Share

Rencana Busuk Suamiku dan Keluarganya
Rencana Busuk Suamiku dan Keluarganya
Penulis: Ina Qirana

Bab 1

 

"Pokoknya kamu harus kuras seluruh warisan keluarga Bahtiar, selama hartanya belum habis maka kamu harus terus bersikap baik sama Farah, buat dia jatuh cinta sampai bucin sama kamu."

 

"Tenang, Bu, pokoknya Andra jamin harta warisan Bahtiar akan jatuh ke tangan kita lihat saja."

 

"Siipp, pokoknya Dinda dukung Kak Andra selalu, dan bulan depan Dinda mau beli mobil baru, masa iya penampilan udah kece begini pake mobil jadul."

 

"Tapi bulan ini belikan dulu mobil Ibu."

 

Lalu mereka terbahak bersama-sama.

 

Dada ini hampir meledak saat mendengar percakapan ketiga orang itu, suamiku, ibu mertua dan Dinda adik iparku, ternyata Ayah tak berdusta Mas Andra dan keluarganya memang hanya ingin warisanku saja.

 

Dengan langkah terhuyung aku kembali dengan mengendap-endap menuju mobil di ujung gang sana, tadinya kedatanganku kemari ingin memberikan kue kesukaan ibu, semua itu kuurungkan saat telinga ini mendengar rencana busuk mereka.

 

Aku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi dan emosi, suara tertawa mereka masih menggema di telinga, ternyata keluarga itu memilki skandal dibalik kebaikannya.

 

Keterlaluan kalian! Berani-beraninya bermain dengan Farah Bahtiar, lihat saja aku akan buat perhitungan sama manusia-manusia itu hingga menyesal ke ubun-ubun.

 

Dan untuk Mas Andra, akan ada balasan spesial dariku karena sudah berani mempermainkan ikatan suci ini sekaligus cintaku.

 

Aku menepikan mobil karena merasakan sakit di bagian ulu hati yang begitu menusuk, seperti biasa penyakit lambungku akan kambuh jika sedang stres atau tegang, dada berdebar juga napas yang terasa sesak, ditambah kepala pusing dan rasa mual yang begitu kuat.

 

Karena tak ada air minum maka aku tak bisa minum obat, terpaksa harus melajukan mobil perlahan dan mampir ke klinik terdekat.

 

Sudah tak tahan kuminta pada petugas pendaftaran untuk segera menangani diri ini, beruntung mereka sigap dan langsung membawaku ke ruang dokter.

 

Dokter yang mengenakan hijab dan baju hazmat berwarna biru itu langsung bertanya lalu memeriksa tubuh ini terutama area perut, karena sumber rasa sakitnya berasal dari sana.

 

"Asam lambung Ibu sedang naik ya," ucap dokter tersebut dan aku mengiyakan.

 

"Sudah berapa lama sakitnya?"

 

"Sudah satu tahun lebih, tapi empat bulan ini sering banget kambuh bahkan kadang saya ga kuat untuk bangun, Bu, entah kenapa," jawabku lemah

 

"Sudah berobat ke mana saja?" tanya dokter itu lagi.

 

"Sudah ke rumah sakit, tapi empat bulan ini suami saya yang suka nebus obat, dan obat ini yang selalu saya minum."

 

Kuperlihatkan satu kantong kresek putih obat-obatan yang selalu dibeli oleh Mas Andra, dokter itu terdiam sejenak sambil mengamati satu persatu kemasan obat tersebut.

 

"Sejak kapan Ibu minum obat ini?" tanyanya lagi.

 

"Sudah empat bulan."

 

"Menurut saya obat ini sangat keras ga cocok untuk tubuh Ibu, makanya dada Ibu sering berdebar dan sesak napas, ini dosisnya terlalu tinggi buat tubuh Ibu, kalau lama-lama minum obat ini jantung Ibu bisa saja ga kuat dan ...."

 

Dokter itu tak melanjutkan ucapannya.

 

"Meninggal gitu, Bu?" tanyaku asal bicara.

 

Ia mengangguk.

 

"Obatnya jangan diminum lagi ya, Bu," titah dokter itu sambil menulis resep.

 

Setelah keluar dari klinik itu kini aku mengerti, ternyata semua itu ulah Mas Andra, pantas saja ia selalu antusias jika obatku habis dan dengan sigap membelikan yang baru tanpa diminta.

 

Selama empat bulan ini penyakitku sering sekali kambuh, sering terserang GERD, bahkan untuk bangun saja raga ini kesulitan, ternyata penyebabnya adalah obat itu.

 

Dia licik dan jahad, bukan hanya menginginkan uangku saja melainkan kematianku juga, ia ingin m3mbunuhku  secara perlahan-lahan, tega kamu Mas!

 

Tunggu saja aku akan membalasmu berkali-kali lipat!

 

Setelah minum obat dan membaringkan tubuh di kasur, barulah rasa sakit dan mual di perutku berkurang, dada ini tak lagi terasa sesak juga detak jantung yang kembali normal.

 

Alhamdulillah, Allah Maha Baik dan Maha Penolong, tanpa bantuannya mungkin diri ini sudah lenyap di tangan Mas Andra, dan keluarganya berpesta pora memeriahkan kematianku.

 

"Sayang, kamu kenapa mukanya pucet? sakit lagi ya? diminum dulu obatnya ya," ujar Mas Andra, jam segini ia memang sering pulang ke rumah untuk makan siang.

 

"Aku sudah minum obat," jawabku datar, sedangkan wajahnya terlihat senang.

 

"Syukurlah, obatnya harus diminum rutin ya, Sayang, biar kamu cepet sembuh," tuturnya lemah lembut.

 

Preett!

 

Bukan sembuh yang ada aku tewas kalau terus-terusan minum obat pemberiannya.

 

"Kalau obatnya habis bilang aja, nanti Mas belikan lagi ya," tuturnya lagi membuatku mual.

 

Dasar so perhatian!

 

"Sayang, katanya mau transfer uangnya sekarang, kasihan ibu dia butuh modal buat usaha, katanya biar ga ketergantungan terus sama kita, ibu pengen mandiri."

 

Ya Tuhan, di saat sakit begini dia masih tak berhenti untuk memeras uangku, sudah 1 Milyar lebih total uang yang selalu kuberikan padanya, dengan alasan untuk Ibu, untuk biaya kuliah Dinda dan yang lainnya.

 

"Lagian cuma 500 juta aja 'kan, uangmu itu ga akan habis tujuh turunan, itung-itung sedekah lho, Yang," bujuknya lagi.

 

Cihhh! Ingin sekali kulempar lud4h ini ke wajahnya yang bertopeng itu.

 

"Mulai sekarang kita harus hemat, Mas, uangku hampir habis dan pabrik roti peninggalan Ayah lagi butuh modal tambahan yang sangat besar, lagian kemarin-kemarin uang yang selalu kukasih ke Ibu di kemanain sih," ujarku berbohong.

 

Padahal sepuluh cabang pabrik roti peninggalan ayah menghasilkan keuntungan yang sangat besar dan berkali-kali lipat, belum lagi perkebunan dan pabrik teh peninggalan kakek buyutku yang semakin maju.

 

"Kok kamu itungan gitu sih sekarang, Ibuku itu ibumu juga, sudahlah sini ATM kamu biar Mas sendiri yang transfer."

 

Mas Andra merebut dompetku dengan kasar dan segera mengeluarkan salah satu kartu ATM lalu menyimpannya ke dalam saku celana.

 

"Kamu tuh sudah ga punya orang tua, harusnya bersikap baik sama ibuku, dia itu pengganti orang tuamu, duit 500 Juta aja pake itung-itungan."

 

Ia melengos lalu pergi meninggalkanku entah ke mana, mungkin ke bank untuk melalukan transaksi transfer.

 

Kau pikir aku ini bodoh Mas? 

 

Segera kutelpon Maya --sekretaris pribadiku-- untuk segera memblokir kartu ATM yang kini dibawa Mas Andra.

 

Ga akan aku biarkan kamu terus menerus berbuat curang, Mas!

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status