Share

Bab 4

"Aku talak kamu Irani Mayangsari."

Hancur sudah rumah tangga yang selama ini Irani bangun bersama Aditya. Ibarat sebuah kaca yang dilempar dengan batu besar dan kaca itu hancur berkeping-keping seperti itulah bahtera rumah tangga Irani saat ini.

'Tenang, sabar, kuasai dan jangan berdebat lagi Irani,' pikir wanita itu berusaha tetap tenang dan tidak ingin menunjukkan emosinya di depan Aditya.

Sejak Irani tahu suaminya memiliki selingkuhan dan sudah menikah siri, sejak saat itu Irani tidak berharap lagi akan melanjutkan pernikahannya dengan Aditya. Perempuan itu hanya menunggu saat yang tepat untuk bercerai, dan mungkin sekarang sudah saatnya.

"Beberapa hari ini kamu sudah kelewat batas Irani, kalau kamu tidak berani sama aku, mungkin aku masih bisa memberimu kesempatan dan posisi sebagai istriku," kata Aditya.

Seperti biasa Irani hanya tersenyum miring mendengar itu. "Kamu pikir aku sangat menginginkan posisi itu mas? Posisi menjadi istrimu? Kalaupun kamu mau kasih aku kesempatan aku juga tidak akan mengambilnya mas, tenang saja! Aku sudah tidak membutuhkannya—"

"Ya tentu saja. Karena Tarina jauh lebih berhak daripada kamu."

"Terimakasih, terimakasih sudah melepasku, aku merasa bersyukur bisa terbebas dari laki-laki tukang selingkuh sepertimu," ujar Irani berusaha sekeras mungkin untuk tetap tenang.

Dia membiarkan Aditya berpikir buruk dan salah terhadapnya kalau dia tidak bisa apa-apa tanpa Aditya. Itu tidak masalah, kadang-kadang kita memang harus membiarkan orang lain berpikir keliru.

Bagi Irani, dia harus menghadapi semuanya dengan sikap tenang, baginya tenang adalah hal yang mahal. Bersikap diam bukan berarti kalah, namun itu adalah bentuk pengendalian diri.

Prinsip yang Irani pegang adalah tenang, tenang seperti laut yang dalam. Semakin tenang sebuah lautan maka semakin dalam pula lautan itu dan pada waktunya dia akan menenggelamkan segalanya.

"Jangan sok kamu Irani. Setelah ini kamu ga akan bisa hidup enak lagi."

"Wah," ujar Irani menatap Aditya dengan berani. "Apa benar begitu mas? Bagaimana kalau hidupku jauh lebih baik dan lebih bahagia setelah ini?"

Aditya mentertawakan Irani yang ia pikir tidak akan mungkin seperti itu. "Iya kamu harus mencari laki-laki yang mau menerimamu supaya kamu bisa hidup bahagia. Lagipula siapa yang mau sama janda yang ga punya apa-apa," hina Aditya dengan kesombongannya.

Irani hanya diam dan dia pikir tidak perlu menunjukkan apa yang ia miliki sekarang. Dia pikir akan membiarkan Aditya dan selingkuhannya merasa menang atas semua itu tapi Irani juga tidak ingin merasa kalah dalam hal ini.

Pagi hari Irani sudah siap untuk angkat kaki dari rumah Aditya dan membawa Mishka bersamanya. Irani akan menempati rumah yang yang baru saja Ia beli setelah mengetahui perselingkuhan suaminya saat itu.

Hari ini Aditya memberitahukan kabar perceraiannya pada Tarina. "Aku sudah menalaknya, kita akan membereskan kasus perceraian ini secepatnya," kata Aditya pada Tarina.

Tentu saja wanita itu sangat senang mendapatkan kebahagiaan itu. "Makasih ya sayang, udah tepatin janji kamu sama aku," ujar Tarina sambil memeluk Aditya dengan manja.

"Setelah ini, kita akan hidup bahagia," lanjutnya lagi.

Ya Tarina pikir segampang itulah kehidupannya bersama Aditya nanti. Dia menjadi istri dan nyonya di rumah Aditya, lalu memiliki anak dan hidup terjamin bahagia selamanya.

"Tapi aku tetap harus memperjuangakan hak asuh Mishka," kata Aditya.

"Ya udah gapapa, aku dukung kok," kata Tarina meskipun dia tidak suka Aditya memperjuangkan hak asuh Mishka.

Hari itu kebetulan Tarina bertemu dengan Irani. Aditya sudah lebih dulu kembali ke kantor dan Tarina masih di mall jalan-jalan.

"Hai mb Ira, apa kabar sekarang mba?" sapa Tarina bermaksud menyindir Irani setelah diceraikan oleh Aditya.

"Kamu pikir apa? Aku akan menangis guling-guling sambil memohon pada Aditya untuk pertahanin aku? Sorry ya Tarina, bukankah kalau di sekitar ada belatung sudah seharusnya kita meninggalkannya atau membersihkannya? Pasti kamu tahu apa maksudku."

Tarina menatap Irani dengan wajah tidak suka. Dia tahu apa maksud Irani berbicara seperti itu.

"Denger ya mba, jangan sok kamu. Sekarang kamu itu udah ga punya apa-apa lagi–"

"Oh ya?" Irani segera menyela ucapan Tarina yang sudah mulai menghinanya.  "Bagaimana kalau aku punya banyak hal yang ga kamu punya?"

"Hahaha apa? Sesuatu yang kamu punya itu cuma mas Aditya mba, dia segalanya bagimu tapi sekarang mas Aditya udah ga pilih kamu mba."

Irani tidak menampakkan emosinya sedikitpun di depan Tarina, dirinya harus tetap kuat dan tenang menghadapi semua ini.

Sama seperti saat Irani membiarkan Aditya menghinanya tidak memiliki apa-apa. Irani juga membiarkan Tarina berpikiran hal yang sama.

"Itulah bedanya kelasmu dan kelasku Tarina. Kelas pelakor sepertimu memang hanya bisa berpikiran pendek seperti itu. Tidak masalah, ambil saja suamiku karena aku justru kasihan sama kamu. Lagipula pengkhianat memang cocok dengan pengkhinat."

"JAGA MULUTMU MBA!" peringat Tarina sambil menunjuk wajah Irani. Dia sungguh emosi dengan apa yang Irani katakan. "Lagipula perilakumu juga menunjukkan kelasmu yang rendahan. Kamu cuma perempuan kampung yang dinikahi laki-laki kaya seperti Mas Aditya. Tapi kembali aku peringatkan mba, bahwa perempuan miskin dan kampungan sepertimu tidak akan bisa membuat suamimu betah dan bertahan sama kamu. Sejatinya kayu bakar yang dipungut dari hutan tidak akan pernah bisa dan mustahil menjadi emas meskipun diletakkan di istana dan dijaga oleh raja."

Setelah Irani merasa ceramah Tarina sudah selesai barulah dengan tenang, Irani menurunkan jari telunjuk Tarina dan tersenyum padanya.

"Apa yang kamu katakan memang benar Tarina, lagipula konotasimu itu tidak sesuai untukku. Tapi baiklah kalau kamu menganggapku seperti itu. Kayu bakar memang tidak akan bisa menjadi emas, tapi jangan lupa kalau dia juga bisa membakar habis istana yang kamu bilang ditempati oleh raja dan para penghuni di dalamnya termasuk pelakor sepertimu, tunggu saja bagaimana aku akan membakar habis kesombonganmu itu."

Irani hanya melihat hidung Tarina yang kembang kempis dengan wajahnya yang menatap dirinya dengan penuh kebencian.

"Oowh tenang saja Tarina, jangan memelihara emosimu itu. Kamu ke sini karena ingin shopping kan? Lihat! Aku sudah belanja sebanyak ini, tapi kamu masih belum membawa apa-apa. Ayo lebih baik kamu belanja saja," ujar Irani sambil memperlihatkan barang-barang belanjaannya yang sangat mahal hingga Tarina terkejut.

Tarina menjadi penasaran darimana Irani mendapatkan uang untuk belanja sebanyak itu, padahal setahunya, Aditya sudah mengurangi uang belanjanya dan tidak memberikan uang lebih pada Irani.

Melihat ekspresi wajah Tarina yang melihat pada barang-barang belanjanya membuat Irani tahu bahwa Tarina pasti penasaran dengannya.

"Kenapa lihat barang-barangku seperti orang bingung begini Tarina? Kamu mau juga? Atau penasaran dengan harganya? Ah ini hanya barang-barang biasa yang dibeli oleh orang miskin sepertiku, kamu yang sangat kaya pasti tidak akan tahu," ujar Irani mencoba merendah padahal barang-barang itu harganya sangat fantastis.

Tarina hanya menyimpan rasa penasarannya saja dan berpikir untuk mencaritahu lewat Aditya.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status