Share

Bab 5. Program Hamil

Author: Angsa Kecil
last update Huling Na-update: 2024-12-23 16:33:55

"Rania!" Cepat Krisna menangkap tubuh istrinya yang terkulai lemas. Dia panik. 

"Kamu kenapa, Ran?" Krisna menepuk-nepuk pipi istrinya. Tak ada respon.

Lalu Krisna meletakkan pelan tubuh istrinya ke atas tempat tidur. "Ran, kenapa kamu bisa seperti ini? Aku minta maaf buat kamu pingsan."

Tangan Krisna menyentuh kening pucat Rania. "Panas? Kenapa kamu tidak bilang kalau sakit, Ran?" 

Krisna mengusap wajahnya kasar, dia frustasi dan bingung. "Aku harus panggil dokter. Ya, dokter." 

"Harusnya kamu sekalian periksa ke dokter saat kemarin di rumah sakit. Kenapa malah bersama pria lain?"

Kontak dokter, ketemu.

Akan tetapi, saat ingin menekan kontak itu, Krisna mendengar suara ayahnya.

"Krisna, Rania, kalian di dalam?" suara ayahnya terdengar dari balik pintu, membuat Krisna membelalak.

Pria itu menatap istrinya yang terbaring lemah. Krisna panik, takut ayahnya tahu apa yang terjadi pada Rania dan menyalahkannya.

"Ayah nggak boleh tahu kalau orangnya pingsan."

Krisna mengurungkan memanggil dokter dan langsung keluar dari kamar itu. 

"Ayah?" Krisna tersenyum kaku menyembunyikan kegugupannya. Dia berdiri sambil mengatur laju nafasnya yang bergetar.

"Mana Rania? Biasanya dia langsung menyambut kalau ayah datang."

"Rania? Dia ... dia bilang kecapean habis bersih-bersih rumah dan sekarang ketiduran."

"Makanya, kamu itu carikan pembantu buat istrimu. Jangan dengarkan apa kata ibumu. Dulu ibumu juga berhenti kerja setelah menikah sama ayah. Di rumah juga ada dua pembantu dan satu tukang kebun. Apa nggak kasihan lihat istrimu setiap hari membersihkan rumah sebesar ini? Belum masak dan ngurusin kamu."

Krisna malah baru sadar hal itu. Dia mengedarkan sisi ruang rumahnya, ternyata luas juga, membayangkan saat istrinya membersihkan rumah sebesar itu sendirian.

"Ehm, duduk Pa." 

Agung, ayah Krisna memilih duduk di sofa lantai atas. "Jadi suami itu mikirnya bukan hanya kasih duwit ke istri. Pikirkan kebahagiaannya juga. Memangnya semua wanita bahagianya cukup dengan uang? Kalau wanita lainnya nggak tahu, tapi kalau Rania tidak. Dia tidak materialistis."

Glek! Krisna menelan kasar ludahnya. Ekor matanya melirik pintu kamar, dan semakin cemas memikirkan Rania di dalam.

"Kris, ayah mau bicara soal lain."

"Ehm." Pikiran Krisna bercabang dan lebih terbayang istrinya yang pingsan dan sembunyikan.

---

Sedang di kamar itu.

Detik ke menit, hingga putaran puluhan menit. Rania mengerjap pelan.

"Akhh!" Dia masih pusing, tubuhnya masih terasa lemah.

Dia mengedar pandangan mencari sosok Krisna, Nihil! Rasa kecewa segera menyusup di hatinya.

"Apa yang aku harapkan darinya. Huh!" Rania tersenyum getir.

"Auwhh!" Susah payah Rania berusaha duduk di sisi ranjang.

Tepat saat itu, pintu kamar terbuka, dan Krisna muncul. Dia kaget melihat Rania sudah terjaga.

"Kamu sudah bangun, Ran?" Dia mendekat.

Rania hanya memalingkan wajah, acuh. "Hem."

"Aku akan panggil dokter dulu." Krisna menatap khawatir. Dia mencari keberadaan ponselnya. Ada di nakas, dan hendak mengambil, tapi tertahan.

"Tidak perlu. Sudah terlambat. Aku sudah bangun." Rania menjawab dingin. 

Krisna terdiam, tampak bingung. "Tapi kamu masih kelihatan lemas. Seharusnya tadi kamu periksa dokter saat di rumah sakit. Kenapa malah cuma datang menemani pria itu?"

Rania mendengkus kesal. Benar-benar heran dengan suaminya itu. "Lagi-lagi begitu. Mas Krisna masih saja terus begitu. Ya, aku memang sengaja tidak periksa karena ingin cari perhatianmu, Mas. Berencana pingsan agar Mas Krisna jadi memperhatikanku bukan malah-" Wanita itu malas meneruskan kalimatnya.

"Aku hanya khawatir, Ran. Memangnya salah?" 

"Mas Krisna tidak perlu repot-repot khawatir. Aku sudah sakit dari tadi, tapi Mas lebih sibuk dengan Kiran."

Kata-kata Rania membuat Krisna tercengang. Ada rasa iba dalam sorot matanya, tapi terselip juga rasa kesal. "Kenapa kamu  membahas ini lagi?"

"Karena Mas lebih membela dan perhatian padanyaSeolah-olah aku ini tidak penting dan bukan istrimu."

"Ran, sudah aku jelaskan sejak awal, aku tidak bermaksud begitu. Tolong mengerti posisiku. Kamu juga tahu kalau Kiran—"

"Jangan sebut-sebut nama dia lagi! Aku sudah muak dengar nama dia." Rania memalingkan muka.

Krisna terdiam, mencoba mengendalikan diri. "Aku cuma berusaha bagaimana caranya biar semua tetap baik. Jangan bertengkar lagi. Kita tetap suami istri dan kamu harus mengerti soal zona kerjaku. Jangan salah paham lagi. Kiran tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Tidak seperti yang aku pikirkan?"

"Ran, cukup. Kamu masih lemah."

"Kalau begitu, keputusanku untuk pisah memang tepat." Rania berkedip-kedip agar air matanya tidak tumpah.

Krisna mengatup matanya sejenak. Dadanya berdenyut mendengarnya. "Jangan bahas itu lagi. Ayah baru saja datang, dia malah membahas cucu. Ayah mengatakan agar kita ikut program hamil, karena kamu belum hamil juga sampai saat ini. Aku tidak mau membuat ayah kecewa. Jadi jangan bahas hal itu lagi."

Program hamil? Ingin sekali Rania mengatakan kalau dia kehilangan calon bayinya, tapi malas!

Rania beranjak, tanpa kata.

"Mau ke mana?"

Krisna mencegat, dia merentangkan tangannya dengan tatapan sesal tak rela.

"Aku mau istirahat, Mas. Jangan halangi aku." Rania menatap malas.

"Kenapa mau jalan keluar? Tempat tidurnya di sini."

"Karena yang lelah bukan cuma ragaku, tapi hatiku. Aku mau tidur di kamar lain, mau istirahatkan hati dan pikiranku." Rania menepis tangan Krisna yang menghadang.

Deg! Krisna terdiam. Dia membiarkan tangannya disingkirkan.

---------

Beberapa hari ini, Rania memilih tidur di kamar lain. Dia hanya membawa beberapa bajunya saja dan perlengkapan penting. Wanita itu memilih mengurung diri di kamarnya. 

Rania hanya keluar saat harus mengurus suaminya saja. Makanan, dia memilih yang simple atau pesan.

"Ran. Kamu sudah baikan?" 

Rania juga irit bicara dan menampilkan wajah datar. Dia mengikat dasi suaminya. "Sudah." Hanya itu.

Krisna merasa kosong. Apalagi saat malam, dia tidak bisa tidur.

"Sarapan di rumah atau di kantor, Mas."

"Di kantor. Ki- ... ehm aku ada meeting pagi."

Rania tersenyum getir. Dia tahu apa yang akan dikatakan suaminya. Wanita itu tetap mengantar sampai depan.

Kalau bukan karena ayah mertua yang sangat baik padanya, ingin sekali Rania kabur meski Krisna menolak berpisah. Namun, setelah tahu dia kurang sehat, ayah mertuanya datang dan memberinya perhatian bak anaknya sendiri. 

Rania jadi istri Krisna karena dibawa Agung, ayah mertuanya, kini dia dilema kalau harus membuat paruh baya yang menyayanginya kecewa.

--------------

"Aku akan menjemputmu, Karin. Jangan kemana-mana. Jangan sedih lagi dong, Kamu 'kan masih punya aku." Jelas itu suara suaminya.

'Mas Krisna kapan pulang?' batin Rania dia bersembunyi di balik tembok.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cerita ini nyampah banget. g mendidik dg drama bodoh tokohnya yg bernama rania. udah tau dijodohkan tapi tetap aja penuh drama
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 90. Sebuah Ketulusan.

    Dalam hitungan menit, Krisna sudah membawa Rania dalam mobil dan siap ke rumah sakit terdekat.Sepanjang perjalanan, Krisna menggenggam tangan istrinya erat. Wajahnya tegang.Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung ditangani cepat. Krisna memayao dokter. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok? Ada apa? Apa ada yang serius?"Dokter tersenyum tenang. "Tenang, Pak. Istri Bapak sehat. Dan ... selamat. Istri Anda hamil. Untuk lebih lanjutnya silakan ke dokter obgyn."Krisna terdiam. Mulutnya terbuka tapi tidak ada suara yang keluar. Seolah otaknya butuh waktu untuk mencernanya. Lalu perlahan, wajahnya berubah. Mata melebar. Rania tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia diam memegang perutnya. Tanpa suara air matanya menetes begitu saja. Akhirnya dia bisa hamil lagi."Hamil?" Jantungnya berdetak sangat kencang. Akhirnya, yang dia tunggu tiba juga.Dokter mengangguk. "Tidak perlu terlalu khawatir soal mual pagi. Itu wajar. Tapi harus banyak istirahat."Setelah kepergian dokter."Aku hamil, Ma

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 89

    "Nggak ada toleransi lagi. Ayah sudah lelah melihat tingkahmu tiap hari. Emangnya ayah nggak tahu apa yang kamu lakukan selama ini di luar. Pamitnya cari kerjaan tapi kamu cuma nongkrong sama teman yang biasanya. Mau jadi apa kamu kalau terus kayak gini.""Aku tahu Ayah membenci anakmu ini. Tapi setidaknya jangan menyiksa anak dengan menikahkan sama pria kampungan. Mau ditaruh di mana mukaku ini, Yah!" teriak Winda."Ayah nggak peduli. Kamu nikah sama pria pilihan ayah atau kamu urus hidupmu sendiri sana.""Mas, jangan keterlaluan!"Agung tidak mendengarkan lagi protes istri dan anaknya.Rania dan Krisna yang kebetulan berkunjung, saling berpandangan. Saat mereka masuk rumah langsung disuguhi perdebatan itu."Mbak Winda, tenanglah. Ayah punya alasan sendiri melakukan hal itu. Lagi pula apa salahnya menikah dengan pria dari kampung, tapi bertanggung jawab. Dan tidak semua pria dari kampung itu miskin dan kumal." Rania menyembunyikan senyum tipisnya."Aku nggak butuh nasihatmu, Rania! I

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 88

    Belum sampai Krisna menjawab, dua polisi datang. Satu dari mereka mengeluarkan berkas sambil menatap langsung ke arah Ane."Saudari Ane. Kami dari kepolisian. Berdasarkan laporan dan bukti yang sudah kami terima, Anda kami tetapkan sebagai tersangka dalam beberapa tindak pidana."Ane melangkah mundur, panik. "Apa-apaan ini?"Veni langsung gelisah takut."Anda diduga terlibat dalam upaya penganiayaan berencana terhadap saudari Rania, termasuk insiden keguguran yang terjadi akibat racikan obat yang Anda kirim melalui perantara. Anda juga terlibat dalam upaya penculikan secara tidak langsung dengan menjebak korban ke hotel. Malam ini, Anda juga mencoba menjebak suami korban, pak Krisna dalam upaya pencemaran nama baik."Polisi lainnya mengambil borgol dari pinggang."Saudari Ane, Anda berhak didampingi pengacara. Tapi malam ini, Anda kami tangkap dan akan dibawa ke kantor kepolisian untuk pemeriksaan lanjutan. Kami mohon kerja sama Anda."Ane berontak. "Kalian semua gila! Ini jebakan!

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 87

    Krisna bersandar sambil memegang keningnya, memejamkan mata, seperti halnya orang ngantuk dan lemas. Kepalanya pelan tertunduk di sofa empuk.Tak butuh waktu lama, suara langkah pelan masuk ke ruangan. Dia Veni dan Ane."Kena sekarang. Lakukan tugasmu selanjutnya, Veni.""Siap. Aku senang melakukannya."Ane tersenyum sinis berdiri menatap Krisna yang tergeletak.Lalu, ada seseorang lagi yang masuk dan memindahkan Krisna ke atas ranjang. Ane keluar dan menyerahkan sisanya pada Veni. Dia akan mengawasi dari luar.Kini, Veni itu mendekat, makin mendekat. Langkah heels nya nyaris tak terdengar.Tubuh Krisna yang tampak tertidur membuat Veni makin percaya diri. Dia duduk di sisi ranjang, tangannya mulai meraih kerah jas Krisna, lalu bersiap berbaring ke ranjang di sisi Krisna.Baru satu sentuhan, lengan Krisna langsung menangkap pergelangan tangannya."Aku tidak suka disentuh oleh wanita murahan.""Kamu-" Veni terperangah, langsung bangkit dan mundur dua langkah. Matanya membelalak meliha

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 86

    "Aku nggak akan macam-macam. Aku cuma pengen pastikan kamu aman sampai rumah. Krisna nggak bisa dihubungi kan?"Rania menggigit bibir. Jawaban itu tepat sasaran. Krisna memang belum membalas pesan, belum juga mengangkat telepon. Hatinya makin tidak tenang.Dan kenapa Adrian bisa tahu? Semua makin janggal di hatinya."Tolong jangan buat situasi makin rumit, Drian.""Percaya sama aku sekali ini aja. Aku cuma pengen kamu selamat. Nggak lebih."Rania terdiam. Lalu membuka ponsel. Mengetik pesan singkat ke suaminya. [Aku bareng Adrian. Ban mobilku kempes, Mas. Dan ke mana orang-orangmu saat ini? Kenapa semuanya hilang?]Terkirim. Tapi belum dibaca."Jadi ikut denganku, kan?"Rania menatap Adrian sesaat lalu mengangguk pelan.Adrian mendekat dan memayungi tubuh Rania. Mereka berjalan pelan menuju mobil. Langkah kaki berirama dengan gemuruh hujan.Rania hanya diam, kaku. Jarak tubuh mereka dekat, tapi rasa asing membentang seperti jurang tak kasatmata.Saat hampir sampai mobil, sepatu Rania

  • Rayuan Mantan Kekasih Suamiku   Bab 85

    "Restoran sepi bingung, giliran ramai juga bingung. Kamu maunya apa, Jeng," ucap Indra sambil mendecih."Maunya kamu mingkem, Dra. Biar aku bisa fokus pakai indra ke sebelas. Ada yang nggak wajar sama semua ini soalnya."Rania menatap sekeliling. "Itu juga yang bikin aku bingung. Review restoran ini sebelumnya jelek banget. Dan usaha perbaikan baru saja dimulai. Tapi sekarang? Tiba-tiba banyak orang makan sambil selfie."Indra menyikut lengan Ajeng pelan. "Fix. Ini settingan Adrian, temanku yang terlalu tulus dan baik hati dan nggak nuntut balesan. Pasti pelanggan bayaran. Nih orang terlalu niat."Ajeng mengangguk cepat. "Yakin, Adrian. Bisa jadi Kang Mas Krisna. Kan dia udah jadi sweet banget sekarang."Indra mendesis. "Kamu tim Krisna sekarang? Aku tim Adrian."Lalu, Ajeng menoleh pada Rania. "Gila sih kalau semua ini emang hasil karya suamimu. Dia keren, Ran. Maksud aku, suami kamu tuh bukan tipe asal janji. Dia kerjain semua dengan detail. Meski nyebelin, tapi tobatnya beneran."I

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status