Kami menegok ke arah Dani secara bersamaan."Dani, sini Nak. Ini ada Nenekmu dari keluarga Ayah Dito!" ucapku melambaikan tangan padanya.Dani menghampiriku, menatap ragu ke arah ibu mertua dan meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takzim."I-ni cucuku?" tanya ibu mertua dengan sedikit gugup serta tatapan penuh haru."Iya, Bu. Ini Dani, cucu pertama Ibu!" jawabku."Ya Allah, kamu sudah sebesar ini sekarang. Maafkan Nenek yang tidak pernah mengunjungimu cucuku," ucap ibu mertua seraya mengelus wajah Dani, kemudian perlahan beliau mulai terisak."Nenek kenapa menangis?" tanya Dani heran."Wajahmu mirip sekali dengan Ayahmu. Andaikan saja Dito masih ada, dia pasti bahagia melihat kita bisa berkumpul seperti ini!" ucapnya lagi.Aku menghampiri ibu mertua dan mengusap lembut punggung tangannya."Mas Dito pasti bahagia melihat kebersamaan kita, Bu. Sebaiknya hari ini Ibu menginap saja di rumah kami. Dani juga sepertinya masih kangen sama Neneknya" ujarku seraya tersenyum pada i
"Maaf, mengabari apa, Pak?" tanyaku penasaran.Jantungku berdetak tidak karuan. Aku khawatir ada kabar buruk yang menimpa ibu mertua yang hingga kini belum pulang ke rumah."Kami dari Rumah Sakit Husada ingin mengabari bahwa Ibu Khodijah binti Al Fajri telah mengalami kecelakaan bersama rombongan lainnya!" lanjutnya lagi.'Khodijah Al Fajri, bukankah itu nama lengkap ibu Ustazah? Tetapi kenapa pihak rumah sakit malah mengabariku? Bukankah ada Mas Syaiful yang jelas-jelas keluarganya?' bermacam pertanyaan muncul dalam benakku."Maaf Bu, kenapa tidak menghubungi pihak keluarganya langsung? Saya bukan keluarganya!" sanggahku.Aku bukannya tidak mau mengakui Bu Ustazah dan menganggapnya sebagai saudara atas kebaikannya selama ini. Akan tetapi aku merasa ada pihak keluarganya yang lebih berhak mendapatkan kabar kurang baik ini."Sudah, tetapi nomornya tidak aktif. Maaf Bu, sebaiknya Anda segera datang ke rumah sakit karena kondisi pasien saat ini sedang kritis. Dokter sedang melakukan pena
"M-bak-Di-nar" lirihnya, nyaris tak terdengar.Aku mendekatkan wajah pada Bu Ustadzah yang menatap dengan sayu."Ibu Ustazah yang sabar dan kuat ya," ucapku seraya tersenyum kepadanya, berusaha memberikan motivasi agar beliau kuat melewati musibah yang di alaminya."Ma-af-kan-sa-ya." Bu Ustazah kembali berucap seraya menggerakkan jemarinya, seolah ingin menjabat tanganku.Aku meraih jemarinya dan mengusapnya dengan lembut."Tidak ada yang perlu dimaafkan Bu Ustazah, karena tidak ada yang salah. Sekarang yang terpenting Bu Ustazah sehat seperti sedia kala!" timpalku.Bu Ustazah menatapku lekat dan tiba-tiba keluar cairan bening dari kedua sudut matanya. Sementara itu, bibirnya seolah menyunggingkan senyum kearahku lalu kemudian kedua mata beliau terpejam. Aku mendekatkan wajah dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Aku kembali memanggil di telinga kirinya, tetapi sama saja tidak ada sahutan dari bibirnya."Suster, Ibu Ustazah kenapa? Beliau diam saja, tidak menjaw
"Mbak Dinar, itu si Dani memangnya enggak di undang ke acara ulang tahunnya Kevin?" tanya Mbak Wiwit tetanggaku.Ditangan kanannya terlihat sebuah kado berukuran cukup besar. Sementara tangan kirinya menuntun Raka, anak laki-lakinya yang memakai kemeja serta celana jeans panjang.Baru saja aku akan menjawab pertanyaan Mbak Wiwit, Mbak Tina yang berada di belakangnya mendahului."Enggak di undang atau memang enggak punya duit buat beli kadonya?" cibir Mbak Tina."Iya bener. Jangankan beli kado, buat makan aja susah hahaha," sambung Mbak Beti yang berada di sebelah Mbak Tina menertawakanku.Mereka bertiga begitu kompak kalau urusan menjulidi orang lain. Aku yang tadinya akan menjawab, jadi berubah fikiran. Aku melayangkan sebuah senyuman kepada mereka bertiga. Biar mereka puas sekalian. Pantas saja mereka bertiga mendapat julukan Trio Barokah di kampungku, karena hidupnya hanya mengurusi hidup orang lain. Aku merasa tidak ada gunanya meladeni mereka, karena hanya akan menguras emosi dan
"Ibu tahu Dani anak yang hebat. Dani harus sabar menghadapi teman Dani yang seperti itu. Jangan pernah ditanggapi ya sayang, ingat kalau roda kehidupan itu berputar. Sekarang kita sedang berada di bawah, mungkin suatu hari nanti kita akan berada di atas. Jadi, jangan pernah berhenti untuk berdoa dan bersabar ya, sayang!" ujarku seraya mengecup kening anak laki-lakiku.Dani akhirnya tersenyum dan berhenti menangis. Hatiku merasa lega, melihatnya kembali ceria.Aku mengulurkan tangan kepada Dani untuk membantunya berdiri. Namun terdengar suara ketukan dari pintu rumahku."Assalamualaikum," terdengar orang yang mengucap salam.Aku segera menghampiri suara salam itu berasal. Sepertinya itu bukan suara Mas Dito, karena suaranya dari seorang perempuan.Aku segera membuka pintu, dan terkejut melihat sosok yang ada di hadapanku."Mbak Dinar, ini ada bingkisan dari ulang tahunnya Kevin. Saya memaklumi Mbak Dinar tidak datang ke acara ulang tahunnya Kevin, pasti karena kerepotan dengan Adiknya
Mas Dito menghentikkan suapan terakhirnya. Sepertinya dia baru menyadari kalau nasi goreng yang terhidang hanya untuk 3 orang saja. Mas Dito pasti tahu kalau Aku sedang berbohong. Terlihat raut penyesalan diwajahnya."Ayo lekas habisin sarapannya Dani. Habis itu, bantu Ibu untuk menjaga Dita ya. Ibu mau mencuci pakaian dan beres-beres rumah!" berucap pada Dani, mengalihkan pembicaraan yang membahas Aku tidak ikut sarapan bersama mereka. "Baik, Bu!" sahut Dani patuh.Dani segera menghabiskan sarapannya dan membantu membawakan piring kotor ke dapur. Aku bersyukur memiliki anak laki-laki yang pengertian seperti Dani. Di usianya yang mendekati enam tahun, dia jarang mengeluh dengan kondisi kami yang serba kekurangan. Dia selalu makan dengan lahap setiap masakanku. Dia juga anak yang rajin membantuku. Aku menuju kamar mandi untuk merendam pakaian terlebih dahulu sebelum mencucinya menggunakan tangan. Saat berada di pintu kamar mandi, Mas Dito meraih pergelangan tangan dan menatap wajahk
"Wah, malah merepotkan Mbak Ismi. Perkenalkan nama saya Dinar, Ibunya Dani dan Dita" ucapku seraya mengulurkan tangan. Mbak Ismi menyambutnya. "Tidak repot kok, Mbak Dinar. Semua tetangga terdekat di lingkungan sini memang mendapatkan hantaran makanan yang sama. Nanti kalau butuh apapun, jangan sungkan datang kerumah saya ya, Mbak Dinar." timpal Mbak Ismi ramah."Semoga Mbak Ismi betah tinggal di kontrakan Babeh Sabeni, ya" ujarku tersenyum simpul."Amiin. Ya sudah, saya pamit dulu ya Mbak Dinar. Salam untuk keluarga semuanya!" Mbak Ismi berpamitan dan meninggalkan rumahku.Lagi-lagi Aku harus bersyukur dengan rezeqi tak terduga yang Tuhan berikan hari ini melalui wanita cantik bernama Ismi itu.Aku membawa dua kotak makanan besar itu ke dapur dan segera membukanya. Mataku berbinar ketika melihat isi dalam kotak makanan itu. Ada nasi, rendang daging, sambal goreng kentang plus ati ampela, bihun, kerupuk udang, buah serta minuman air mineral dalam gelas. Aku membuka kotak makanan yang
Aku menarik nafas dan membuangnya perlahan. Suamiku sudah berikhtiar dengan cara yang halal mencari rezeqi untuk keluarganya. Berapapun hasilnya, mungkin itulah rezeqi yang Allah titipkan kepada kami."Alhamdulillah...tidak apa-apa, Mas. Masih bisa untuk beli beras satu liter. Semoga besok Allah memberikan rezeqi lebih untuk kita" ucapku membesarkan hati Mas Dito."Maafkan Mas ya, Dinar" lagi-lagi Mas Dito meminta maaf seraya menggenggam tanganku erat."Tidak usah minta maaf, Mas Dito enggak salah kok. Sekarang Mas bersih-bersih, setelah itu baru makan," ujarku seraya mengelus pundak Mas Dito dengan lembut."Memang Kamu sudah masak? dapat uang darimana?" tanya Mas Dito heran."Aku belum masak, Mas. Tadi ada rezeqi nasi kotak dari tetangga baru kita, namanya Mbak Ismi" sahutku."Alhamdulillah. Itu artinya kamu sudah makan, Din?" tanya Mas Dito dengan mata berbinar."Iya, sudah Mas. Ayo buruan bersih-bersih, tubuh Mas Dito bau kecut tuh" ucapku meledek Mas Dito dan tergelak."Biarpun ba