Share

Bab.3: Tetangga Baru

Mas Dito menghentikkan suapan terakhirnya. Sepertinya dia baru menyadari kalau nasi goreng yang terhidang hanya untuk 3 orang saja. Mas Dito pasti tahu kalau Aku sedang berbohong. Terlihat raut penyesalan diwajahnya.

"Ayo lekas habisin sarapannya Dani. Habis itu, bantu Ibu untuk menjaga Dita ya. Ibu mau mencuci pakaian dan beres-beres rumah!" berucap pada Dani, mengalihkan pembicaraan yang membahas Aku tidak ikut sarapan bersama mereka.

"Baik, Bu!" sahut Dani patuh.

Dani segera menghabiskan sarapannya dan membantu membawakan piring kotor ke dapur. Aku bersyukur memiliki anak laki-laki yang pengertian seperti Dani. Di usianya yang mendekati enam tahun, dia jarang mengeluh dengan kondisi kami yang serba kekurangan. Dia selalu makan dengan lahap setiap masakanku. Dia juga anak yang rajin membantuku.

Aku menuju kamar mandi untuk merendam pakaian terlebih dahulu sebelum mencucinya menggunakan tangan. Saat berada di pintu kamar mandi, Mas Dito meraih pergelangan tangan dan menatap wajahku.

"Dinar, maafkan Aku yang belum bisa membahagiakanmu. Kamu jangan pernah lelah untuk selalu mendoakanku ya!"

Mas Dito berkata dengan suara bergetar, matanya juga terlihat berembun. Aku tahu dia merasa bersalah karena sebagai seorang kepala keluarga, dia belum bisa memberikan kehidupan yang layak keluarganya.

"Tidak apa-apa Mas, jangan merasa bersalah seperti itu. Aku iklas menerima keadaan kita. Lagi pula, Aku sudah terbiasa puasa sunah!" ucapku berusaha menenangkan hati suamiku.

Mas Dito mengecup keningku dan melepaskan genggaman tangannya. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk melaksanakan tugas merendam pakaian. Setelahnya, Aku melangkah ke ruangan depan menghampiri Mas Dito yang akan berangkat mengojek.

"Doakan Ayah, supaya hari ini mendapat rezeqi yang banyak dan berkah!" pinta Mas Dito pada kami.

“Iya, Ayah,” jawab Dani. Sementara Aku hanya menganggukkan kepala. Lalu kemudian satu persatu kami menyalami punggung tangan Mas Dito. Bersama mengantar kepergian pahlawan di keluarga Kami itu sampai ke halaman depan rumah.

Memperhatikannya menyalakan mesin motor, kemudian pergi menjemput rezeqi yang masih berada di tangan pemilik-Nya.

"Dani, Ibu mau mencuci pakaian dan beres-beres dulu. Kalau Dita rewel pengen mimi, baru panggil Ibu ya!" pesanku pada Dani.

"Baik Bu. Dita, ayo main mobil-mobilan lagi sama kakak!" ajak Dani kepada adiknya yang sedari tadi memperhatikan kami berdua.

Aku bergegas menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sebelum Dita rewel karena mengantuk. Biasanya di jam-jam repot mengerjakan pekerjaan rumah, Dita rewel karena ingin menyusu. Semoga hari ini Dita tidak rewel sebelum pekerjaan rumahku selesai.

"Bu, itu ada orang yang pindahan ke kontrakan Babeh Sabeni!" ucap Dani kepadaku yang baru selesai melaksanakan tugas negara.

"Orang baru siapa, Nak?" tanyaku heran.

"Dani juga enggak tahu Bu.Tadi ada mobil truck yang membawa perabotan seperti orang yang baru pindahan berhenti di depan kontrakan Babeh Sabeni! jawab Dani polos.

Aku berjalan kearah jendela rumah dan mencoba mengintipnya. Ternyata yang dikatakan Dani benar. Ada orang yang akan menempati rumah milik Babeh Sabeni. Dulunya rumah itu di tempati oleh Bang Joni, orang kepercayaan Babeh Sabeni yang di tugaskan untuk mengawasi para penghuni yang mengontrak di kontrakan miliknya.

Namun Bang Joni mengkhianati kepercayaan Babeh Sabeni. Bang Joni berbuat mesum dengan salah satu penghuni kontrakan yang berstatus janda. Babeh Sabeni murka dan langsung memecat Bang Joni saat itu juga. Akhirnya rumah yang pernah diisi oleh Bang Joni itu berubah fungsi menjadi rumah kontrakan.

Dari balik jendela, nampak seorang wanita cantik yang usianya tidak terpaut jauh denganku keluar dari mobil truck yang membawa barang perabotan. Wajahnya terlihat glowing terkena pantulan sinar matahari. Pasti dia merawat wajahnya setiap hari dengan skin care yang harganya mahal. Berbeda denganku yang mencuci wajah hanya dengan sabun mandi.

Aku terkejut saat mendengar tangisan Dita. Bergegas menghampiri Dita yang mulai rewel. Aku melupakan wanita cantik penghuni baru kontrakan Babeh Sabeni. Bagiku yang tinggal berdekatan dengan lingkungan kontrakan sudah tidak aneh melihat orang pindahan. Aku merasa beruntung walaupun kondisinya sederhana tetapi status rumah milik sendiri, bukan rumah kontrakan. Rumah ini dibeli dari hasil pencairan uang tabungan ketenaga kerjaan Mas Dito selama dia bekerja.

"Embu, bobo" celoteh Dita. Mulutnya terbuka karena menguap. Dita sepertinya mulai mengantuk. Aku menggendongnya menuju kamar, sementara Dani masih asyik bermain dengan mobilannya. Hanya beberapa menit saja, Dita sudah tertidur. Aku beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju kebun belakang rumah untuk mencari sayur sebagai lauk tambahan.

"Dani, bantu Ibu memetik sayuran, yuk. Ibu lihat daun singkongnya sudah mulai tumbuh banyak!" ajakku pada Dani.

"Ayo, Bu. Daun singkongnya mau dimasak apa?" tanya Dani antusias.

"Masak tumis daun singkong" jawabku singkat. "Dani suka sayur daun singkong, Bu. Semua masakan Ibu pasti enak!" ucap Dani dengan mata berbinar.

Dani mengikuti langkahku dari belakang. Sesampainya di kebun belakang, Aku mulai memetik tunas daun singkong yang berwarna hijau muda. Dani memperhatikanku lebih dulu, baru setelahnya dia mulai ikut memetik tunas daun singkong yang tumbuh dari batang singkong yang seukuran tubuhnya. Untuk batang singkong yang tinggi, Dani melewatinya karena dia tidak dapat menggapainya.

"Alhamdulillah, itu ada tomat dan cabai juga yang sudah matang. Dani tolong petik tomas dan cabainya, ya. Daun singkongnya biar Ibu saja yang petik" titahku pada Dani.

Dani mengangguk senang. Karena tanaman tomat dan cabai berada di bawah, tidak tinggi seperti pohon singkong. Aku mengucap syukur dalam hati, karena ada rezeqi untuk tambahan lauk makan hari ini. Walaupun kebun ini hanyalah tanah lebihan dari rumahku yang berukuran sempit, tetapi keberadaannya sangat bermanfaat untuk sehari-hari.

"Sudah selesai, Dan?" tanyaku pada Dani yang masih asyik memetik tomat dan cabai.

"Belum, Bu. Ini masih banyak!" sahut Dani sambil nyengir kuda.

"Tidak usah di petik semuanya, kita ambil secukupnya saja. Bisa buat nanti lagi!" ucapku mengingatkan Dani.

"Siap Bu. Habisnya Dani seneng panen tomat dan cabainya, warnanya merah sama dengan warna kesukaan Dani hehe" Dani cengengesan ke arahku.

Aku tersenyum menanggapi ucapan Dani. Dengan setengah berlari, Dani masuk ke dalam rumah dan menaruh hasil panen hari ini pada sebuah baskom plastik yang di ambil dari rak dapur.

"Bu, Dani mau main keluar, boleh kan?" tanya Dani penuh harap. Mungkin dia takut di larang bermain keluar rumah seperti kemarin.

"Iya boleh, asal jangan jauh-jauh ya!" jawabku mengabulkan permintaan Dani. Dia bersorak kegirangan dan secepat kilat berlari keluar dari rumah.

Sementara itu Aku mencuci daun singkong hasil panen hari ini, lalu kemudian merebusnya untuk di olah menjadi sayur untuk lauk tambahan hari ini.

"Tok..tok..tok,” terdengar suara yang mengetuk pintu rumahku. Aku menajamkan pendengaran, khawatir salah pendengaran.

"Assalamualaikum," kali ini terdengar ada yang mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam," jawabku seraya melangkah menuju pintu rumah dan kemudian membukanya.

Tampak wanita cantik yang tadi kulihat melalui jendela rumahku telah berdiri di depan pintu seraya tersenyum manis ke arah. Dia membawa dua buah kotak makanan berukuran besar.

"Maaf mengganggu waktunya, Mbak. Ini saya ada sedikit makanan untuk Mbak dan keluarga. Anggap saja sebagai perkenalan karena saya warga baru di sini. Nama Saya Ismi, Mbak" sapa wanita cantik itu seraya menyerahkan kotak makanan yang di bawanya....

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status