Setelah satu jam menelpon costumer servis bank, akhirnya Mas Andra kembali dengan raut wajah seram, sudah terbaca jika ia hendak murka.Aku menghirup oksigen sebagai bentuk persiapan bahwa diri ini siap untuk melawan, enak saja terus menerus menikmati uangku dengan cara curang."Kenapa ATM-nya diblokir, Farah?!" Benar saja ia murka."ATM itu 'kan emang udah diblokir," jawabku sinis."Sekarang mana ATM-mu yang lain?"Lelaki itu menengadah, memang muka tembok tak tahu malu selalu minta uang sama perempuan, padahal kinerjanya tak ada yang pernah menguntungkan perusahaan."Ga ada! Mulai sekarang harus hemat jangan foya-foya lagi, aku ga mau usaha peninggalan Ayah dan Kakek jadi bangkrut!" tegasku sambil mendelik.Mas Andra mengacak rambutnya kesal."Cuma 500 Juta, Farah, masa duit segitu juga dipermasalahkan," ujarnya dengan suara rendah tapi penuh penekanan.CK, sudah mengemis maksa lagi!Tak ingin lagi menjawab gegas aku pergi dari kamar ini, tanpa kata ataupun lirikkan mata, rumah tang
Sudah kucari di laci, lemari dan tempat lainnya tapi surat-surat mobil itu tak kunjung ditemukan, ia pasti sudah menyimpan ke tempat yang aman.Padahal jika dijual mobil itu pasti akan laku seharga ratusan juta, baiklah sepertinya aku pun harus melakukan cara yang lebih licik lagi untuk mengelabuhinya.Jangan harap kamu akan menang dan berpesta pora, Mas! Kamu licik tapi aku lebih cerdik.Segera menelpon Hengky untuk meminta pertolongannya, setelah beberapa menit berbincang ia menyetujui untuk membantuku, ia memang baik selalu membantu tanpa pamrih sejak dulu."Kamu mau ke mana sudah rapi begitu?" tanya Mas Andra saat aku berdiri di hadapan cermin mengenakkan baju kantor."Ya ke kantor, emang kenapa?""Kamu tuh masih sakit, biar aku saja yang ke kantor," ujarnya sambil membetulkan dasi."Aku udah sembuh kok, ga kerasa pusing ataupun mual lagi.""Hah, kok bisa," bisiknya pelan tapi masih terdengar oleh¹ telingaku.Ingin sekali aku tergelak, kamu pasti bingung 'kan Mas kalau aku ini mas
Malam ini aku kedatangan tamu yang tak diundang, Ibu dan Dinda datang kemari meminta permohonan maaf atas tindakan yang dilakukan putranya.Hmm, kukira mereka akan minta maaf karena sudah berbuat dzalim pada pernikahan ini."Mobilmu itu masih banyak, Farah, ikhlaskan saja," kata ibu mertuaku menggampangkan, dipikir beli mobil itu pake dedaunan."Iya, Farah, maafkan aku." Kini Mas Andra bersuara memasang tampang iba minta dikasihani."Aku sudah maafin." Mereka nampak menghirup napas lega."Tapi tetep mobilnya harus diganti," celetukku lagi, seketika mereka semua mendelik tajam."Sama suami perhitungan banget sih, Kak, biasanya juga ga gitu, kenapa Kakak berubah?" Kini Dinda bersuara.Anak ingusan itu memang kerap ikut campur urusan orang tua, selalu ingin tahu dan berkomentar sesuka hati tanpa peduli orang lain akan tersinggung atau tidak."Tahu, Nih! Durhaka kamu kalau kaya gitu terus," sindir ibu tak terimaIbu memang begitu kalau maunya tak dituruti maka ia akan berubah bengis, sed
"Tunggu bentar ya," titah Hengky, membuatku harus menghirup napas berkali-kali, dada ini mulai sesak serta rasa mual yang semakin kuat, belum lagi jantung yang makin berpacu hebat.Keterlaluan kamu, Andra! Jika saja benar ada perempuan lain yang merusak pernikahan kita maka, aku akan membalasmu lebih pedih lagi, akan kubuat kamu deperesi dan gila.Empat bulan pernikahan kami, harusnya masa itu adalah masa manisnya pernikahan ini, menikmati indahnya pengantin baru, saling berbagi cinta dan kasih sayang tulus dari dalam hati.Menyedihkan sekali kau, Farah, entah sebesar apa dosa kakek buyutku pada keluarga Mas Andra, hingga ia mati-matian membalaskan semua ini padaku yang tak tahu apa-apa.Sefatal apapun kesalahan keluargaku tak selayaknya mereka melampiaskan pada keturunannya yang tak bersalah."Hallo Farah, kamu masih hidup?" tanya Hengky ngeselin"Masih, mana cepet katanya mau kirim Poto itu." Aku sudah tak sabar ingin segera melihat wajah wanita yang diperkirakan selingkuhan Mas An
Semenjak pertemuan dengan Bu Pipit kemarin aku semakin keras berfikir, jangan sampai Mas Andra berulah lebih jauh dalam mendzalimiku."Permisi, Bu."Tiba-tiba Sekretarisku Maya masuk ke ruangan ini, ia memang memiliki akses yang bebas untuk keluar masuk ruangan, bahkan sampai mengelola keuanganku."Iya May, ada apa?" tanyaku, gadis itu terlihat pucat."Bu, saya mau cuti seminggu aja, untuk mengistirahatkan badan saya lagi sakit," ujarnya sambil meringis, tak lama ia terlihat seperti sedang mual."Kamu sakit apa kok mual-mual begitu?" tanyaku sambil menelisik wajahnya.Ada ketegangan di wajah Maya, ia seperti memendam sesuatu, aku merasa aneh karena tak biasanya ia begitu."Sakit ... sakit lambung, Bu, hoooeeekk."Hampir saja gadis itu muntah di hadapanku, karena memiliki riwayat penyakit yang sama, tiba-tiba perutku pun ikutan mual melihatnya seperti itu."Ohhh, kaya orang hamil aja kamu mual-mual begitu, hehe," ujarku sambil terkekeh."Ohh, engga kok, Bu ga hamil." Tiba-tiba ia gelag
Aku pulang ke rumah dengan tubuh yang teramat lelah, hari sudah larut malam karena terjebak kemacetan, di dalam kamar kulihat Mas Andra sedang asyik bermain ponsel, sesekali ia tersenyum saat memandang benda pipih itu.Apa dia gila? Saat aku masuk ia langsung menyembunyikan ponsel itu ke bawah bantal, dipikir aku akan merebut ponsel itu dan mengganggu kesenangannya gitu? ogah!Silakan saja bersenang-senang Mas, ada saatnya kamu sengsara dan menyesal."Kamu kenapa pulang malem-malem?" Akhirnya ia bertanya juga.Aku tak menjawab pura-pura sibuk menunduk melepaskan sepatu kerja."Oh ya, masalah mobil kamu yang hilang itu gimana kata polisi?" tanyanya sambil mendekat.Aku memang berbohong dengan mengatakan sudah lapor polisi, jika duluan ia yang melapor maka rencanaku menjual mobil itu bisa ketahuan duluan 'kan?"Nanti juga dikabarin kalau udah ketemu," jawabku datar."Ohh, aku minta maaf ya, Rah, semoga mobil itu cepet ketemu." Dari nada suara sepertinya ia memang menyesal, jelas saja m
"Anak-anak harus pada tahu nih kalau si Maya hamil duluan," celetuk Clara, dia memang heboh kalau soal membicarakan kejelekan orang lain."Jangan umbar aib orang, kalau ga mau nanti aibmu diumbar juga sama Allah," jawabku sedikit tegas, dan ia terlihat menciut."Kamu tahu di mana alamat rumah Maya yang baru?" tanyaku, karena empat bulan yang lalu Maya bilang sudah pindah ke rumah yang lebih layak."Oh tahu kok, Bu, mau aku tulis alamatnya sekarang?" tawar gadis cerewet itu, aku mengangguk sambil menyerahkan satu buah kertas dan pulpen."Ini, Bu," ujarnya saat selesai menuliskan alamat rumah Maya.Gadis itu berlalu dari ruanganku, dan setelahnya datang Om Juna, ia adalah kakak angkat ayahku, setelah ayah dan bunda tiada dialah sebagai gantinya, melindungiku layaknya Putri sendiri, tak hanya itu ia juga mengelola perusahaan ini saat aku masih kuliah."Assalamualaikum, Farah, kamu baik-baik aja?" tanya Om Juna lalu kami duduk berdampingan di sofa ruang kerja ini."Alhamdulillah baik, Om
Dengan langkah lebar aku menendang pagar yang belum terkunci itu, tanganku sudah mengepal ingin segera menonjok wajah so polos dan so baik Mas Andra."Bukaa!" teriakku sambil menggebrak pintu.Sudah beberapa detik. Namun, pintu masih tertutup juga terkunci."Bukkaaa!" Teriakkan kali ini lebih kencang dan memekik.Handle pintu memutar tandanya sudah ada yang membuka dari dalam."Bu, Farah." Mata Maya menyipit keheranan."Kenapa?! Kaget lihat aku ke sini!" Raut wajah Maya berubah ketakutan, iya lah dia takut ketahuan kalau suamiku ada di dalam, entah sedang apa mereka tapi aku yakin kebersamaan ini bukan untuk masalah pekerjaan."Bu Farah ngapain ke sini? apa ada tugas yang belum selesai aku kerjakan?" tanya Maya pura-pura b3g0.Tanganku mendorong daun pintu dengan keras, di luar dugaan ia menahannya dengan kuat, katanya lagi sakit tapi tenaganya teramat kuat."Minggir! Tadi aku lihat suamiku di dalam, ngapain dia di sini hah?!" Terus kudorong daun pintu hingga tubuh Maya terpental ke