Beranda / Romansa / Rasaku Ditelanjangi / Bab 6: Pura-Pura Biasa

Share

Bab 6: Pura-Pura Biasa

Penulis: AYURI
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 10:49:34

Suara pintu ruang kerja ditutup pelan.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum duduk di kursinya.

Dinas luar itu baru berakhir kemarin, tapi bekasnya seperti belum selesai. Masih tersisa di udara, masih menempel di kulitnya, masih terasa ketika matanya tak sengaja bertemu mata Arga tadi pagi di lorong kantor.

Dia tak bicara apa pun. Hanya senyum kecil. Tapi senyumnya itu… menjalar seperti arus panas ke leher Ajeng.

“Ajeng, laporan perjalanan kemarin tolong dikompilasi ya, paling lambat Jumat besok kita laporkan,” suara Pak Hary dari ruangan sebelah terdengar jelas.

“Siap, Pak,” sahutnya cepat, lalu kembali menatap layar. Berusaha fokus.

 Sekeras apapun aku fokus, aku tidak bisa. Karena memang benar. Sepanjang perjalanan pulang, mobil itu penuh tawa rekan kerja mereka. Tapi hanya aku dan Arga yang tahu betapa sunyinya dunia mereka sendiri di dalamnya. Sunyi yang mendebarkan. Sunyi yang membuat aku terlalu sadar akan posisi duduknya di belakang Arga. Bagaimana dia memperhatikan tangan Arga menggenggam setir dengan tenang, dan betapa suara laki-laki itu mengisi ruang sempit dengan denting rasa yang tak bisa ia cegah.

“Ajeng,” suara lembut memanggil dari balik pintu.

Aku menoleh. Arga berdiri di ambang pintu dengan ekspresi santai.

“Bisa bantu aku bentar?”

“Bantu apa?”

“Cuma review laporan perjalananku kemarin, kan kamu yang paling teliti.”

Aku melirik jam, lalu berdiri. “Oke. Tapi cuma sepuluh menit lho ya.”

Mereka berjalan beriringan ke meja kerja Arga. Aku membaca dan mengoreksi laporan milik Arga, dan hening langsung menyergap.

“Gimana kamu tidur setelah perjalanan?” tanya Arga membuka percakapan, aku tau matanya sedari tadi menatapku.

“Lelah, tapi hati lebih capek sih.” jawabku masih mengamati laporan.

“Kenapa?”

“Karena terlalu banyak mikir hal yang nggak boleh dipikirin.”

Arga menatapnya sekarang. Tatapan itu membuat napasku sedikit tercekat. Ia memalingkan wajah.

“Kamu kenapa ngajak aku gym terus sih?” tanyaku, mencoba mengganti atmosfer.

“Karena aku nggak berani ngajak kamu ke tempat lain.”

Aku menahan tawa. “Kamu itu ya…”

“Serius,” ucap Arga pelan. “Gym itu satu-satunya tempat legal buat kita bisa bareng, tanpa dicurigai.”

Aku mengangguk, tapi jantungnya berdegup makin cepat.

“Kamu nyaman nggak, waktu di hotel itu?” tanya Arga lagi, suaranya seperti bisikan yang disamarkan.

Aku diam sejenak. “Nyaman... tapi takut.”

“Takut kenapa?”

“Karena yang nyaman itu biasanya bahaya.”

Arga tersenyum tipis. “Tapi kita nggak ngelakuin apa-apa, kan?”

Aku menatap mata itu. “Kadang yang nggak dilakukan justru lebih terasa daripada yang dilakukan.”

Mereka terdiam. Udara mendadak berat.

Arga mendekat, hanya satu langkah. Tapi cukup untuk membuatku sadar bahwa ruang aman mereka bisa pecah kapan saja.

“Ajeng…”

“Jangan,” bisiknya cepat. “Kita pura-pura biasa, ingat?”

Arga mengangguk pelan. “Iya. Tapi pura-pura juga butuh latihan. Malam ini, kita mulai lagi.”

Aku tertawa tipis, lalu berdiri. “Jangan bikin aku kebiasaan.”

Arga menatapnya. “Aku juga takut jadi kebiasaan. Tapi yang paling aku takutin…”

“Apa?”

“Kalau ternyata… aku nggak bisa pura-pura lagi.”

Aku melangkah pergi, tapi ada sesuatu yang tertinggal di ruang itu—entah napasnya, entah detaknya, atau mungkin... niatnya yang mulai retak.

Di balik punggung Arga, ia tahu, pria itu tak sekadar memandang. Ia mengundang.

Bukan dengan kata, bukan dengan sentuhan.

Tapi dengan cara yang paling berbahaya membuat seorang perempuan menikah merasa... hidup kembali. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 29: Sebelum Fajar

    Tubuhnya masih memelukku dari belakang. Kulit kami bersentuhan tanpa jeda, dan napasnya yang hangat masih menyentuh tengkukku. Tak ada kata, hanya detak jantung yang mulai melambat, mengiringi keheningan yang nyaman.Kepalaku bersandar di lengannya. Mataku baru setengah terpejam saat kulirik jam digital di nakas—12.19. Tuhan. Kami sudah lebih dari dua jam terbenam dalam satu sama lain.Aku menarik napas pelan. Masih ada sisa gemetar di otot pahaku. Bukan hanya karena lelah, tapi karena terlalu lama ditahan oleh rasa yang tak biasa. Arga belum juga melepaskan. Ia hanya memelukku makin erat, seolah tak ingin malam ini berakhir.“Sayang,” bisiknya lembut di belakang telingaku. “Kita harus bersihin diri, ya?”Aku mengangguk kecil. Tubuhku masih berat, tapi aku tahu kami tak bisa berlama-lama. Esok hari masih ada acara pagi yang harus kami hadiri. Dunia luar menunggu. Tapi untuk saat ini, dunia kami hanya berisi pelukan dan kulit yang saling mengenal tanpa kata.Dengan lembut, Arga menarik

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 28: Dalam Satu Tarikan Nafas

    Tubuhku masih gemetar ringan, tersisa dari ledakan yang baru saja meluluhlantakkan seluruh keberadaanku. Tapi bukan hanya tubuhku yang masih bergetar. Hatiku. Nadiku. Napasku.Dan Arga masih di atas tubuhku, dalam keheningan yang syahdu, seolah turut merasakan semuanya dalam satu aliran napas yang sama. Dahi kami bersentuhan. Napas kami bertabrakan. Tidak ada jarak.Tangannya masih menggenggam jemariku yang lembab dan lemas. Lalu pelan-pelan, ia mencium pundakku—hangat, basah, penuh rasa. Seolah ingin mengucapkan terima kasih kepada tubuh yang baru saja memberinya tempat untuk tinggal.Kemudian, dengan satu tarikan napas panjang, ia menarik dirinya keluar dari dalamku. Perlahan. Tidak tergesa. Dan saat ia melepaskannya, aku bisa merasakan setiap milimeter dari kepergiannya—menghangatkan, menyisakan jejak di rongga tubuhku.Sebelum sempat kehilangan, ia langsung membungkuk mencium keningku, lalu pipiku, satu per satu. Keduanya masih basah oleh peluh dan sisa air mata kecil yang entah k

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 27: Dia Belum Selesai

    Tubuhku masih bergetar dalam pelukannya. Nafasku belum sepenuhnya kembali, tapi hatiku telah lebih dulu jatuh tenang di dadanya. Arga tidak terburu-buru. Ia mendekapku, membiarkan jantungku berdetak di antara jarak yang lenyap. Satu tangannya mengusap lenganku pelan, seolah ingin menyampaikan bahwa malam ini belum selesai—bahwa semuanya baru saja dimulai.Ia mencium tengkukku, lembut sekali. “Masih bisa?” bisiknya, napasnya hangat menyentuh kulitku.Aku tak menjawab dengan kata. Hanya menarik jemarinya yang tadi memeluk pinggangku, membawanya ke arah bibirku. Kucium punggung tangannya perlahan, lalu memutar tubuhku hingga aku bisa menatap matanya.Dan dalam diam, aku menyentuhnya, dibalik celana pendek.Tubuhnya masih hangat, tegang, seolah belum benar-benar selesai. Aku membiarkan jemariku menyapunya pelan, merespons kekerasan yang masih penuh rasa itu. Sorot matanya berubah—redup, dalam, tapi menyala.Kemudian ia bangkit dari kasur.Berdiri di ujung ranjang, membuka kaos dan celana

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 26: Pelan Tapi Membakar

    Aku tidak tahu berapa lama ia bermain di dadaku. Tapi waktu terasa melambat.Mungkin karena ia begitu lembut. Mungkin karena aku terlalu menikmatinya.Tangannya kini berada di pahaku, di balik celana pendekku. Ia tidak melepasnya langsung, hanya membelai di balik jeans biru ini. Sentuhannya ringan, nyaris seperti angin—tapi justru itu yang membuatku menggigit bibir, menahan suara.“Relain semua ya,” katanya. “Nggak usah ditahan.”Tangannya mengusap lembut paha bagian dalamku, mendekat ke pusat rasa, tapi belum menyentuh langsung. Sementara bibirnya kembali menjelajahi dadaku, pelan—seolah tubuhku sebuah peta yang ingin ia hafalkan ulang. "Aku udah gak tahan sayang." pintaku manja.Ia mulai menurunkan celanaku perlahan.Aku mengangkat pinggul agar ia lebih mudah melepasnya.Ia mencium bagian bawah perutku, lalu turun ke paha, lutut, dan pergelangan kaki, sebelum kembali naik—membiarkan bibir dan jari-jarinya menandai setiap inci tubuhku dengan rasa.Ia memelukku dulu. Mengusap rambutk

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 25: Lagu Yang Tak Pernah Usai

    Aku tak ingat kapan terakhir kali dunia terasa setenang ini. Hanya dengungan lembut AC, suara air kolam dari balik jendela, dan napas kami—bertemu di udara yang sama, di ruang yang tak seharusnya kami miliki.Tangannya masih di tengkukku, menahan kepalaku tetap dalam pelukannya. Bibirnya melekat pada milikku, mencium seperti mengingat, seperti menghafal ulang apa yang mungkin hilang esok pagi. Tak ada suara, hanya napas kami yang makin tak beraturan, dan detak jantungku yang bergetar di seluruh tubuh.Ia menarik tubuhku pelan, menyandarkanku pada dadanya. Keningku menyentuh lehernya. Aku bisa mencium aroma kulitnya—hangat, samar seperti kayu dan hujan. Tangannya membelai rambutku, jemarinya menyusup lembut ke pangkal leher. Lalu mengusap perlahan punggungku, turun, mengunci punggung bawahku dalam dekapan yang utuh.“Malam ini, giliranku,” bisiknya. Sederhana. Tapi suara itu membuat jantungku berdentum keras.Aku membuka mulut untuk bicara, tapi ia sudah menunduk, mencium bibirku lembu

  • Rasaku Ditelanjangi   Bab 24: Di Balik Pintu 106

    Di kamar, Tyas langsung tertidur. Aku duduk dalam gelap, menatap layar ponsel yang kosong.Tak ada pesan.Tapi aku tahu, dia sedang menunggu. Sama sepertiku.Aku menarik napas dalam. Lalu mulai mengetik, pelan-pelan, dengan hati yang berdegup tak menentu.Aku (23.41): Kamu masih bangun?mylovember: Masih. Aku nunggu kamu ngetik duluan 😌Aku: Aku booking kamar lain.mylovember: Hah? Buat siapa?Aku: Kamar 106. Lantai bawah. Dekat kolam.Aku: Buat kita.Ada jeda cukup lama sebelum ia membalas lagi.mylovember: Kamu sendirian sekarang?Aku: Tyas udah tidur. Aku turun duluan ya. Pintu nggak dikunci.Aku menutup ponsel, berdiri pelan-pelan, memastikan suara langkahku tak membangunkan siapa pun. Lorong kamar sunyi. Lampu-lampu temaram menggantung di dinding, memantulkan bayangan samar ke ubin yang dingin.Di lantai bawah, kamar 106 tampak sunyi. Tirainya tertutup. Lampu taman memantul di permukaan kolam, menciptakan siluet bergelombang di dinding luar kamar. Aku membuka pintu dan masuk. Ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status