Mas Dito menghentikkan suapan terakhirnya. Sepertinya dia baru menyadari kalau nasi goreng yang terhidang hanya untuk 3 orang saja. Mas Dito pasti tahu kalau Aku sedang berbohong. Terlihat raut penyesalan diwajahnya.
"Ayo lekas habisin sarapannya Dani. Habis itu, bantu Ibu untuk menjaga Dita ya. Ibu mau mencuci pakaian dan beres-beres rumah!" berucap pada Dani, mengalihkan pembicaraan yang membahas Aku tidak ikut sarapan bersama mereka."Baik, Bu!" sahut Dani patuh.Dani segera menghabiskan sarapannya dan membantu membawakan piring kotor ke dapur. Aku bersyukur memiliki anak laki-laki yang pengertian seperti Dani. Di usianya yang mendekati enam tahun, dia jarang mengeluh dengan kondisi kami yang serba kekurangan. Dia selalu makan dengan lahap setiap masakanku. Dia juga anak yang rajin membantuku.Aku menuju kamar mandi untuk merendam pakaian terlebih dahulu sebelum mencucinya menggunakan tangan. Saat berada di pintu kamar mandi, Mas Dito meraih pergelangan tangan dan menatap wajahku."Dinar, maafkan Aku yang belum bisa membahagiakanmu. Kamu jangan pernah lelah untuk selalu mendoakanku ya!"Mas Dito berkata dengan suara bergetar, matanya juga terlihat berembun. Aku tahu dia merasa bersalah karena sebagai seorang kepala keluarga, dia belum bisa memberikan kehidupan yang layak keluarganya."Tidak apa-apa Mas, jangan merasa bersalah seperti itu. Aku iklas menerima keadaan kita. Lagi pula, Aku sudah terbiasa puasa sunah!" ucapku berusaha menenangkan hati suamiku.Mas Dito mengecup keningku dan melepaskan genggaman tangannya. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk melaksanakan tugas merendam pakaian. Setelahnya, Aku melangkah ke ruangan depan menghampiri Mas Dito yang akan berangkat mengojek."Doakan Ayah, supaya hari ini mendapat rezeqi yang banyak dan berkah!" pinta Mas Dito pada kami.“Iya, Ayah,” jawab Dani. Sementara Aku hanya menganggukkan kepala. Lalu kemudian satu persatu kami menyalami punggung tangan Mas Dito. Bersama mengantar kepergian pahlawan di keluarga Kami itu sampai ke halaman depan rumah.Memperhatikannya menyalakan mesin motor, kemudian pergi menjemput rezeqi yang masih berada di tangan pemilik-Nya."Dani, Ibu mau mencuci pakaian dan beres-beres dulu. Kalau Dita rewel pengen mimi, baru panggil Ibu ya!" pesanku pada Dani."Baik Bu. Dita, ayo main mobil-mobilan lagi sama kakak!" ajak Dani kepada adiknya yang sedari tadi memperhatikan kami berdua.Aku bergegas menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sebelum Dita rewel karena mengantuk. Biasanya di jam-jam repot mengerjakan pekerjaan rumah, Dita rewel karena ingin menyusu. Semoga hari ini Dita tidak rewel sebelum pekerjaan rumahku selesai."Bu, itu ada orang yang pindahan ke kontrakan Babeh Sabeni!" ucap Dani kepadaku yang baru selesai melaksanakan tugas negara."Orang baru siapa, Nak?" tanyaku heran."Dani juga enggak tahu Bu.Tadi ada mobil truck yang membawa perabotan seperti orang yang baru pindahan berhenti di depan kontrakan Babeh Sabeni! jawab Dani polos.Aku berjalan kearah jendela rumah dan mencoba mengintipnya. Ternyata yang dikatakan Dani benar. Ada orang yang akan menempati rumah milik Babeh Sabeni. Dulunya rumah itu di tempati oleh Bang Joni, orang kepercayaan Babeh Sabeni yang di tugaskan untuk mengawasi para penghuni yang mengontrak di kontrakan miliknya.Namun Bang Joni mengkhianati kepercayaan Babeh Sabeni. Bang Joni berbuat mesum dengan salah satu penghuni kontrakan yang berstatus janda. Babeh Sabeni murka dan langsung memecat Bang Joni saat itu juga. Akhirnya rumah yang pernah diisi oleh Bang Joni itu berubah fungsi menjadi rumah kontrakan.Dari balik jendela, nampak seorang wanita cantik yang usianya tidak terpaut jauh denganku keluar dari mobil truck yang membawa barang perabotan. Wajahnya terlihat glowing terkena pantulan sinar matahari. Pasti dia merawat wajahnya setiap hari dengan skin care yang harganya mahal. Berbeda denganku yang mencuci wajah hanya dengan sabun mandi.Aku terkejut saat mendengar tangisan Dita. Bergegas menghampiri Dita yang mulai rewel. Aku melupakan wanita cantik penghuni baru kontrakan Babeh Sabeni. Bagiku yang tinggal berdekatan dengan lingkungan kontrakan sudah tidak aneh melihat orang pindahan. Aku merasa beruntung walaupun kondisinya sederhana tetapi status rumah milik sendiri, bukan rumah kontrakan. Rumah ini dibeli dari hasil pencairan uang tabungan ketenaga kerjaan Mas Dito selama dia bekerja."Embu, bobo" celoteh Dita. Mulutnya terbuka karena menguap. Dita sepertinya mulai mengantuk. Aku menggendongnya menuju kamar, sementara Dani masih asyik bermain dengan mobilannya. Hanya beberapa menit saja, Dita sudah tertidur. Aku beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju kebun belakang rumah untuk mencari sayur sebagai lauk tambahan."Dani, bantu Ibu memetik sayuran, yuk. Ibu lihat daun singkongnya sudah mulai tumbuh banyak!" ajakku pada Dani."Ayo, Bu. Daun singkongnya mau dimasak apa?" tanya Dani antusias."Masak tumis daun singkong" jawabku singkat. "Dani suka sayur daun singkong, Bu. Semua masakan Ibu pasti enak!" ucap Dani dengan mata berbinar.Dani mengikuti langkahku dari belakang. Sesampainya di kebun belakang, Aku mulai memetik tunas daun singkong yang berwarna hijau muda. Dani memperhatikanku lebih dulu, baru setelahnya dia mulai ikut memetik tunas daun singkong yang tumbuh dari batang singkong yang seukuran tubuhnya. Untuk batang singkong yang tinggi, Dani melewatinya karena dia tidak dapat menggapainya."Alhamdulillah, itu ada tomat dan cabai juga yang sudah matang. Dani tolong petik tomas dan cabainya, ya. Daun singkongnya biar Ibu saja yang petik" titahku pada Dani.Dani mengangguk senang. Karena tanaman tomat dan cabai berada di bawah, tidak tinggi seperti pohon singkong. Aku mengucap syukur dalam hati, karena ada rezeqi untuk tambahan lauk makan hari ini. Walaupun kebun ini hanyalah tanah lebihan dari rumahku yang berukuran sempit, tetapi keberadaannya sangat bermanfaat untuk sehari-hari."Sudah selesai, Dan?" tanyaku pada Dani yang masih asyik memetik tomat dan cabai."Belum, Bu. Ini masih banyak!" sahut Dani sambil nyengir kuda."Tidak usah di petik semuanya, kita ambil secukupnya saja. Bisa buat nanti lagi!" ucapku mengingatkan Dani."Siap Bu. Habisnya Dani seneng panen tomat dan cabainya, warnanya merah sama dengan warna kesukaan Dani hehe" Dani cengengesan ke arahku.Aku tersenyum menanggapi ucapan Dani. Dengan setengah berlari, Dani masuk ke dalam rumah dan menaruh hasil panen hari ini pada sebuah baskom plastik yang di ambil dari rak dapur."Bu, Dani mau main keluar, boleh kan?" tanya Dani penuh harap. Mungkin dia takut di larang bermain keluar rumah seperti kemarin."Iya boleh, asal jangan jauh-jauh ya!" jawabku mengabulkan permintaan Dani. Dia bersorak kegirangan dan secepat kilat berlari keluar dari rumah.Sementara itu Aku mencuci daun singkong hasil panen hari ini, lalu kemudian merebusnya untuk di olah menjadi sayur untuk lauk tambahan hari ini."Tok..tok..tok,” terdengar suara yang mengetuk pintu rumahku. Aku menajamkan pendengaran, khawatir salah pendengaran."Assalamualaikum," kali ini terdengar ada yang mengucapkan salam."Waalaikumsalam," jawabku seraya melangkah menuju pintu rumah dan kemudian membukanya.Tampak wanita cantik yang tadi kulihat melalui jendela rumahku telah berdiri di depan pintu seraya tersenyum manis ke arah. Dia membawa dua buah kotak makanan berukuran besar."Maaf mengganggu waktunya, Mbak. Ini saya ada sedikit makanan untuk Mbak dan keluarga. Anggap saja sebagai perkenalan karena saya warga baru di sini. Nama Saya Ismi, Mbak" sapa wanita cantik itu seraya menyerahkan kotak makanan yang di bawanya....***"Wah, malah merepotkan Mbak Ismi. Perkenalkan nama saya Dinar, Ibunya Dani dan Dita" ucapku seraya mengulurkan tangan. Mbak Ismi menyambutnya. "Tidak repot kok, Mbak Dinar. Semua tetangga terdekat di lingkungan sini memang mendapatkan hantaran makanan yang sama. Nanti kalau butuh apapun, jangan sungkan datang kerumah saya ya, Mbak Dinar." timpal Mbak Ismi ramah."Semoga Mbak Ismi betah tinggal di kontrakan Babeh Sabeni, ya" ujarku tersenyum simpul."Amiin. Ya sudah, saya pamit dulu ya Mbak Dinar. Salam untuk keluarga semuanya!" Mbak Ismi berpamitan dan meninggalkan rumahku.Lagi-lagi Aku harus bersyukur dengan rezeqi tak terduga yang Tuhan berikan hari ini melalui wanita cantik bernama Ismi itu.Aku membawa dua kotak makanan besar itu ke dapur dan segera membukanya. Mataku berbinar ketika melihat isi dalam kotak makanan itu. Ada nasi, rendang daging, sambal goreng kentang plus ati ampela, bihun, kerupuk udang, buah serta minuman air mineral dalam gelas. Aku membuka kotak makanan yang
Aku menarik nafas dan membuangnya perlahan. Suamiku sudah berikhtiar dengan cara yang halal mencari rezeqi untuk keluarganya. Berapapun hasilnya, mungkin itulah rezeqi yang Allah titipkan kepada kami."Alhamdulillah...tidak apa-apa, Mas. Masih bisa untuk beli beras satu liter. Semoga besok Allah memberikan rezeqi lebih untuk kita" ucapku membesarkan hati Mas Dito."Maafkan Mas ya, Dinar" lagi-lagi Mas Dito meminta maaf seraya menggenggam tanganku erat."Tidak usah minta maaf, Mas Dito enggak salah kok. Sekarang Mas bersih-bersih, setelah itu baru makan," ujarku seraya mengelus pundak Mas Dito dengan lembut."Memang Kamu sudah masak? dapat uang darimana?" tanya Mas Dito heran."Aku belum masak, Mas. Tadi ada rezeqi nasi kotak dari tetangga baru kita, namanya Mbak Ismi" sahutku."Alhamdulillah. Itu artinya kamu sudah makan, Din?" tanya Mas Dito dengan mata berbinar."Iya, sudah Mas. Ayo buruan bersih-bersih, tubuh Mas Dito bau kecut tuh" ucapku meledek Mas Dito dan tergelak."Biarpun ba
"Apa syaratnya?" tanyaku ragu."Aku mau minta bantuanmu. Tolong pinjamkan data identitasmu buat ajukan pinjaman online, ya?" ucap Ismi dengan wajah memelas.Aku sedikit terkejut mendengar permintaan Ismi. Dia sendiri yang menawarkan akan memberikan skin care secara cuma-cuma, tetapi kenapa harus bersyarat? Lalu syaratnya pun cukup berat menurutku. "Kalau ada syaratnya, aku gak mau. Enggak dikasih skin care cuma-cuma juga gak apa-apa!" tolakku tegas."Sebenarnya ini bukan masalah skin care gratis, tetapi aku memang benar-benar butuh bantuanmu, Din!" ucap Ismi dengan wajah sedih.Kenapa Ismi meminta bantuan padaku untuk mengajukan pinjaman online? setahuku dia orang yang berkecukupan materi, karena suaminya bekerja di pertambangan yang gajinya pasti besar."Enggak salah kamu Ismi, mau minta tolong sama aku? buat apa kamu ajukan pinjaman online? suamimu kan kerja di pertambangan?" tanyaku tanpa berbasa-basi."Itu dia masalahnya, suamiku memberi kabar kalau agak telat mengirim transferan
"Alhamdulillah...pengajuannya diacc, kamu memang pembawa keberuntungan, Din!" puji Ismi padaku.Sementara aku masih tidak percaya, pengajuan pinjaman online yang diproses setengah jam yang lalu sudah bisa menghasilkan uang. "Ting" terdengar notif pesan dari ponselku.Aku segera membukanya, ternyata notif pemberitahuan dari sms banking. Ada transferan masuk sebesar satu juta rupiah.Setelah membaca notif yang baru diterima, barulah aku percaya. Ternyata semudah itu mendapatkan pinjaman. Namun entah kenapa bukannya senang, tetapi malah sebaliknya. Mungkin karena pengajuan pinjol menggunakan namaku, bukan nama Ismi."Ismi, kenapa enggak mengajukan pinjaman pakai nama kamu sendiri aja, sih? Malah pakai nama orang lain. Aku takut sekali, karena baru pertama kali berurusan dengan hutang!" cetusku pada Ismi serius."Aku sudah mengajukan pinjaman online sendiri, tetapi uang yang dibutuhkan masih kurang. Tidak mungkin Aku mengajukan dua kali pinjaman pada aplikasi yang sama, makanya minta ban
Ismi membisikkan sesuatu ke telingaku. Mataku terbelalak, tetapi tak bisa menahan diri untuk tidak tergelak."Kamu ada-ada aja Is, pakai ngerjain mereka segala. Aku mah takut dosa!" ucapku, masih saja tergelak."Orang seperti mereka sekali-sekali memang perlu di kasih pelajaran, supaya lebih menghargai orang lain!" timpal Ismi, dia pun sama sepertiku tergelak juga."Cuaca hari ini panas banget ya. Kita beli minuman di warung Mbak Eti, yuk" ajak Ismi padaku."Boleh, kebetulan Dita juga udah tidur nih" sahutku, seraya bangkit dari pembaringanku.Kami melangkah bersama menuju warung Mbak Eti yang berada di lingkungan kontrakan Trio Barokah. Warung sederhana yang hanya berupa meja dengan ukuran sedang dan segala perabotan di atasnya. Warung Mbak Eti selain menjual minuman jus buah asli dan minuman kemasan, dia juga menjual aneka makanan yang diolah secara dadakan. Selain harganya murah, rasa makanannya juga lumayan enak. Tidak heran kalau warungnya selalu ramai oleh pembeli dari berbagai
Namaku Pradito Lukito. Aku adalah anak tunggal di keluargaku. Walaupun anak tunggal, aku sudah terbiasa hidup mandiri dan sederhana, meski kedua orang tuaku adalah pemilik usaha dibidang kuliner yang cukup sukses di Klotaku. Mereka memiliki puluhan anak cabang yang tersebar di beberapa kota. Aset yang mereka miliki meliputi aset tidak bergerak, mulai dari puluhan kontrakan dan kos-kosan yang tersebar di beberapa daerah. Belum lagi aset bergerak, berupa beberapa kendaraan yang terparkir cantik di rumahku.Menjadi anak tunggal yang merupakan impian banyak orang, tetapi tidak menurutku. Aku merasa kesepian di rumah yang ukurannya begitu luas. Kedua orang tuaku sibuk mengurus bisnisnya, sedangkan aku bersama para asisten rumah tangga yang bekerja di rumah.Aku tipe orang yang tidak suka bergaul, oleh sebab itu tidak memiliki banyak teman di tempat kuliah. Kedua orang tua bercita-cita agar aku meneruskan bisnis mereka jika sudah lulus kuliah. Oleh karenanya jurusan yang aku ambil adalah bis
Pada suatu pagi, sesaat setelah keberangkatan Mas Dito bekerja terdengar ada yang mengucapkan salam."Assalamualaikum."Aku yang sedang berjibaku dengan tugas negara, tergopoh-gopoh menghampiri asal suara."Waalaikum salam," jawabku seraya membuka pintu rumah."Din, lagi repot enggak?" tanya Dinar seraya tersenyum manis ke arahku."Lumayan sih. Biasa, lagi ngerjain tugas negara. Ada apa?" tanyaku penasaran.Ismi selalu datang saat Mas Dito sudah berangkat bekerja. Dia seperti sengaja menghindari bertemu langsung dengan Mas Dito.l"Ayo masuk, pamali ngobrol di depan pintu nanti susah jodoh lho!" ledekku pada Ismi."Enak aja, aku sudah dapat jodoh, kali!" timpal Ismi kesal. Dia mengerucutkan bibirnya, membuatku terkekeh melihatnya.Aku membentangkan karpet usang andalan di atas lantai semen rumahku. Mengajak Ismi untuk ikut duduk lesehan bersamaku."Ada apa pagi-pagi datang kesini? pasti ada maunya ya?" tanyaku menebak tujuan Ismi datang kerumah."Kok kamu tahu aja sih, kalau aku ada ma
Dani dan Dita akhirnya tertidur, karena sudah terlalu lama menunggu ayahnya yang belum juga pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku benar-benar mengkhawatirkan Mas Dito. Andai Mas Dito mempunyai ponsel, pasti ku sudah menghubunginya sejak tadi. Dulu sewaktu Mas Dito masih bekerja di percetakan, dia memiliki sebuah ponsel. Tetapi terpaksa harus dijual karena terdesak kebutuhan ekonomi. Sempat ada niatan untuk mendatangi pangkalan ojek tempat Mas Dito biasa menunggu penumpangnya. Akan tetapi tidak tega jika harus meninggalkan kedua anakku yang sedang tertidur. Tidak hentinya aku berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Mas Dito.Tidak berapa lama, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah rumah. Aku segera berlari menuju jendela rumah untuk memastikan siapa yang datang. Aku sangat berharap kalau Mas Dito yang datang.Hatiku begitu lega, begitu mengetahui yang datang adalah Mas Dito. Wajahnya murung dan terlihat begitu letih.Aku membukakan pintu yang