Share

Bab 2

Setelah satu jam menelpon costumer servis bank, akhirnya Mas Andra kembali dengan raut wajah seram, sudah terbaca jika ia hendak murka.

 

Aku menghirup oksigen sebagai bentuk persiapan bahwa diri ini siap untuk melawan, enak saja terus menerus menikmati uangku dengan cara curang.

 

"Kenapa ATM-nya diblokir, Farah?!" Benar saja ia murka.

 

"ATM itu 'kan emang udah diblokir," jawabku sinis.

 

"Sekarang mana ATM-mu yang lain?"

 

Lelaki itu menengadah, memang muka tembok tak tahu malu selalu minta uang sama perempuan, padahal kinerjanya tak ada yang pernah menguntungkan perusahaan.

 

"Ga ada! Mulai sekarang harus hemat jangan foya-foya lagi, aku ga mau usaha peninggalan Ayah dan Kakek jadi bangkrut!" tegasku sambil mendelik.

 

Mas Andra mengacak rambutnya kesal.

 

"Cuma 500 Juta, Farah, masa duit segitu juga dipermasalahkan," ujarnya dengan suara rendah tapi penuh penekanan.

 

CK, sudah mengemis maksa lagi!

 

Tak ingin lagi menjawab gegas aku pergi dari kamar ini, tanpa kata ataupun lirikkan mata, rumah tangga kami hanyalah sandiwara tanpa ada landasan cinta, tinggal menunggu waktu maka semuanya akan hancur tak bersisa.

 

Ingin sekali aku menggugat cerai Mas Andra ke pengadilan. Namun, semuanya butuh waktu aku ingin ia pergi dari hidupku membawa penyesalan yang teramat menyakitkan, takkan kubiarkan ia hidup tenang sambil foya-foya menggunakan uangku.

 

"Dasar pelit! Lihat saja aku akan menemui Desi untuk mentransfer uang itu," sergahnya dengan tampang ketus.

 

Secepat itu ia berubah menjadi serigala, padahal beberapa jam yang lalu ia begitu lembut seperti kucing anggora, jangan tanya lagi kenapa ia berubah semua itu pasti karena uang, dan karena ambisinya tak tercapai.

 

Sungguh aku menyesal tak mengindahkan nasihat ayah saat hendak menikah dengan lelaki itu, kini kutanggung kepedihan ini sendiri, Malang sekali aku ini yang salah dalam memilih suami.

 

"Kamu tuh kenapa sih ngotot banget? uang terus yang dibahas!"

 

"Ini untuk Ibu, Farah, dia mau buka usaha."

 

"Tapi aku juga butuh untuk mengembangkan pabrik, semuanya harus dibenahi dan itu ga pake uang sedikit, kamu mau kita bangkrut?"

 

"Cuma 500 juta kalau ga ada segitu ya 300 juta juga ga apa-apa."

 

Bibir ini menyeringai mendengarnya, sudah seperti belanja di pasar saja pengemis ini meminta dengan segala cara, terus saja membujuk sampai kapanpun aku takkan pernah lagi mau memberikan.

 

Mending buat panti asuhan, atau pondok pesantren khusus anak yatim dan hafiz Qur'an, rezekiku akan lebih berkah karena dinikmati oleh orang yang tepat dan membutuhkan.

 

"Engga ada! Pokoknya bulan ini dan ke depan ga boleh ada pengeluaran untuk apapun selain untuk makan dan kebutuhan rumah tangga!" tegasku sambil mengigit buah apel.

 

"Kamu tuh tega ya sama ibu, dia pasti kecewa sama kamu!"

 

"Kenapa kecewa? kalau ga ada ya gimana harusnya dia ngerti dong! 'Kan seorang ibu masa ga ngerti keadaan anaknya," jawabku santai sambil mengunyah buah apel.

 

"Pokoknya aku akan minta Desi untuk transfer uang itu sekarang, kalau kamu masih ga mengizinkan berarti kamu sudah durhaka sama ibuku!"

 

Ia menggebrak meja, lalu pergi lagi entah ke mana, silakan saja Mas lakukan seribu cara untuk memeras uangku lagi kalau bisa.

 

"Hallo, Desi, aku peringatkan sama kamu jangan memberikan Pak Andra uang walaupun dia memaksa, sepeserpun jangan diberikan kalau sampai diberikan maka kamu saya pecat," titahku pada manager keuangan di kantor.

 

Aku tahu Mas Andra akan melakukan segala cara untuk membujuk gadis itu, walaupun harus dengan kebohongan, tapi sayang gadis itu menciut kalau sudah diancam akan dipecat, secara dia tulang punggung keluarga.

 

"I-iya, Bu, saya ga akan berikan."

 

"Bagus!" Segera kututup sambungan telepon ini.

 

Pucuk di cinta ulam pun tiba, setelah satu jam lebih ia kembali lagi ke rumah ini, kulihat dari balkon rumah ia segera masuk dengan raut wajah yang lebih menyeramkan.

 

"Faraah! Maksud kamu apa sih perhitungan kaya gitu?!" teriak lelaki itu memekakkan telinga 

 

Aku masih duduk santai sambil membaca novel online, sengaja agar suasana hati ini tak ikutan panas dan terbakar, menghadapi orang sepertinya harus santai jangan bar-bar.

 

Semakin aku santai maka semakin stres yang ia rasa, jika beneran lelaki itu stres lalu depresi maka itu merupakan sebuah kabar bahagia.

 

"Hei Farah! Kalau suami ngomong itu didengar! Durhaka kamu ya."

 

Ingin sekali terbahak-bahak, jika aku durhaka lantas dia sendiri apa yang tega memanfaatkan pernikahan untuk ajang mencari kekayaan dengan cara curang.

 

Dasar maling teriak maling!

 

"Aku juga denger belum budek, kamu tuh kenapa sih marah-marah dari tadi? mau darah tinggi?" tanyaku sambil tersenyum santai.

 

Kulihat rahang Mas Andra mengeras dan mata yang semakin membulat.

 

"Kalau kamu ga perhitungan aku ga mungkin marah! Cepat kasih aku uang sekarang, jangan bangkang sama suami!" 

 

"Aku bilang ga ada ya ga ada! Kalau mau ngasih ibumu yang pake duit sendiri jangan minta sama istri," sanggahku sambil melenggang pergi.

 

Terdengar suara erangannya sambil menendang kaki meja, mau ditendang atau dihancurkan sekalian aku tak peduli!

 

*

 

Hingga malam Mas Andra masih enggan bertegur sapa, padahal biasanya ia akan bersikap perhatian, menyuruhku banyak makan dan minum obat sebelum tidur.

 

Setelah tahu begini perasaan ini sudah tak peduli lagi mau dia perhatian ataupun tidak semuanya sama saja, toh yang kami jalani ini bukan rumah tangga melainkan hanya sandiwara untuk memperkaya dirinya dengan cara nista.

 

Saat melewati toilet belakang kudengar Mas Andra sedang menelpon seseorang, jika bukan membicarakanku tak mungkin ia akan masuk ke tempat itu.

 

Setelah celingukan ke kiri dan ke kanan, aku segera mendekatkan telinga ke daun pintu, ingin tahu apa yang sedang ia bicarakan dengan orang itu.

 

"Kayanya aku harus jual salah satu mobil Farah deh, Bu kebetulan mobil Honda Civic yang warna merah itu surat-suratnya aku yang pegang, jadi dia ga bakal tahu kalau mobilnya sudah dijual diam-diam."

 

Duhh gawat! Kenapa aku lupa mengamankan surat mobil yang satu itu.

 

"Siap, Bu, pokoknya aku akan lakukan apa saja untuk menguras semua uang Farah, doakan saja semoga aku berhasil mengalihkan semua aset miliknya menjadi milik kita."

 

"Dahulu keluarga Bahtiar merebut semuanya dari Bapak, sekarang giliran kita yang merebut semua itu dari keturunannya."

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status