Share

Bab 5

Reina membuka berita dan melihat konferensi yang diadakan Grup Sunandar, beritanya Maxime telah berhasil mengakuisisi Grup Andara.

Mulai sekarang, Grup Andara sudah punah dari dunia ini ....

...

Kehidupan Maxime akhir-akhir ini sangat menyenangkan.

Setelah berhasil mengakuisisi Grup Andara, balas dendam yang sudah ditunggu-tunggu Maxime pun terbalaskan.

Jovan tersenyum seraya berkata, "Akhirnya Keluarga Andara kena karma karena sudah menipumu tiga tahun yang lalu."

Jovan mengganti topik pembicaraan dan bertanya pada Maxime yang sedang bekerja, "Kak Max, apa si tuli itu datang memohon padamu?"

Tangan Maxime yang sedang menandatangani dokumen berhenti bergerak.

Entah mengapa belakangan ini selalu saja ada orang yang menyebut nama Reina.

"Nggak."

Maxime menjawab dengan dingin.

Jovan tercengang, setelah masalah sebesar ini terjadi di Keluarga Andara, Reina tetap diam?

Dia melanjutkan, "Jangan-jangan dia sudah sadar akan semua perbuatannya?"

"Katanya ibu dan adiknya sedang mencarinya ke mana-mana, mereka nggak tahu di mana si tuli bersembunyi."

Jovan terus mengoceh.

Maxime mengernyit, tiba-tiba dia merasa kesal.

"Keluar sana!"

Jovan tercengang.

Dia melirik Maxime dan mendapati ternyata pria itu marah. Dia tidak berani berkata apa-apalagi dan buru-buru meninggalkan kantor CEO.

Di luar ruangan, Jovan mengeluarkan ponselnya dan menelepon, "Reina sudah ketemu?"

"Sudah, dia ada di motel di Jalan Gandaria."

Jovan meminta asistennya mengirimkan titik lokasi, lalu menuju ke sana.

Reina sudah menjadi penghalang Maxime dan Marshanda selama tiga tahun, meski sekarang dia sudah setuju bercerai, Jovan tidak akan membiarkan hal ini begitu saja.

Bagaimanapun, Marshanda adalah penolongnya.

Di luar sedang hujan.

Setelah selesai dengan tugas relawannya, Reina pergi ke rumah sakit untuk menebus obat, lalu berjalan menuju motel sambil memegang payung.

Hanya ada segelintir orang di jalan.

Sambil menyetir, tatapan Jovan terpaku pada punggung kurus Reina.

Dia sengaja menambah kecepatan dan melewati Reina.

Tubuh Reina jadi terciprat genangan air.

Reina menoleh dengan tatapan kosong.

Jovan melirik Reina dari kaca spionnya.

Mobil Bugatti abu-abu .... Reina kenal mobil mewah ini. Ya, ini mobil Jovan.

Reina buang muka dan pura-pura tidak melihatnya.

Jovan tentu tidak pergi begitu saja, dia memperlambat laju mobilnya dan mengikutinya dari dekat, "Hei tuli, sekarang sudah jadi orang yang tahu diri? Kamu nggak menyapaku?"

"Bukannya dulu kamu suka sekali menyapa dengan riang setiap kali melihatku? Bukannya dulu kamu suka menjilatku?"

Reina mendengarkan semua penghinaan itu tanpa ekspresi.

Karena cintanya pada Maxime, Reina selalu berusaha sebaik mungkin untuk menyenangkan semua orang di sekitar Maxime, termasuk teman-temannya.

Pikirnya, suatu hari nanti keluarga dan teman-teman Maxime akan menerimanya.

Reina terlalu polos, dia tidak tahu kejamnya dunia.

Suatu hari di sebuah pesta, Jovan memberi tahu Reina secara blak-blakan bahwa dia adalah teman Marshanda.

Untuk membela Marshanda, dia bahkan melepaskan martabat sebagai seorang anak orang kaya dan memaki Reina yang tidak tahu malu.

Setelah itu, dia bahkan ingin membunuh Reina dengan mendorongnya ke kolam renang.

Sejak saat itu, Reina menghindarinya.

Jovan melihat Reina mengabaikannya dan tidak menyahut sepatah kata pun. Dia menghentikan mobil, membuka pintu, melangkah menuju Reina dan menarik lengannya.

"Trik apalagi yang kamu mainkan kali ini?"

Lengan Reina terasa sakit, dia menyahut, "Aku nggak paham maksudmu."

Reina ingin melepaskan tangannya dari cengkeraman Jovan, tetapi pria itu sudah lebih dulu menepisnya.

"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!"

Reina yang tersentak langsung mundur beberapa langkah dan akhirnya terjatuh.

Jovan berdiri diam dan agak terkejut.

Dasar wanita jalang, sekarang dia bisa bersandiwara?

Disentak pelan begitu saja bisa jatuh?

Beberapa pejalan kaki pun menoleh ke arahnya saat melihat kejadian ini, Jovan yang merasa tidak nyaman langsung kembali ke dalam mobil dan memperingatkannya sebelum pergi.

"Reina, jangan menindas Marsha hanya karena kamu cacat. Dia berbeda darimu, dia sudah berusaha begitu keras untuk mencapai posisinya saat ini. Sebaiknya kamu berhenti mengganggu hubungannya dengan Kak Max."

Jovan pun pergi lalu dengan teganya memberi tahu Keluarga Andara di mana Reina tinggal saat ini.

Karena terjatuh tadi, tangan dan lutut Reina jadi memar. Rasa sakit yang cukup menusuk membuatnya butuh waktu lama untuk kembali berdiri.

Sebenarnya, Reina sangat tidak paham kenapa Jovan memperlakukannya seperti ini.

Reina ingat dengan jelas. Empat tahun yang lalu, Jovan mengalami kecelakaan dan terjebak di mobil yang akan segera meledak. Waktu itu Reina tanpa ragu langsung menyeretnya keluar mobil tanpa memedulikan bahaya yang mengancam.

Wajah Jovan penuh dengan darah, meski tidak bisa membuka matanya, dia berujar dengan lembut, "Terima kasih, aku pasti akan membalas kebaikanmu."

Apa ini balasan yang pria itu maksud?

Sesampainya di motel, Reina mandi dan mengobati lukanya.

Reina menjatuhkan diri ke kasur dengan tatapan kosong.

Setelah kejadian hari ini, dia semakin bertekad untuk meninggalkan Maxime.

Saat Reina terbangun, langit sudah cerah.

Reina keluar kamar dan mendapati ibunya sedang duduk di ruang tamu dengan mengenakan gaun berwarna merah.

Treya yang melihat Reina sudah bangun pun langsung menyerahkan sebuah amplop ke hadapan Reina. Treya terlihat tidak peduli sama sekali dengan kondisi putrinya.

"Baca baik-baik, ini jalan keluar yang Ibu pilihkan untukmu."

Reina mengambil dokumen itu dan melihat judulnya "Perjanjian Pranikah".

Lalu, dia membaca berkas itu.

"Nona Reina dengan sukarela menikahi Pak Jeremy dan sebagai istri akan terus merawat suaminya sampai tua ...."

"Pak Jeremy akan menafkahi Keluarga Andara dan memberi uang 600 miliar sebagai maskawin."

Jeremy Latief adalah seorang pengusaha generasi tua di Kota Simaliki yang saat ini berusia 78 tahun.

Reina tercekat.

Treya kembali melanjutkan, "Pak Jeremy bilang dia nggak keberatan menikahi kamu yang sudah pernah menikah. Asal kamu mau menikah dengannya, dia akan membantu Keluarga Andara bangkit lagi."

"Reina anak yang baik, kamu nggak mungkin mengecewakan ibu dan adikmu, 'kan?"

Seketika, wajah Reina jadi pucat.

"Aku nggak mau."

Treya jadi marah, dia tidak menyangka Reina akan langsung menolaknya.

"Punya hak apa kamu menolak? Aku yang melahirkanmu!"

Reina menatap ibunya lekat-lekat, lalu menyahut, "Kalau begitu apa utangku bisa dianggap lunas setelah kukembalikan nyawaku padamu?"

Treya tercengang.

"Apa katamu?"

Reina kembali berujar dengan bibir yang pucat pasi itu, "Kalau aku mengembalikan nyawaku padamu yang sudah melahirkanku, apa artinya kamu bukan lagi ibuku dan aku nggak lagi berutang padamu?"

Treya yang tidak percaya Reina berani berbuat nekat pun mencibir, "Oke! Kalau kamu mati, aku nggak akan memaksamu."

"Tapi, memangnya kamu berani?"

Reina menjawab dengan tegas seolah sudah membuat keputusan, "Beri aku waktu sebulan."

Treya merasa Reina sudah gila.

"Jangan pikir kamu bisa mengancamku dengan bilang mau mati. Aku nggak mengakuimu, mati ya mati saja sana. Kalau kamu nggak berani mati, lebih baik tanda tangan perjanjian ini."

Reina merasa sangat tertekan, dia ingin mencari tempat untuk melepas penatnya.

Di sebuah bar.

Reina duduk melamun di pojokan bar, menonton orang lain di sekitarnya menari, tertawa lepas dan bersenang-senang.

Seorang pria tampan dengan mata yang indah melihat sosok Reina yang seorang diri, dia pun menghampirinya.

"Eh? Reina?"

Reina balas menatap pria itu, tetapi dia tidak mengenalinya. Reina bertanya dengan tatapan kosong, "Apa kamu tahu cara supaya bisa bahagia?"

Pria itu bingung dan balas bertanya, "Apa katamu?"

Reina menegak anggurnya, lalu menjawab, "Dokter bilang aku sakit dan harus membuat diriku senang, tapi ... aku nggak bisa merasa senang ...."

Revin Lander merasa muram saat mendengar jawaban Reina.

Apa Reina tidak mengenali dirinya?

Selain itu, sakit apa dia sampai harus menyenangkan diri sendiri?

"Nona, kalau mau merasa senang harusnya kamu bukan datang ke tempat seperti ini."

"Ayo, kuantar pulang." Revin mengajaknya dengan lembut.

Reina menatapnya sambil tersenyum, "Kamu orang yang baik."

Revin menatap senyum pahit Reina dengan perasaan campur aduk, sebenarnya apa yang terjadi pada Reina belakangan ini?

Kenapa dia terlihat begitu menyedihkan?

Di sisi lain, ternyata Maxime juga berada di bar yang sama.

Sejak mengurus perceraian, setiap hari Maxime selalu pergi bersenang-senang dan sudah lama tidak pulang ke Vila Magenta.

Sekarang sudah larut malam, Maxime dan rombongannya bersiap untuk pulang.

Saat itulah Marshanda melihat sosok yang dikenalnya berada di pojok bar.

Marshanda yang terkejut pun memekik, "Eh? Itu 'kan Nona Reina?"

Maxime menoleh ke arah yang Marshanda tunjuk dan melihat seorang pria duduk di depan Reina sambil mengobrol dan tertawa bersamanya.

Wajah tampan Maxime seketika menjadi dingin.

Ternyata Reina mabuk-mabukkan dan menggoda pria lain?

Cih! Maxime sudah salah menilai Reina.

"Max, apa mau kamu samperin dulu?" tanya Marshanda.

"Nggak usah."

Maxime menjawab dengan dingin lalu langsung beranjak pergi.

Reina menolak tawaran Revin dan menjawab, "Terima kasih, aku bisa pulang sendiri, nggak perlu merepotkanmu."

Reina beranjak pergi, Revin yang mengkhawatirkannya langsung mengejarnya.

"Reina, kamu ... nggak ingat aku?"

Reina kembali menatap pria itu. Siapa pria ini?

"Aku si gendut! Kamu udah lupa?" Revin mengingatkan.

Ah, sekarang Reina ingat. Dulu waktu masih kecil, dia tinggal dengan Lyann di kampung, di sana Reina punya seorang teman baik yang dijuluki si gendut.

Waktu itu Revin dijuluki seperti itu karena memang tubuhnya sangat gendut. Sekarang pria yang berada di hadapannya ini bertubuh tinggi 190 cm dan terlihat tampan.

"Ah, aku ingat. Wah kamu beda banget dibanding waktu kecil dulu, aku sampai nggak kenal."

Bisa bertemu kenalan di tempat asing tentu adalah hal yang menyenangkan.

Reina tersenyum tipis, entah perasaan apa yang timbul di hati Revin.

"Ayo, kuantar pulang."

Revin mendapati ternyata Reina tinggal di sebuah motel bobrok.

Reina jadi sungkan dan berkata, "Ah, ketahuan deh. Jadi malu aku."

"Kamu jangan bilang ke Bu Lyann ya kalau aku tinggal di sini, takutnya dia jadi khawatir."

Revin mengangguk.

Sekarang sudah larut malam.

Tidak baik bagi Revin untuk tinggal lama-lama.

Revin pun pergi setelah memberi tahu Reina kalau dia akan menemuinya lagi besok pagi.

Karena gelap gulita, Revin tidak menyadari ada sebuah mobil Maybach berwarna hitam yang terparkir di dekat pintu hotel.

Revin sudah pulang.

Karena minum terlalu banyak, Reina merasa sakit perut dan pusing.

"Dok! Dok!"

Pintu kamar Reina digedor.

Reina kira Revin datang kembali, dia pun membukakan pintu.

Begitu pintu terbuka, pergelangan tangan Reina langsung dicengkeram Maxime.

Reina yang ringkih tentu tidak sepadan dengan tenaga pria kekar seperti Max, cengkeraman Maxime membuat pergelangan tangan Reina rasanya mau patah.

"Reina! Hebat juga ya kamu!"

Maxime menutup pintu dengan punggung tangannya lalu mendorong Reina ke sofa.

"Ternyata kamu sudah memilih mangsamu selanjutnya, pantas saja kamu mau melepaskanku!" cibir Maxime.

Perkataan Maxime seperti pisau yang menyayat hatinya.

Entah bangaimana Maxime bisa mengetahui keberadaannya di sini dan bertemu dengan Revin.

Reina tertegun, dia tidak membela diri dan hanya menatap Maxime. "Kenapa? Kita 'kan sama saja."

Keluarga Andara sudah menipu Maxime dalam pernikahan ini.

Maxime memperlakukan Reina dengan dingin, bahkan dia yang berstatus suami Reina masih mempertahankan hubungannya dengan Marshanda, cinta pertamanya.

Mereka berdua sama, tidak ada yang berhak membenarkan diri.

Hari ini Maxime juga minum-minum, tubuhnya bau alkohol.

Maxime menjepit dagu Reina dan berujar dengan suara yang dalam.

"Siapa dia?"

"Sejak kapan kalian kenal?"

Ini adalah pertama kalinya Reina melihat Maxime yang seperti ini, dia pun tersenyum.

"Kamu cemburu?"

Maxime memicingkan mata lalu mendengus dingin, "Kamu pikir siapa kamu?"

Reina tercekat.

Maxime menindih tubuh Reina dan berbisik di telinga wanita itu.

"Dia sudah menyentuhmu, 'kan?"

Setelah menikah, Reina berhenti bekerja karena dilarang oleh Keluarga Sunandar. Kadang teman-temannya suka mengajaknya bertemu, tetapi selalu Reina tolak.

Sekarang bisa-bisanya Maxime masih mencurigainya.

Namun, Reina merasa agak lega.

"Menurutmu?" Reina balik bertanya.

Maxime jadi sangat kesal, tangannya pun langsung menggerayangi tubuh Reina.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status