Share

6. Cinta Untuk Adisti

Setelah membereskan pakaian Anilla dan beberapa barang kesayangannya. Mereka memutuskan langsung pulang ke rumah Bagas. Dalam hati, Anilla hanya berharap baik-baik saja. Meskipun rasa cemas terus bergelayut dalam pikirannya. Cemas membayangkan kalau istri pertama Bagas akan menjambak rambutnya yang selalu dia rawat. Membayangkan pukulan demi pukulan akan dia terima. Dengan menghela napas panjang Anilla hanya bisa pasrah. "Nasi sudah jadi bubur, Anilla. Jalani semua ini dengan ikhlas!" batin Anilla berkata.

Perjalanan yang terasa panjang, pasalnya baru kali ini Anilla datang ke rumah Bagas. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, selama perjalanan benaknya hanya diliputi oleh semua pemikiran yang belum terjadi. Memang karakter Anilla seperti itu, dia gadis yang selalu terlihat ceria dan tenang padahal kenyataannya dia seorang gadis yang selalu merasa cemas dan manja.

"Kamu mau makan dulu, Ann?" Bariton Bagas memecah keheningan. 

Netra Anilla beralih pada sumber suara. "Tumben perhatian? Apa ini bentuk rasa kasihan?" tanya Anilla dengan nada ejekan.

"Jangan mulai, Ann. Hari ini sudah berapa kali kamu membuat otak ku terasa tersengat listrik karena kata-kata kamu. Bicara yang sopan, Ann!" Bentak Bagas, terlihat oleh Anilla dada Bagas yang turun naik, wajahnya mulai memerah menahan rasa marah.

Dengan menarik senyum smrik, Anilla berkata, "Harusnya aku yang kayak gitu, Mas. Harusnya aku laporkan kamu dan istri kamu ke polisi, karena perbuatan tidak menyenangkan!"

Mendengar perkataan Anilla, Bagas langsung membanting stirnya ke arah trotoar, untung saja kala itu tak ada pejalan kaki.

Anilla hanya bisa mengatur napasnya karena syok dengan perlakuan Bagas. Tangan kirinya refleks meraih handle yang ada di atas pintu.

"Ahhkkhh, Mas! Apa yang sudah kamu lakukan?" teriak Anilla karena kepalanya terbentur jendela kaca mobil.

Tanpa pikir panjang, Bagas langsung membuka sabuk pengaman dan  meraup wajah Anilla. Dia memiringkan wajah sedangkan tangannya menarik kepala Anilla. Bibirnya ranumnya kini memagut paksa bibir Anilla tanpa basa-basi.

Mata Anilla membulat karena kelakuan suaminya ini. Tangan kirinya memukul lengan Bagas sedangkan tangan kanannya menumpu pada kursi. 

Pagutan Bagas semakin ganas, dia semakin menikmatinya, semakin Anilla berontak tangannya menjalar bebas menyentuh tubuh Anilla.

"Mas, lepas!" teriakan Anilla begitu  sia-sia karena Bagas semakin asik memagut tanpa mempedulikan lagi erangan Anilla. 

Dia menurunkan kursi mobil dan kini tubuh Anilla terlentang di hadapannya. Perlahan Bagas membuka sabuk pengaman Anilla. Netranya tajam menatap pada wajah Anilla yang telah basah oleh lelehan air mata yang tak mampu terhenti.

"Sebelum kamu melaporkan kami pada polisi, aku akan menghukum kamu dan keluarga kamu, Ann. Aku tidak segan melaporkan Ayah dan Ambu ke pihak kepolisian juga!" Ancam Bagas begitu menyayat di indera pendengaran Anilla.

"Apa yang tengah kamu pikirkan, Mas. Kenapa kamu selalu mengancam aku atas nama Ayah dan Ambu. Padahal kini, mereka juga orang tua kamu, Mas!" tegas Anilla yang sudah mulai bosan dengan aroma soft gentle dari tubuh Bagas. Dulu sebelum menikah Anilla sangat menyukai aroma parfum yang dipakai Bagas. Namun, sekarang semua berbalik. Dia merasakan bau yang sangat menyengat terganti dengan bau kebencian.

"Itu tergantung dari sikap kamu, Ann. Kalau kamu menghormati aku sebagai suami kamu. Maka aku tidak akan melaporkan mereka, tapi sebaliknya apabila kamu banyak membantah! Ingat Ayah dan Ambu kamu yang akan mendekam di dalam penjara, ngerti kamu, Anilla Prameswari!" perintah Bagas, terasa nyanyian horor di telinga Anilla. 

Kini benaknya makin berkecamuk, pasrah! Ya, hanya kata ini yang bisa terkumpul dalam batinnya.

"Ok, Mas aku tidak akan mengulangi lagi ucapan kasar aku, jadi tolong beranjak dari tubuhku. Berat, Mas!" lirihnya dengan tatapan sendu.

Mendengar hal itu, Bagas menarik kembali senyumannya. "Bagus! Ternyata istri kecilku begitu pintar, ya!" ejek Bagas kembali terdengar, seakan melumpuhkan keberanian Anilla yang kini tak berdaya di bawah tubuh kekar Bagas.

"Tapi karena posisi kamu sudah pas, bagaimana kalau kita lanjutkan permainan kecil ini di dalam mobil. Kamu akan menyukainya, Ann!" Bibirnya kembali melumat bibir Anilla yang telah basah karena ulahnya.

Tanpa berkata, Anilla hanya bisa pasrah mengikuti permainan suaminya. Tangan Bagas mulai nakal menyentuh bagian sensitif yang ada diantara kedua kakinya. Anilla hanya bisa menikmati tanpa berkata. 

"Kamu suka, Ann?" tanya Bagas sembari mengecup pipi Anilla yang lembut. Kini dia sangat suka menyentuh istri keduanya ini. Padahal ketika Adisti meminta Bagas menikahi Anilla, dia berjanji hanya menyentuh Anilla ketika  berada pada masa subur. 

"Kamu sudah membuat aku mabuk, Ann. Aku suka wangi tubuhmu! Apa kamu menyukaiku, Ann?" Tangannya membuka satu persatu kancing kemeja yang Anilla pakai. Sentuhan lembut dari tangan Bagas mampu membuat Anilla tersihir. Walaupun, ada rasa jijik pada suaminya ini, dia tidak bisa menghindar dari setiap sentuhannya. Rasa hangat dan sensasi berbeda yang kini tengah merajai dirinya.

Menatap istrinya yang mulai terbuai dengan sentuhannya, Bagas tidak menyiakan momen ini. Tubuh kekarnya  perlahan menaiki tubuh Anilla. "Aku tidak akan kasar, Sayang!" Bibirnya terus memberikan pagutan halus di bibir Anilla.

Anilla memejamkan matanya, dia pun sudah pasrah dengan kondisi ini. "Nikmati saja, Anilla. Kamu harus ingat dosa yang lebih besar, apabila menolak ajakan suami!" lirih Anilla dalam batin.

Bagas menurunkan celana panjangnya bersiap membawa Anilla pada buaian terindah.

Tok! 

Tok! 

Tok!

Ketukan terdengar dari luar, sontak membuat Bagas terkejut ketika seorang anak kecil mengetuk kaca mobil. Anilla hanya tersenyum kecil sembari membenarkan posisi duduk dan mengancingkan kembali kemeja yang telah berantakan karena ulah Bagas.

"Rapihkan rambut kamu, Ann! Jangan sampai orang berpikir kita melakukan hal yang tidak-tidak di dalam mobil!" Bariton Bagas terdengar memerintah.

"Sudah, Mas. Aku juga tahu, gak usah diberi wejangan!" jawab Anilla dengan nada ketus.

Bagas menurunkan kaca jendela mobil dan memberikan Anilla dua lembar uang merah yang dia ambil dari dompetnya. "Apa ini tidak kebanyakan, Mas?" tanya Anilla yang masih terheran dengan sifat manusia minus rasa yang bergelar suami.

"Tak apa, Ann. Berikan saja, kita tidak tau dengan uang yang kita beri apakah membantunya untuk berbuat baik atau berbuat jahat? Tapi, setidaknya kita sudah membuat mereka gembira!" tutur Bagas menjelaskan.

Netra Anilla kini berbinar menatap Bagas penuh arti. Dia tidak menyangka Bagas akan mempunyai pemikiran bak malaikat penolong. "Mungkin suatu saat kita akan bersama dalam cintanya yang tulus, Mas!" gumam Anilla yang tidak terdengar jelas karena truk besar melewati mobil Bagas.

Dengan senyuman penuh kasih, Anilla memberikan uang pada anak kecil yang terlihat lusuh dengan pakaian compang camping. Wajahnya hitam terkena sorot cahaya matahari yang mulai meninggi.

"Terima kasih, Mbak! Semoga kalian berdua selalu bahagia, ya!" Senyuman tercipta dari wajah polos. Netranya berbinar ketika Anilla memasukan uang berwarna merah.  

"Aku tidak akan melupakan kebaikan kalian, Mbak. Uang ini akan aku belikan untuk obat ibu yang sedang sakit. Terima kasih, Mbak, Mas!" Dia berlalu dengan memainkan alat musik yang terbuat dari tutup kaleng bekas.

Setelah menutup kaca jendela, Anilla menatap kagum pada Bagas, dia tidak menyangka apabila Bagas memiliki jiwa  humanis yang tinggi.

"Apa lihat-lihat? Biasa saja! Aku hanya memberikan jatah mereka yang masih tersimpan di dompet. Jangan terlalu memuji dengan tatapan seperti itu!" ketus Bagas, tangannya kembali memainkan stir dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Begitu banyak pertanyaan yang ada dalam benak Anilla pada saat ini. Menghadapi suaminya yang terkadang menyebalkan, tapi disisi lain bisa berhati malaikat. "Duh, Gusti. Semoga semuanya bisa aku jalani. Baik senang ataupun sudah, aku akan mencoba menjadi istri yang diridhoi suami." Dia tersenyum sendiri dengan perkataan yang hanya bisa didengar oleh dia sendiri.

Bagas menatap sekilas pada Anilla yang mulai berubah, "Semoga hati ini bisa mencintai kamu, Ann. Karena pada saat ini aku belum bisa membagi cintaku. Cintaku begitu besar pada Adisti. Maafkan aku, Ann!" lirih Bagas dalam hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status