"Ibu tahu Dani anak yang hebat. Dani harus sabar menghadapi teman Dani yang seperti itu. Jangan pernah ditanggapi ya sayang, ingat kalau roda kehidupan itu berputar. Sekarang kita sedang berada di bawah, mungkin suatu hari nanti kita akan berada di atas. Jadi, jangan pernah berhenti untuk berdoa dan bersabar ya, sayang!" ujarku seraya mengecup kening anak laki-lakiku.
Dani akhirnya tersenyum dan berhenti menangis. Hatiku merasa lega, melihatnya kembali ceria.Aku mengulurkan tangan kepada Dani untuk membantunya berdiri. Namun terdengar suara ketukan dari pintu rumahku."Assalamualaikum," terdengar orang yang mengucap salam.Aku segera menghampiri suara salam itu berasal. Sepertinya itu bukan suara Mas Dito, karena suaranya dari seorang perempuan.Aku segera membuka pintu, dan terkejut melihat sosok yang ada di hadapanku."Mbak Dinar, ini ada bingkisan dari ulang tahunnya Kevin. Saya memaklumi Mbak Dinar tidak datang ke acara ulang tahunnya Kevin, pasti karena kerepotan dengan Adiknya Dani!" ucap Mbak Sherli ibunya Kevin seraya tersenyum ramah."Iya Mbak Sherli, maaf ya enggak bisa datang. Adiknya Dani lagi rewel, sekarang baru saja tidur!" ujarku berbohong."Iya tidak apa-apa Mbak Dinar, saya maklum. Kalau begitu aya pamit ya Mbak, mau beres-beres di rumah!" ucap Mbak Sherli berpamitan kepadaku.Aku menatap kepergian Mbak Sherli hingga tidak terlihat lagi dari pandangan.Aku tidak menyangka, Orang kaya seperti Mbak Sherli rela mendatangi rumahku hanya untuk memberikan bingkisan kepada Dani. Padahal jelas-jelas Dani tidak datang ke acaranya. Mbak Sherli adalah contoh orang kaya yang baik dan rendah hati. Berbeda sekali dengan orang yang berlagak sok kaya, tetapi bersikap sombong dan tidak memiliki rasa empati sama sekali.Dengan bingkisan di tangan, ingin rasanya berteriak meluapkan rasa bahagiaku. Dani pasti sangat senang dengan bingkisan yang aku bawa. Hari ini Tuhan mengabulkan doa Dani."Dani...,coba lihat Ibu bawa apa ini?" panggilku pada Dani, seraya mengangkat bingkisan di tanganku tinggi-tinggi."Itu bingkisan dari Kevin ya, Bu? bentuknya sama dengan yang teman-teman Dani bawa tadi" ujar Dani, dia melonjak kegirangan.Dani tidak sabar dan langsung merebut bingkisan dari tanganku. Aku tertawa melihat tingkah lucu anakku. Dani mengeluarkan isi dari bingkisan itu. Lagi-lagi dia melonjak kegirangan melihat isi bingkisan di dalamnya.Selain ada snack dan minuman yang jarang Dani rasakan, ada paket nasi yang berisikan ayam tepung crispy kesukaan Dani yang di letakkan dalam sebuah wadah kotak makan plastik dengan merek yang sangat terkenal.Ada juga paket nasi tumpeng mini yang terlihat menggugah selera. Bingkisan yang diberikan Mbak Sherli berjumlah dua buah, itu artinya Dani mendapatkan doble isian bingkisan.Alhamdulillah...,aku bersyukur dengan rezeqi yang Tuhan beri untuk Dani hari ini. Dalam hati aku berdoa, semoga Tuhan membalas kemurahan hati keluarga Mbak Sherli dengan berlipat ganda....Aku berdiri di depan cermin, mematut diri dan menyunggingkan senyuman melihat pantulan diri yang begitu sempurna. Riasan tipis di wajah tetap tidak menutupi kecantikan yang sudah aku miliki sejak lahir.Kecantikanku semakin bertambah dengan pakaian indah yang dikenakan, sangat cocok melekat di tubuhku yang ramping. Tak lupa perhiasan yang menghiasi telinga, leher, dan tangan yang berkilauan, membuat kecantikanku semakin paripurna."Nyonya, makanannya sudah siap!" panggil asisten rumah tanggaku di depan pintu kamarku yang sengaja kubiarkan terbuka."Oke, bik!" jawabku singkat.Ooh...,betapa bahagianya hidupku. Harta yang berlimpah, membuat hidupku berkecukupan. Semua yang aku inginkan bisa dengan mudah didapatkan. Tinggal di istana megah, dengan puluhan asisten yang siap membantuku. Tugasku hanya menikmati hidup yang damai dengan segala kemudahan yang aku punya.Aku berjalan meninggalkan kamar istana yang berlapiskan emas, menuju ruang makan istana yang megah. Di atas meja makan sudah tersedia puluhan makanan lezat yang sudah tertata dengan rapi. Air liurku hampir menetes karena mencium aroma masakan yang begitu menggugah selera.Ada ayam panggang, gurame asam manis, iga bakar, udang saos padang, sop daging, bakwan udang dan masih banyak pilihan menu lainnya yang membuat Aku bingung untuk menentukan pilihan. Aku segera menarik kursi, tak sabar ingin segera melahap semua makanan lezat dihadapan ini.Tetapi saat akan menjatuhkan bobot tubuh dikursi, tiba-tiba ada yang menarikku dari belakang. Aku terjengkang kebelakang."Gubraaag..., addduuuuh!" aku terjatuh dari ranjang tempat tidurku.Sial!! Apakah tadi aku hanya bermimpi? aku menyesal kenapa terbangun disaat belum mencicipi makanan yang lezat itu. Aku berharap terus bermimpi agar tidak menemui kenyataan yang sebenarnya. Mimpi yang terasa begitu nyata. Mimpi yang diidamkan semua wanita di dunia, menjadi ratu walaupun hanya satu malam.Dengan malas aku beranjak dari lantai kamar yang hanya terbuat dari adukan semen kasar. Berbeda dengan kamar istanaku di alam mimpi yang berlapiskan emas. Kurasakan nyeri di bagian bokong, tetapi tidak kuhiraukan karena tugas negara sudah menanti. Karena mimpiku semalam, aku jadi terlambat bangun. Aku bergegas melangkah menuju dapur, bersiap membuatkan sarapan untuk suami dan anak-anak.Ya..., sarapan untuk suami dan kedua anakku saja. Semalam aku lihat nasi sisa yang ada di bakul yang terbuat dari anyaman bambu tempatku biasa menyimpan nasi hanya cukup untuk dua porsi saja. Satu porsi untuk Mas Dito dan satu porsinya lagi untuk Dani dan Dita.Aku mulai mengiris bawang merah dan bawang putih yang tersisa masing-masing hanya satu siung saja. Aku bersyukur karena masih ada bawang yang tersisa. Karena biasanya lebih sering tidak ada bawang yang tersisa, jadi menggoreng nasi tanpa bawang.Wajan yang tergantung di paku sudah Aku taruh diatas kompor. Hatiku berdebar mencari minyak jelantah untuk menggoreng nasi yang biasanya diletakkan di mangkok tempat menampung minyak sisa. Lagi-lagi aku bersyukur, karena masih ada sisa minyak jelantah yang cukup untuk menumis bawang.Aku mulai menumis bawang sampai tercium bau harum, baru setelahnya memasukkan nasi dari bakul. Aku mencari penyedap instan yang tersisa, tetapi ternyata tidak ada. Akhirnya aku hanya menggunakan garam sebagai penyedap nasi goreng hari ini. Lebih tepatnya Nasi goreng KW. Karena yang namanya nasi goreng seharusnya minimal ada telur dan kecap sebagai pelengkapnya."Heemm...,harum sekali masakan Istriku" puji Mas Dito yang baru keluar dari kamar mandi.Aku hanya menyunggingkan senyum, membalas pujiannya. Suamiku yang satu ini paling bisa membuat tersanjung dengan pujiannya. Lagi-lagi aku harus bersyukur, meskipun kehidupan kami serba kekurangan, tetapi tidak kekurangan cinta dan kasih sayang dari Mas Dito.Dua piring nasi goreng sudah siap, aku membawanya ke tengah ruangan yang beralaskan karpet plastik. Jangan harap diruang tamuku terdapat kursi tamu berbahan jati atau sofa minimalis, karena itu hanya ada dalam mimpiku semalam saja."Mas, ayo sarapan. Biar semangat ngojeknya!" ajakku, seraya memberikan sendok ke atas piring nasi goreng dan menyodorkan ke tangannya."Iya..., makan yang banyak Yah, biar dapat rezeqi yang banyak!" celetuk Dani.Aku tersenyum mendengar celetukan Dani, begitu pun Mas Dito."Emang kalau punya uang banyak, Dani mau beli apa?" tanyaku seraya menyuapi nasi goreng ke mulut Dita."Dani mau beli coklat bentuk telur yang ada hadiah mainannya kayak punya Adi, Bu!" Ujar Dani dengan polosnya.Mungkin yang dimaksud Dani adalah cokelat Kind*r *oy yang banyak dijual dan dipajang di rak paling depan dekat kasir Mini Market dekat."Iya, doakan Ayah pulang bawa uang banyak ya!" timpal Mas Dito kepada Dani."Ibu kok enggak ikut makan?" tanya Dani kepadaku.Aku terkejut mendapat pertanyaan mendadak dari Dani."I-ibu lagi puasa sunah, Dani!" jawabku gugup seraya tersenyum terpaksa.*****"M-bak-Di-nar" lirihnya, nyaris tak terdengar.Aku mendekatkan wajah pada Bu Ustadzah yang menatap dengan sayu."Ibu Ustazah yang sabar dan kuat ya," ucapku seraya tersenyum kepadanya, berusaha memberikan motivasi agar beliau kuat melewati musibah yang di alaminya."Ma-af-kan-sa-ya." Bu Ustazah kembali berucap seraya menggerakkan jemarinya, seolah ingin menjabat tanganku.Aku meraih jemarinya dan mengusapnya dengan lembut."Tidak ada yang perlu dimaafkan Bu Ustazah, karena tidak ada yang salah. Sekarang yang terpenting Bu Ustazah sehat seperti sedia kala!" timpalku.Bu Ustazah menatapku lekat dan tiba-tiba keluar cairan bening dari kedua sudut matanya. Sementara itu, bibirnya seolah menyunggingkan senyum kearahku lalu kemudian kedua mata beliau terpejam. Aku mendekatkan wajah dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Aku kembali memanggil di telinga kirinya, tetapi sama saja tidak ada sahutan dari bibirnya."Suster, Ibu Ustazah kenapa? Beliau diam saja, tidak menjaw
"Maaf, mengabari apa, Pak?" tanyaku penasaran.Jantungku berdetak tidak karuan. Aku khawatir ada kabar buruk yang menimpa ibu mertua yang hingga kini belum pulang ke rumah."Kami dari Rumah Sakit Husada ingin mengabari bahwa Ibu Khodijah binti Al Fajri telah mengalami kecelakaan bersama rombongan lainnya!" lanjutnya lagi.'Khodijah Al Fajri, bukankah itu nama lengkap ibu Ustazah? Tetapi kenapa pihak rumah sakit malah mengabariku? Bukankah ada Mas Syaiful yang jelas-jelas keluarganya?' bermacam pertanyaan muncul dalam benakku."Maaf Bu, kenapa tidak menghubungi pihak keluarganya langsung? Saya bukan keluarganya!" sanggahku.Aku bukannya tidak mau mengakui Bu Ustazah dan menganggapnya sebagai saudara atas kebaikannya selama ini. Akan tetapi aku merasa ada pihak keluarganya yang lebih berhak mendapatkan kabar kurang baik ini."Sudah, tetapi nomornya tidak aktif. Maaf Bu, sebaiknya Anda segera datang ke rumah sakit karena kondisi pasien saat ini sedang kritis. Dokter sedang melakukan pena
Kami menegok ke arah Dani secara bersamaan."Dani, sini Nak. Ini ada Nenekmu dari keluarga Ayah Dito!" ucapku melambaikan tangan padanya.Dani menghampiriku, menatap ragu ke arah ibu mertua dan meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takzim."I-ni cucuku?" tanya ibu mertua dengan sedikit gugup serta tatapan penuh haru."Iya, Bu. Ini Dani, cucu pertama Ibu!" jawabku."Ya Allah, kamu sudah sebesar ini sekarang. Maafkan Nenek yang tidak pernah mengunjungimu cucuku," ucap ibu mertua seraya mengelus wajah Dani, kemudian perlahan beliau mulai terisak."Nenek kenapa menangis?" tanya Dani heran."Wajahmu mirip sekali dengan Ayahmu. Andaikan saja Dito masih ada, dia pasti bahagia melihat kita bisa berkumpul seperti ini!" ucapnya lagi.Aku menghampiri ibu mertua dan mengusap lembut punggung tangannya."Mas Dito pasti bahagia melihat kebersamaan kita, Bu. Sebaiknya hari ini Ibu menginap saja di rumah kami. Dani juga sepertinya masih kangen sama Neneknya" ujarku seraya tersenyum pada i
"Mbak Dinar, aku boleh minta tanda tangan di novelmu nggak?" tanya Mbak Sherli di suatu siang kala sepulang sekolah menjemput Kevin. Semenjak kepindahan ke rumah lamaku, hubungan kami semakin dekat. Kini bahasa yang kami gunakan juga menjadi aku dan kamu. "Mbak Sherli ada-ada aja nih, pakai minta tanda tangan segala. Aku bukan artis lho," sanggahku seraya tersenyum."Lho, Mbak Dinar ini suka merendah. Jadi penulis terkenal itu sama saja kayak artis karena udah diundang ke stasiun televisi, bahkan karyanya sudah diangkat menjadi sebuah karya film." Mbak Sherli mengerlingkan matanya menggoda. Aku tersenyum melihatnya."Sini aku kasih tanda tangan, apa mau sekalian minta photo bareng?" ledekku."Lho, Mbak Dinar ini seperti dukun saja. Memang itu yang mau saya minta selain tanda tangan," Mbak Sherli terbahak. Kami akhirnya tertawa bersama-sama.Begitulah, setelah aku diundang menjadi nara sumber di salah satu stasiun televisi dan karyaku diangkat menjadi sebuah film ada saja yang ingi
"Bu Ustadzah, apa kabar?" tanyaku sedikit kikuk, seraya mengulurkan tangan hendak mencium punggung tangannya.Akan tetapi sekilas tampak Bu Ustadzah menyembunyikan tangannya, seolah itu pertanda jika beliau tidak berkenan ada yang mencium tangannya. Akhirnya terpaksa mengurungkan niatku "Kabar saya baik," jawabnya singkat."Maaf Bu Ustazah, ini ada sedikit oleh-oleh semoga berkenan," ucapku tak kenal lelah berusaha mengambil hati Bu Ustazah seraya menyodorkan rantang yang dibawa."Maaf, saya sedang shaum. Kebetulan juga hari ini mau pergi untuk mengisi acara tausiyah di desa yang jaraknya cukup jauh dan kemungkinan pulangnya agak malam. Sebaiknya dibawa saja masakannya, khawatir tidak sempat dimakan malah jadi mubadzir," tolak Bu Ustadzah dengan suara pelan, tetapi terasa menusuk hatiku.Betapa tidak? Aku sudah berusaha memperbaiki hubungan dengan beliau yang kurang baik karena penolakan kepada Mas Syaiful. Akan tetapi sikap beliau masih saja dingin bahkan terang-terangan menolak pem
Aku terkejut membaca pesan di aplikasi hijau tersebut, terlebih saat tahu siapa pengirimnya. Mas Syaiful. Aku tidak tahu, apa maksudnya mengirim pesan menyakitkan itu. Niat hati ingin mengabaikan pesan itu, tetapi pasti dia akan terus mengirimkan pesan dengan penilaian buruknya sendiri kepadaku. Jari tangan mulai mengetikkan balasan pesan untuk laki-laki yang pernah meminangku."Maaf, apa maksud Mas Syaiful berkata demikian? Siapa yang tidak tahu berterima kasih, siapa yang sombong? Jangan pernah menilai seseorang dari satu sudut pandang saja. Jika Mas kecewa dengan penolakan tempo hari, tetapi bukan berarti seenaknya Mas bisa menghina saya!" satu pesan balasan kukirimkan melalui aplikasi hijau di ponsel. Tidak membutuhkan waktu lama, tanda pada pesan yang dikirimkan sudah berubah warna. Terlihat Mas Syaiful sedang mengetikkan balasannya. "Siapa bilang saya kecewa dengan penolakan seorang janda sepertimu? Aku hanya tidak terima kamu meninggalkan Bibik sendirian setelah apa yang sud