"Marniii!" Aku dan Mbok Tati berteriak barengan sambil berlari ke dapur.Wanita berumur dua puluh delapan tahun itu tergeletak di lantai, beruntung bubur ayam itu masih banyak tak dimakan semua oleh Marni, tak terbayang jika wanita itu memakannya hingga tandas bisa-bisa nyawanya melayang saat itu juga."Lemes, Bu," bisik Marni tak berdaya.Aku dan Mbok Tati segera membawanya ke mobil."Mbok jaga rumah biar aku bawa Marni sendirian," ujarku, ia mengangguk.Tiba di Instalasi Gawat Darurat terdekat Marni segera ditangani, diberi obat juga disuntikkan infusan ke tangannya.Dokter mengatakan jika Marni tak mengalami masalah serius hanya perlu diopname beberapa hari, karena racun itu hanya sedikit yang masuk ke dalam perutnya, aku mengucap syukur karena ia tak terlalu parah."Lain kali jangan main makan sembarangan ya, Mar, bener aja 'kan buburnya beracun," ucapku saat dokter dan suster telah meninggalkan kami."Iya, Bu saya nyesel, untung pas makan bubur itu temen saya telpon, jadi saya ma
"Tahu dari mana kalau aku banyak masalah?" tanyaku sambil melirik ke arah lain."Kamu ga perlu tahu soal itu, Rah, tapi yang jelas aku akan selalu ada membantumu."Mataku mengembun mendengar ketulusannya."Kalau gitu bantu aku untuk menggugat cerai Mas Andra, apa kamu bisa?" tanyaku sambil memandang wajahnya lagi."Aku akan bantu, Rah, siapkan saja berkas-berkas yang kuminta nanti ya," jawabnya sambil tersenyum."Terima kasih, kalau gitu aku pergi dulu."Ia mengangguk. "Telpon aku saja kalau ada perlu, nomorku masih yang dulu kok."Degh!Seolah ada yang mengetuk hatiku, aku membalikkan badan menatapnya lagi."Nomormu ... sudah kuhapus, maaf," ujarku raguIa tersenyum. "Baiklah nanti aku telpon duluan ke nomormu ya."Untuk kedua kalinya hatiku berdesir, mengapa ia tak menghapus nomorku? disaat aku sudah menjalani hidup bersama orang lain, bahkan dulu saat fitnah tentangnya beredar, aku malah memblokir semua akun sosmednya."Iya, aku tunggu."Aku segera melajukan mobil, saat melihat kac
"Farah, yang menyuruh Siksa untuk menjebak Ervin adalah Maya, sekretaris yang kamu kira setia selama ini," ujar Arini dengan tatapan meyakinkan.Tatapan itu sama sekali tak memperlihatkan kebohongan, Arini berkata sesungguhnya, dan itu benar-benar seolah menghantam dadaku hingga sesak.Air mataku keluar deras laksana air hujan, sedangkan mulutku menganga karena tak percaya."Siska sudah menceritakan semuanya selepas ia sadar dari koma, karena kecelakaan yang menimpanya dua Minggu lalu," ujar Arini lagi membuatku semakin tergugu.B*d0h! Bagaimana bisa dahulu aku percaya pada fitnah murahan semacam ini, ya Tuhan tak kubayangkan bagaimana perasaan Ervin saat melihatku di pelaminan bersama lelaki lain."Dia ingin minta maaf sama kamu dan juga Ervin, Rah, tolong temui dia sebelum ajalnya datang," pinta Arini mengiba, matanya sudah sembab karena menangis.Aku diam terpaku, memikirkan perasaan Ervin dan juga memikirkan rumah tanggaku, andai waktu itu aku percaya dengan perkataan Ervin dan Om
"Iya, Rah, suami istri itu sekongkol untuk mendapat keuntungan darimu, mereka juga memalsukan identitas Andra seolah ia seorang bujangan," lanjutnya sambil menatapku penuh penyesalan."Mereka menginginkan uangmu, Rah, maka dari itu Maya dan Andra mengatur rencana licik untuk menghancurkan hubunganmu dan Ervin, setelah itu Andra datang sebagai pahlawan dan menikahimu, licik 'kan mereka." Siska masih belum berhenti bicara."Mereka sudah menikah setahun yang lalu, Andra hampir putus asa karena kehabisan dana untuk membangun mall itu, makanya mereka melakukan cara keji ini karena membutuhkan banyak uang, itu yang kutahu, Rah." Ia bicara lagiTubuhku lemah dengan air mata yang terus berderai bercucuran, mereka telah mempermainkan hidupku demi sebuah kekayaan."Aku minta maaf, Farah, karena sudah membantu Maya, harus kamu tahu waktu itu aku bener-bener lagi butuh uang buat biaya rumah sakit ayah, sedangkan Maya memberi bantuan dengan syarat harus mendukung rencananya menjebak Ervin," jelasn
(POV Andra)S14l! Kutinju dinding penjara ini dengan sebelah tangan, kenapa semuanya hancur disaat mimpiku sebentar lagi tercapai, ini semua pasti gara-gara Juna, dan Dirga yang tak becus bekerja.Mall itu sebentar lagi akan berdiri dengan megahnya dan di saat itu pula aku akan menyingkirkan Farah karena sudah tak membutuhkannya lagi.Kejam memang, tapi lebih kejam ayahnya dan seluruh keluarganya terhadap ayahku, aku ingin semua keturunan Bahtiar hidup susah, seperti yang dialami oleh keluargaku selama ini."Ayo keluar, ada yang mau bertemu," ujar seorang polisi penjaga.Aku bangkit dan mengikutinya tanpa kata, oh ternyata Maya yang menjenguk."Mas," sapanya saat kami saling berhadapan."May, aku mau bebas, kata pengacara aku bisa bebas asalkan bisa mengembalikan uang perusahaan yang selama ini kunikmati, aku mohon jual dulu rumah barumu itu ya."Semoga saja Maya mau membantu, yang terpenting sekarang aku bisa bebas dahulu dari sini sebelum waktu persidangan, berbeda dengan Pak Dirga
Perbincangan kami berakhir karena waktu sudah habis, aku kembali ke dalam sel dan Maya bergegas pulang, ada yang aneh dengan Farah kenapa ia tak menjengukku setelah ditangkap?Apa fikirannya sudah diracuni Juna agar membenciku? ah semoga saja tidak.*Keesokan harinya, seperti biasa aku menghabiskan waktu dengan duduk di lantai atau berdiri sambil memegang jeruji besi, hal yang sangat membosankan, jika punya kesempatan aku akan membalas si tua itu karena sudah menggagalkan semua rencanaku.Siang ini polisi yang berjaga mengatakan ada yang menjenguk lagi, semoga itu Farah dan semoga juga dia bisa membantu."Ibu."Ternyata Ibu dan dan Dinda yang datang, kenapa bukan Farah?"Andra kamu sehat-sehat aja 'kan?" tanya ibu dengan konyolnya, mana ada orang sehat-sehat aja, yang ada badanku sakit semua."Tiap malam aku tidur di lantai, badanku sakit semua!" tegasku sambil mencebik.Entah mengapa aku sedikit kesal karena ibu lambat memberikan pertolongan, giliran minta duit selalu ingin cepat da
Aku masuk ke dalam mobil, di dalam Ervin tersenyum, aku menemui Mas Andra dipenjara memang ditemani olehnya."Dia mau tanda tangan?" tanya Ervin sambil tancap gas."Engga, Vin," jawabku datar."Baiklah, tak masalah, perceraian akan tetap terjadi kamu jangan khawatir." Ia memamerkan lesung pipitnya."Vin?""Hmmm." Hanya itu jawabannya."Kenapa sih kamu ga benci aku? kenapa juga repot-repot nolong aku?"Bukan menjawab ia mala tertawa."Aneh ya kamu, ada orang baik yang deketin malah ditanya begini." Ia menggelengkan kepala.Oh Tuhan bukan itu yang kumaksud."Aku udah ninggalin kamu nikah, Vin, masa kamu ga benci aku?" Kali ini kutatap wajahnya dengan serius.Entah mengapa dalam hati kecil aku sangat mengharapkan masih ada setitik cinta di hatinya. Namun, yang terjadi sepertinya di luar dugaanku."Itu 'kan dulu, Rah, semua itu Qodarullah," jawabnya tak memuaskan."Ya tapi masa kamu ga punya rasa benci sama sekali sih, minimal kecewa lah."Ia malah tersenyum."Dulu emang iya aku kecewa, t
Saking penasaran aku segera bejalan ke depan walau desak-desakan, dari posisi ini aku dapat melihat jelas ada seorang wanita meraung dan menangis di depan sana.Ia adalah Maya, rupanya benar rumah yang terbakar itu rumahnya, ada kepuasan dalam hati saat melihatnya menangis seperti itu, dan setelah diperhatikan ternyata ibu juga ada di sana.Ibu dan Dinda berada di samping Maya menenangkan, dua wanita itu juga nampaknya terpukul atas insiden ini, padahal rumah itu dibeli pasti bukan murni memakai uangnya, sudah pasti ada uangku yang ikut andil.Aku berjalan untuk mendekati mereka bertiga."Kak Farah." Dinda terkejut lalu menepuk-nepuk lengan ibunya."Apa sih!" Ibu belum menyadari kehadiranku.Dinda membisikkan sesuatu ke telinga ibunya, beberapa saat kemudian wanita paruh baya yang selalu berpenampilan modis itu mendongak menatap wajahku, matanya melebar saat pandangan kami bertemu.Aku pun jongkok mengimbangi mereka."Hahhh ... Bu Farah." Maya yang tiba-tiba melihatku dengan wajah ter