Share

BAB 4

Penulis: Bintang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-22 00:02:47

Padang sabana di 240 km sebelah tenggara Nairobi, ibukota Kenya.

Alam di salah satu wilayah di Afrika itu berupa gabungan antara daerah tropis dan subtropis yang menjadi pemicu terbentuknya sistem biotik yang dipenuhi oleh semak perdu dan diselingi beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar. Menyuguhkan pemandangan luar biasa indah.

Penampakan kawanan gajah, banteng, impala dan zebra dengan latar belakang gunung Kilimanjaro yang puncaknya tertutup salju, tak akan cukup memuaskan mata untuk menikmatinya meski berjam-jam lamanya.

Terdengar derap kuda memecah ketenangan dengan laju cepatnya yang membelah angin.

Di atas punggung kuda, seorang pria mengendalikannya dengan tangkas. Sementara tangan kiri pria itu tampak menggenggam gagang sebuah busur sederhana.

“Hiiaahh!” seru pria itu menghela kudanya. Tangan kanannya mengayun lalu beberapa batu terangkat ke udara begitu saja.

Masih di atas kuda hitam sejenis ras Boerperd itu, pria tersebut kemudian melepas tangannya pada tali kekang dan dengan cepat menarik panah dari belakang punggungnya lalu memasangkan anak panah itu pada busur secara tangkas.

Kepalanya ia miringkan dengan mata memicing dan terarah tajam pada satu sasaran.

WUUSSSHH!

Anak panah itu melesat kilat dan menembus batu yang terlempar di udara.

ZAPP!

WUUUSSHHH!

Kembali ia melesatkan anak panah berikutnya.

ZAPP!

Seperti sebelumnya, anak panah itu menembus tepat di tengah batu berdiameter tiga puluh sentimeter.

Beberapa kali ia lakukan itu dengan tetap menunggangi kuda yang secara cepat berlari melalui bebatuan yang terangkat di udara.

Setelah anak panah di punggungnya habis, pria itu kembali memegang tali kekang sang kuda hitam dan mengalungkan busur di lengan kirinya.

“Brother!!”

Sebuah seruan terdengar dari jauh, membuat pria di atas kuda itu menolehkan kepala ke asal suara.

Pria itu menarik tali kekang kuda hitamnya hingga kedua kaki depan kuda itu terangkat.

“Brother!” panggil suara itu lagi yang kemudian disambut senyuman ramah pria di atas kuda hitam.

Terlihat pria itu menepuk punggung sang kuda hitam, memberi isyarat bahwa ia akan segera turun dari punggungnya.

Ketika semuanya dalam ritme normal, siapapun dapat menyaksikan pria itu secara jelas.

Tubuh jangkung dan atletisnya begitu proporsional dan sempurna.

Lengan kemeja flanel yang ia gulung hingga sebatas siku, memperlihatkan garis urat yang begitu jantan pada kedua lengannya saat ia bertumpu untuk melompat turun dari kuda hitam setinggi lebih dari satu setengah meter itu.

Rambut hitamnya tertiup angin yang berembus cukup kencang, namun itu tidak mengganggu pria tersebut.

Helaian rambut depan yang cukup panjang setengah menutupi alisnya yang melekuk bak pedang disertai hidung mancung terpahat tegas dan artistik di atas bibir indahnya yang kini tersenyum lagi pada seorang pria berkulit gelap yang setengah berlari menghampiri dirinya.

“Matteo.”

Ia melangkah dengan tenang, namun menampilkan pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan yang hampir serupa adegan lambat seorang model yang tengah memerankan produk komersial nan eksklusif di televisi.

Bedanya, pria ini nyata.

Aura maskulin yang terasa begitu memikat namun ditutup sempurna oleh ketenangan dan sosok menyendiri pria itu, bukanlah hasil editan layar yang dilakukan secara profesional.

Ia benar-benar menebarkan aura intimidatif dan maskulinitas di atas normal.   

“Kenapa tidak bilang kau ada di Kajiado?” protes pria berkulit gelap yang dipanggil Matteo itu. Ia meninju bahu sang pria penunggang kuda hitam.

Pria itu tertawa kecil lalu menyambut uluran tangan Matteo dan mereka saling berangkulan.

“Apa kabar, Bro?” tanya pria itu pada Matteo.

“Hidupku tidak mudah. Tapi ya, semua baik.”

“Apakah menjadi seorang manager membuatmu kesulitan?”

Matteo mendengkus. “Kau tahu? Sepertinya jauh lebih menyenangkan saat hanya mengandalkan otot-ototku saja. Aku tak perlu pusing memikirkan banyak hal.”

“Istrimu akan mengulitimu jika mendengar ini.” Pria kemeja flanel itu tersenyum lebar. “Apa kau ingin kembali ke posisimu semula?”

“Oh please jangan, Mr. Dubois,” sela Matteo cepat. “Kau benar. Istriku akan benar-benar membunuhku jika aku memberinya uang nafkah nominal yang dulu.”

“Kalau begitu, bertahanlah dengan statusmu saat ini.”

“Aku tahan dengan statusnya. Tapi tak tahan dengan kerjaan dan tanggung jawabnya.”

“Well. Semua seimbang. Dengan posisi lebih tinggi, lahir pula tanggung jawab yang lebih tinggi.”

Matteo menggeleng lemah. “I know, Mr. Dubois. Aku sangat tahu. Lupakan! Itu hanya keluh kesah sesaat!”

Pria berkemeja flanel itu menaikkan sebelah alisnya. “Kalau kau ingin kenaikan gaji, bilang saja.”

“Hey!! Kau pikir aku ini apa? Aku sungguh menikmati pekerjaan ini, you know?” ketus Matteo. “Istri dan anak-anakku sekarang tidak pernah merasakan kelaparan. Dan si sulung akan segera masuk ke Sekolah Menengah Atas. Jika aku ini adalah aku yang dulu, jangankan itu, mungkin anak-anakku tidak akan pernah merasakan bangku sekolah!”

“Dan semua ini karenamu, Bro!” imbuh Matteo lagi.

“Hm.”

“Aku serius, Dean.”

Pria berkemeja flanel yang dipanggil Dean itu hanya menoleh sekilas lalu memalingkan muka ke kiri. Tangannya terangkat ke bibirnya dan mengeluarkan siulan nyaring.

Tak lama terdengar auman keras dan garang dari kejauhan.

Seekor hewan berkaki empat tampak melompat muncul dari balik tanaman perdu tinggi dan berlari cepat ke arah kedua pria itu berdiri.

“Oh tidak!” seru Matteo bergidik ngeri. “Simba! (Singa!)”

“Tenang saja. Itu Sam.”

Matteo yang semula bersembunyi di balik punggung Dean, kemudian beringsut keluar dan memerhatikan seksama hewan buas yang kian mendekat itu.

Surai hitam panjangnya tampak berkibar diterpa angin kala keempat kakinya tetap berlari kencang menuju Dean.

Geraman panjang terdengar ketika singa bersurai hitam itu menerjang tubuh sang pria berkemeja flanel.

“Ahh!!” Matteo berseru kaget.

Meskipun kemudian ia melihat pria berkemeja flanel itu tertawa setelah terjerembab bersama singa besar yang terlihat menimpa tubuhnya, tetap saja Matteo merasakan jantungnya hampir copot melihat terjangan sang raja hutan itu.

Ia tahu, Dean bersahabat dengan singa jantan bersurai hitam itu sejak dulu, tapi tetap saja ia tidak bisa mengontrol rasa takut dan kaget setiap kali melihat hewan pemakan daging itu ada di depan matanya.

“Dean…” keluhnya dengan suara sedikit bergetar.

Dean terlihat bercanda dengan hewan itu dan membuat Matteo mengatupkan giginya saat Dean justru mengusap-usap wajah singa itu dengan santai. Jemarinya yang begitu dekat di area moncong sang raja hutan tampak santai mengelus ataupun mengusapnya.

“Apa kau habis makan, Sam? Kemarilah duduk sini,” ujar Dean menepuk tanah berumput di sisinya.

Bagaikan paham apa yang dikatakan Dean, singa itu merebahkan tubuhnya dan berbaring santai dengan kepala masih tegak lalu menatap Matteo.

“Hush! Jangan lihat aku! Aku ini kurus! Dagingku tidak enak! Mereka itu jauh lebih enak!” ujar Matteo setengah panik menunjuk ke kawanan impala yang berada sekitar tiga ratus meter dari mereka.

“Duduklah, Matt.” Dean berkata sembari mengusap surai lebat milik sang raja hutan.

Sedikit ragu, Matteo pun akhirnya duduk agak jauh dari Dean. Matanya tak lepas dari menatap waspada singa yang kini terlihat memejamkan mata menikmati usapan tangan Dean.

“Kau mencariku?” Dean membuka suara setelah mereka berdua terdiam untuk sekian detik.

“Ya. Aku mencarimu. Aku mendengar kau berada di Kajiado sejak dua hari lalu dari beberapa orang suku Maasai yang pergi ke Nairobi.”

Dean mengangguk. “Aku memang disini sejak dua hari lalu, Matt.”

“Aku pikir kau masih di Botswana atau di Marseille, Perancis. Mengapa kau di sini?” Matteo mengerutkan kening. “Apa kau tak kembali ke Indonesia?”

Kali ini Dean menggeleng. “Baiklah. Ada apa? Apakah masalah kerjaan?”

Matteo mengusap tengkuknya. “Soal dana transfer yang kau perintahkan untuk kau kirimkan.”

“Ada apa dengan itu?”

“Dana itu dikembalikan. Dan ketika aku ingin melakukan overbooking kembali, rekening tujuan sudah tidak aktif,” ujar Matteo. “Ponselmu telah lama tidak aktif, jadi aku tak bisa menghubungimu.”

Dean menoleh dengan raut heran. “Apa maksudmu rekening untuk dana khusus itu?”

“Ya. Rekening yang aku transfer selama setahun ini atas perintahmu. Rekening atas nama Einhard Sovann Gauthier.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fifi123
pertanyaan sama,,,,,,,,
goodnovel comment avatar
Joy
??? dean ngirim uang buat elang??? kok bisa???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   Catatan Penulis

    Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 269

    Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 268

    Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 267

    Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 266

    Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 265

    Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status