Home / Romansa / Rindu Yang Terpendam / Rindu Yang Terpendam Episode Delapan

Share

Rindu Yang Terpendam Episode Delapan

Author: Bilqis Sahara
last update Last Updated: 2021-08-26 14:54:46

Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan.

"Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur.

"Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.

Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya.

"Papa, ibu." Ucapnya sambil menangis bersimpuh di hadapan orang tuanya.

"Jangan menangis kesayangan papa, kamu adalah gadis yang kuat nak, kami yakin kamu pasti bisa melewati semua ini, percayalah." Ucap papanya memberikan semangat.

"Tapi Zahra sudah tidak sanggup lagi pak, Zahra mau ikut sama kalian saja." Ucapnya sedih berharap orang tuanya akan merasa iba melihatnya.

"Belum saatnya kamu ikut dengan kami sayang, perjalananmu masih panjang nak, tetaplah bertahan sayang hingga kamu bisa meraih bahagiamu, bersabarlah." Ucap ibunya sambil tersenyum dan perlahan mereka pun akhirnya menghilang.

"Papa, ibu." Seketika itu juga Zahra terbangun dari tidurnya "Astaga ternyata ini hanya mimpi". Ia pun bergegas bangun untuk mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibannya.

Sementara di tempat lain, Tante Mia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia sangat kecewa pada ponakannya itu tapi di sisi lain ia sangat cemas memikirkannya, "Dimana kamu nak? Apa kamu baik-baik saja sekarang?". Batinnya. Tiba-tiba saja seseorang menyadarkannya dari lamunannya.

"Ma, ayo kita pulang, berkas kepulangan mama sudah selesai di urus oleh kak Rayan." Ucap Rini sambil menuntun mamanya keluar dari ruangan.

"Ayo sayang." Ucap wanita paruh baya itu.

Ketika sampai di rumahnya ia merasakan sesuatu yang berbeda. Rumahnya sepi tanpa kehadiran Zahra karena hanya anak itulah yang selalu menemani hari-harinya semenjak ia memutuskan resign sementara dari pekerjaannya karena kondisinya yang tidak menentu. Ia memiliki dua orang anak, tapi kedua anaknya memiliki kesibukan masing-masing sehingga anak-anaknya tak bisa menemaninya terlalu lama kecuali weekend sedangkan suaminya terlalu sibuk mengurus bisnisnya hingga ia pulang selalu larut malam.

"Mah?" ucap Dr.Rayan yang baru saja masuk ke kamarnya. "Sebenarnya apa yang terjadi sehingga membuat Zahra harus pergi dari rumah kita?". Ia memang tak mengetahui kejadian yang sebenarnya sebab saat kejadian itu ia sedang bertugas di desa tempat tinggal Zahra.

Mamanya pun menceritakan semuanya tapi sayang ia tak mempercayainya.

"Tidak mungkin ma, aku mengenal Zahra dari kecil, ia gadis yang sangat baik mana mungkin ia melakukan hal menjijikkan seperti itu.

"Tapi itulah kenyataannya nak, mama melihat dengan mata kepala mama sendiri."

"Tidak ma, Rayan tidak percaya." Ucapnya sekali lagi sambil menepis kata-kata mamanya.

"Rayan akan buktikan pada mama jika Zahra tidak bersalah, Rayan janji ma." Ia pun meninggalkan mamanya seorang diri.

"Selamat siang mbak." Sapa Dr.Rayan pada salah satu resepsionis hotel.

"Siang pak, ada yang bisa kami bantu?". Resepsionis itu menjawab pertanyaan Dr.Rayan dengan ramah sambil tersenyum.

Dr.Rayan mengeluarkan handphonenya, mencari sesuatu di sana dan akhirnya dapat. Ia membuka foto Zahra lalu menunjukkan pada resepsionis hotel.

"Maaf mbak, apa gadis ini pernah menginap di hotel ini?."

Sambil memperhatikan foto yang di perlihatkan oleh Dr.Rayan wanita itu mencoba mengingat sesuatu. Sejenak hening lalu tiba-tiba ia berbicara kembali.

"Iya benar pak gadis ini memang pernah menginap di Hotel kami, tapi mohon maaf bapak ini siapanya soalnya kami dari pihak hotel harus menjaga privasi tamu."

"Saya kakaknya mbak. Apa mbak bisa jelaskan adik saya datang dengan siapa?." ucap Dr.Rayan tidak sabar menunggu jawaban dari wanita yang berdiri di depannya.

"Malam itu adik bapak datang bersama dua orang rekannya, satu wanita yang mungkin 2 tahun lebih tua darinya sedangkan satu lagi seorang pria yang sedang menggendong adik bapak." Belum selesai wanita itu berbicara tiba-tiba Dr.Rayan memotong pembicaraannya.

"Pria itu menggendong adik saya mbak?" Tanyanya penuh dengan emosi.

"Iya benar pak, adik bapak saat datang kemari, ia dalam kondisi tidak sadarkan diri, tapi ada yang aneh dari mereka pak?"

"Maksudnya aneh bagaimana mbak?." Dr.Rayan benar-benar penasaran. Ia mencoba memperbaiki nafasnya yang sedari tadi terasa memburu.

"Anehnya itu saat mereka telah sampai di kamar membawa adik bapak, kedua rekannya itu malah meninggalkan adik bapak lalu mereka berdua pergi dari hotel kami, tapi saat pagi menjelang pria itu datang kembali dan bergegas masuk ke kamar yang di tempati adik bapak sesaat setelah wanita paruh baya itu datang."

"Itu artinya pria itu tak menginap sekamar dengan adik saya mbak?"

"Iya pak, betul sekali."

"Terima kasih mbak atas informasinya."

"Sama-sama pak." Ucap wanita itu ramah.

"Berarti dugaanku benar." Batin Dr.Rayan. Darahnya terasa mendidih hingga ke ubun-ubun "Siapapun kamu pelakunya, aku pastikan kamu tak akan bisa selamat dariku." 

Setelah mendapat cukup informasi, Dr.Rayan pun bergegas keluar dari hotel segera ia memutar kendaraannya lalu menuju ke rumahnya.

"Ma.... Mama ? Mama di mana ? Ia berlari mencari mamanya di setiap ruangan hingga membuat seluruh penghuni rumah heran, Berhubung ini adalah hari weekend jadi tak ada yang keluar rumah kecuali dirinya tadi."

Seluruh penghuni rumah mendekatinya termasuk papa dan adiknya. Mereka semua pun telah berkumpul di ruang keluarga.

"Ada apa nak?." Ucap mamanya heran.

"Ma, Pa, aku sudah tau yang sebenarnya, tadi aku datang ke hotel dan pihak hotel menjelaskan jika Zahra dan lelaki itu tidak tinggal sekamar, lelaki itu masuk ke kamar Zahra sesaat sebelum mama datang."

"Apa?." Sekali lagi wanita paruh baya itu di buat heran oleh anaknya. "Astaga apa yang sudah ku lakukan pada Zahra? Aku bahkan tak membiarkannya memberi penjelasan, maafkan Tante Ra." Iapun terhempas ke sofa sambil menangis.

"Itu berarti mereka tak melakukan apa-apa." Papanya pun tak kalah cepat memberikan pernyataan.

"Iya Pa, benar." Jawab Dr.Rayan dengan senyuman bahagia. Bagaimana tidak keyakinan yang ia yakini dari awal ternyata terbukti benar. Gadis yang ia cintai tak melakukan hal yang menjijikkan itu bahkan ia hanya korban dari orang yang membencinya.

"Tapi bukannya laki-laki itu bilang pada mama jika mereka menghabiskan waktu bersama?" Tiba-tiba saja Rini adiknya berbicara.

"Dari mana kamu tahu Rin, jika lelaki itu mengatakan demikian pada mama ? Kan mama belum pernah cerita sama kamu." Tanya mamanya dengan heran.

Rini pun terlihat bingung, ia gugup tak tahu harus jawab apa, ia hanya bungkam memperhatikan ada tiga pasang mata yang menatapnya dengan tajam "Astaga, kenapa aku harus kecoblosan, habis aku."

Bersambung..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Enam

    Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Lima

    "Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Empat

    Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Tiga

    Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Dua

    Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.

  • Rindu Yang Terpendam   Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Satu

    Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status