Share

Rapuh
Rapuh
Penulis: Adissutria Adiss

Part 1, Hari Pertama

Siska Anastasya Putri, gadis yang baru berusia 17 tahun itu sedang mencari jati diri di sebuah kota yang begitu padat penduduknya, juga pergaulan yang jika kita tidak pandai memilah dan memilih maka kita akan terjerumus dalam pergaulan bebas. 

  Terkahir dari keluarga yang cukup berada, namun lingkungan yang tak mendukung perkembangannya, membuat gadis itu justru terjelembab pada pergaulan bebas tanpa arah. 

  Masa sekolah yang seharusnya ia nikmati dengan banyak menyerap pelajaran bermakna, justru ia habiskan dengan bermain bersama teman-teman yang membawanya ke pergaulan bebas. 

  Terlahir sebagai anak bungsu dengan memiliki kedua saudara yang jauh usianya dengan dirinya, membuat sosok Siska tak mendapatkan perhatian dari kedua kakaknya, Sandy dan Syam. Dua laki-laki jantan yang seharusnya dapat melindungi dan membatasi pergaulan sang adik justru sibuk dengan urusannya sendiri di bidang elektronik yang mereka kelola. 

  Setiap pagi, Bu Sri. Pembantu sekaligus pengasuh Siska dari kecil, membangunkan Siksa yang harus masuk sekolah dijam tujuh pagi, Siska yang hobinya nongkrong dan bersantai dimalam hari bersama teman-temannya itu, terkadang sangat sulit sekali dibangunkan saat pagi hari. 

  Tok... Tok... Tok.... 

Suara ketukan pintu terdengar sangat nyaring dari dalam kamar Siska, namun ketukan itu justru sama sekali tak menggerakkan tubuh Siska yang masih bersembunyi dibalik selimut tebal miliknya. 

  Alih-alih, karena tak sabar menunggu sang majikan muda membukakan pintu, Bu Sri lebih memilih mencari kunci serep untuk membuka pintu kamar Siska yang terkunci. 

  Wanita yang berusia sekitar 40 tahun itu akhirnya masuk dan mendekati ranjang tempat tidur Siska, sambil beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya karena masih mendapati Siska sedang tidur. 

  "Subhanallah, ini anak kebo sekali! Apa tidak mendengar Ibu mengetuk pintu beberapa kali!" 

  Gerutu Bu Sri yang dengan berani menarik selimut Siska dan mematikan AC yang membuatnya betah berlama-lama di kamar. Siska yang merasa ruangannya sudah mulai panas dan pengap karena AC yang menyejukkan ruangannya, tiba-tiba dimatikan begitu saja oleh Bu Sri. 

  "Aduh! Kenapa AC nya dimatikan si, Bu!" 

  Siska bangkit dari tempat tidurnya dengan wajah yang kesal dan kedua mata yang masih terpejam. 

  "Non Siska, ini hari senin dan sudah pukul 6:30, apa Non lupa ini hari pertama Non masuk sekolah?!"

  Bu Sri menegur Siska dengan penuh keberanian, karena ia yakin bahwa Nyonya Salwa Wijaya dan Tuan Hardi Kusuma itu tidak akan memprotes dirinya, karena selain Bu Sri sudah dianggap sebagai Ibu pengganti saat Nyonya Salwa tak di rumah, mereka juga sudah menganggap Bu Sri sebagai pecut untuk putri satu-satunya itu. 

  "Ya.. Ya... Siska akan bangun dan berangkat sekolah! Ibu ini bawel sekali!"

  Siska yang tak ada sopan-sopannya kepada Bu Sri itu, berjalan menuju kamar mandi dan hanya mencuci wajahnya. Kemudian menempelkan make up sederhana untuk menyegarkan wajahnya yang masih layu. 

  Setelah memakai seragam abu-abu itu dengan sempurna, Siska menuruni anak tangga untuk menikmati sarapan pagi. Seperti biasa, di meja makan Siska akan bertemu dengan kedua orang tuanya yang sudah sangat rapi untuk pergi ke kantor dan kedua kakaknya yang juga sudah rapi untuk pergi ke toko besar elektronik yang sedang maju dengan pesat itu. 

 Wajah mereka sangat serius menikmati sarapan pagi, sampai mereka tak ada niat untuk menyapa Siska yang baru ikut bergabung dengan mereka. 

  Dengan hati kesal dan tidak puas, Siska memilih untuk tidak melanjutkan sarapan paginya. 

  "Siska berangkat dulu," ucapnya dengan cetus. 

  "Loh, kok nggak dihabiskan dulu sarapannya?" Tanya Mami Salwa. 

  "Nggak nafsu?!" 

 Jawab Siska yang langsung pergi meninggalkan mereka. Begitulah setiap hari yang Siska rasakan, ia seperti berhadapan dengan lingkungan yang mewarisi sikap beruang kutup utara, dingin dan menakutkan. 

  Tak ada sikap lembut dan ramah, sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Terkesan keluarga itu saling tak perduli dengan perasaan satu sama lain, hal itulah yang membuat Siska tak betah di rumah, ia lebih memilih untuk nongkrong bersama teman-teman yang senasib dengan dirinya. 

  Pak Hadi, supir yang juga sudah berkeja lama itu bertugas mengantarkan Siska sekolah, Pak Hadi sangat tahu bahwa anak majikannya itu sangat nakal. Siska sering menyuap Pak Hadi dengan beberapa lembar uang untuk merahasiakan tingkahnya yang sering bolos sekolah itu. 

  Sekolah juga tak berani menegur Siska dengan tindakan yang lebih serius lagi, karena selain kedua orang tua yang berpengaruh penting di sekolah itu, Siska juga masuk dalam kategori anak yang pintar dan cerdas, meskipun kepintarannya justru tertutupi dengan sikap nakalnya. 

  "Pak, ayo kita jalan!" Perintah Siska. 

  "Baik Non."

  Dengan cepat Pak Hadi yang sudah berumur hampir 45 tahun itu membukakan pintu mobil untuk Siska, namun tiba-tiba Mami Salwa datang menghampiri Siska yang sudah siap duduk di kursi tengahnya. 

  "Sayang, apa uang jajanmu sudah habis?" tanya Mami Salwa. 

  Siska mengangguk pelan tanpa menjawab pertanyaan Mami Salwa. Dengan melempar senyum Mami Salwa memberikan 10 lembar uang seratus ribuan untuk Siska. 

  "Cukup kan untuk kamu jajan hari ini?" tanya Mami Salwa lagi. 

  "Ya." 

  Siska menjawab dengan datar. Setelah itu meminta Pak Hadi untuk segera mengantarkannya ke sekolah. Sepanjang perjalanan Siska menangis kesal, ia ingin sekali menolak uang pemberian kedua orang tuanya dan ingin sekali menukar uang itu dengan kasih sayang yang sudah hampir empat tahun belakangan ini tidak ia rasakan. 

 Pak Hadi yang melihat majikan kecilnya itu sedang bersedih mencoba untuk menghibur Siska. 

  "Kenapa Non bersedih seperti ini?" tanya Pak Hadi membuka suara. 

  "Yang Siska butuhkan bukan lembaran-lembaran uang ini, Pak. Tapi perhatian Mami dan kasih sayang Papi!" Siska menjawab dengan air mata yang membasahi pipinya. 

  "Mungkin karena mereka sangat sibuk, Non. Dan semua pengorbanan mereka juga untuk masa depan Non Siska," tambah Pak Hadi. 

  "Tapi setidaknya, mereka harus tahu waktu, Pak. Dan memberikan sedikit saja perhatian mereka untuk Siska!" 

  Dengan kesal dan marah, Siska mengeluarkan kesedihannya di hadapan Pak Hadi. Hanya Pak Hadi dan Bu Sri lah tempat Siska mengeluh. Karena hanya mereka yang selalu ada disetiap Siska membutuhkan. Tak terasa mobil yang di kendarai oleh Pak Hadi sudah memasuki area sekolah. Pak Hadi pun meminta Siska untuk menghentikan kesedihannya. 

 "Non, ini hari pertama Non masuk sekolah, memakai seragam yang berbeda dengan seragam sebelumnya, itu artinya Non sudah mulai tumbuh besar dan akan menginjak masa dewasa, semoga Non bisa menyerap ilmu dengan baik di sekolah baru ini, ya."

  Suara nasehat lembut itu selalu menyadarkan Siska dan mendamaikan hatinya, walau sebenarnya yang ia inginkan adalah Papi nya. Namun karena kesibukan membuat sang Papi tak pernah memberikan semangat-semangat kecil untuk seorang Siska. 

  "Terima kasih, Pak." Jawab Siska yang langsung turun setelah Pak Hadi membukakan pintu mobilnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status