di rumah orang tua Damian. Keduanya terpaksa pulang ke rumah orang tua Damian karena paksaan dari Sam. Keduanya sudah sampai di rumah yang bergerbang tinggi itu. Damian turun dari mobil dibantu oleh Ken, asisten sekaligus temannya. “Kau mau kemana?” Damian keheranan saat melihat Ken bukannya membantunya masuk ke dalam rumah tapi malah kembali memposisikan diri di kursi kemudi. “Mau pulang.” “Kau tidak mengantarku masuk? Kau tau kursi rodaku sedang lowbat kan?” “Iya aku tau. Lalu kenapa?” “Kau serius bertanya kenapa?” Damian menatap tak percaya pada Ken. “Tidakkah kau merasa sebagai asisten, kau harus membantu atasanmu?” lanjut Damian kesal. “Majikan?” Ken menatap jam tangan yang melingkar gagah di pergelangan tangannya, seulas senyum meremehkan muncul di wajah tampannya saat netra cokelatnya menangkap jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00. “Maaf tuan Damian Anderson, tapi jam kerjaku sudah selesai

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 2 : Awal

    Damian menyesap dalam kopi yang sudah kehilangan asapnya itu. Kopinya sudah dingin karena sudah terlalu lama menunggu, sementara yang ditunggu entah kapan datangnya. Damian jadi merasa dibohongi oleh ayahnya karena perempuan yang disebutnya sebagai gadis sopan nyatanya tidak ada sopan-sopannya di mata Damian. “Dengan bapak Damian Anderson?” seorang gadis aneh muncul. Make up-nya begitu tebal sangat kontras dengan cara berpakaiannya yang sederhana. “Perkenalkan saya Meisya Adhikara.” Meisya mengulurkan tangannya. Namun tak ada sambutan baik dari Damian. Melihat uluran tangannya tak berbalas Meisya pun menarik kembali tangannya dengan canggung. “Duduk.” Damian menjawab seadanya. Jika Meisya ingin menganggapnya sebagai pria yang dingin, maka biarlah karena ia sama sekali tak ada niatan untuk bersikap hangat pada Meisya. Ia hanya tak ingin memberikan harapan pada Meisya sementara dirinya sendiri belum sembuh dari lukanya. Baginya Meisya hanyalah syarat u

  • Rahasia Dibalik Makeup Tebal Meisya   Bab 1 : Titik Balik

    “Damian, hentikan mobilnya! Aku mau turun di sini.” Bianca berteriak suaranya terdengar parau, air matanya sudah menggenang namun enggan menetes. Ia takut melihat Damian yang mengemudi seperti orang kesetanan “Tidak sebelum kau menarik permintaan putus sialanmu itu.” hujan deras menghantam kaca mobil. Pandangan Damian mengabur meski wiper sudah bekerja keras, meski sudah begitu ia tetap tidak mengurangi kecepatannya “Damian, dengar! Kita berdua tidak cocok.” Bianca sudah muak. “Tidak cocok, katamu?” Damian tak percaya dengan apa yang dikatakan Bianca, rahangnya mengeras, ia mencengkram erat setir hingga buku tangannya terlihat memutih. “Kau baru mengatakan itu setelah lima tahun bersamaku,” lanjut Damian. “Cukup Damian. Aku tidak ingin berdebat denganmu lagi. Turunkan aku disini.” “Tidak akan. Entah itu putus darimu atau menurunkanmu di tengah jalan, aku tidak akan melakukan keduanya. Kau harus tetap berada disisiku.” “Kau gila

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status