Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya.
"Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu.
Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ?
"Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu.
Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja.
Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini.
"Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut.
Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikonya akan semakin fatal untuk Rini. Sebab saat ini, satu-satunya orang yang Rini percaya adalah dirinya, jika ia mengasarinya, bisa saja Rini berbuat nekad melukai dirinya sendiri dan ia tak mau itu terjadi.
"Rini sekarang ada di jalan mah mau keluar kota, Maaf ya tadi tidak sempat pamit sama mama soalnya aku buru-buru, ada urusan penting yang harus aku selesaikan di sana, sudah dulu ya mah, aku lagi bawa mobil." Ucapnya beralasan agar ia bisa mengakhiri panggilan telepon bersama mamanya. Ia tak ingin jika wanita paruh baya itu memberikan banyak pertanyaan padanya.
Namun sebelum Rini memutuskan sambungan teleponnya, dengan cepat mamanya pun menahannya.
"Tunggu sebentar nak, mama masih mau berbicara denganmu." Ucap wanita paruh baya itu sambil menghapus air matanya.
Mendengar mamanya memohon, Rini pun memberhentikan mobilnya untuk sementara agar bisa leluasa mendengar mamanya berbicara.
"Baiklah mah, bicaralah." Ucapnya lembut.
"Apa kamu sudah tidak menyayangi mama lagi nak ?". Tanya wanita paruh baya itu.
Degg seketika Rini di kagetkan dengan pernyataan mamanya.
"Maksud mama apa ?". Tanya Rini penasaran.
Kini ia benar-benar tegang, takut jika mamanya bertanya tentang kejadian yang baru saja terjadi.
"Kenapa kamu meninggalkan mama sendiri nak ? Kamu belum terlalu sehat, kenapa harus mendadak keluar kota ?". Tanya wanita paruh baya itu sambil menangis.
Mendengar pertanyaan mamanya membuat Rini akhirnya bisa bernafas lega. Bagaimana tidak, ternyata yang mamanya pertanyaan tentang dirinya bukan tentang kejadian tadi.
"Huufftt, astaga aku kira mama akan mengintrogasiku, ternyata tidak." Batin Rini.
"Ia mah, soalnya ini bersangkutan dengan tugas kuliahku jadi tidak bisa di tunda-tunda lagi." Ucap Rini beralasan.
Wanita paruh baya itu pun tau jika Rini sedang berbohong, tapi ia tak mau mengatakannya agar putrinya itu tidak menjauhi dirinya.
"Oh baiklah nak kalau begitu, hati-hati di jalan, kabari mama jika kamu sudah sampai di sana." Ucap wanita paruh baya itu.
"Ia mah, Rini sayang mama, I Love You mah." Ucap Rini kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
"Untung saja mama belum tau, setidaknya hari ini aku masih selamat hahaha." Batin Rini.
Iapun kembali melajukan mobil yang ia kendarai dengan kecepatan tinggi, takut jika masih ada polisi yang mengejarnya.
Ketika sambungan telepon telah terputus, wanita paruh baya itu pun kini terhempas ke lantai. Ia menangis sesenggukan karena tak tahu lagi harus berbuat apa supaya ia bisa mengembalikan putrinya agar bisa seperti dulu lagi. Rini polos dan selalu menurut dengan orang tua.
"Kenapa cobaan ini datang bertubi-tubi Tuhan ? Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menghadapinya sendiri." Batinnya.
Saat ia sedang menangis, tiba-tiba saja ada seseorang memegang pundaknya dari belakang.
"Tante." Ucap dr.Linda lembut.
"Dr.Linda." ucap wanita paruh baya itu sambil menghapus air matanya.
"Ada apa tante ? Cerita sama aku, siapa tau aku bisa bantu." Tanya dr.Linda.
Tanpa satu kata, wanita paruh baya itu segera memeluknya. Kali ini ia benar-benar butuh tempat untuk bersandar. Batinnya sudah terlalu lelah memikirkan keluarganya yang kini hancur berantakan.
Perlahan ia mulai berbicara, menceritakan semua beban yang ada di hatinya pada dr.Linda.
"Sabar tante, semua ini pasti ada hikmahnya dan semoga saja semua ini cepat berlalu." Ucap dr.Linda memberikan semangat.
Wanita paruh baya itu pun hanya menganggukkan kepalanya. Sesekali ia masih terisak. Dengan sabar dr.Linda pun memeluknya agar wanita paruh baya itu bisa lebih tenang.
Melihat dr.Linda dengan sabar menenangkan mamanya, hati dr.Rayan pun bergetar. Ada rasa yang tiba-tiba muncul yang tak bisa ia jelaskan.
"Apa ia aku sudah mulai menyukai dr.Linda ? Haruskah aku mengungkapkannya sekarang ?". Batin dr.Rayan.
Ia memang berniat untuk melupakan Zahra karena sampai kapan pun gadis itu hanya akan menganggapnya sebagai seorang kakak.
Ia pun segera menghampiri kedua wanita itu.
"Mama." Ucapnya dr.Rayan saat ia berada di dekat mamanya.
"Rayan, sejak kapan kamu di sini nak ?". Tanya wanita paruh baya itu kaget. Segera ia menghapus air matanya dan merapikan kembali pakaiannya.
Namun belum sempat dr.Rayan menjawab pertanyaan mamanya, tiba-tiba seorang perawat menghampiri mereka.
"Maaf dr.Linda, di ruang IGD ada seorang gadis yang bernama Zahra mengalami memar dan luka di sekujur tubuhnya, dr.Adam lagi tidak ada di tempat jadi kami mohon bimbingan dari dr.Linda." Ucap perawat itu yang ternyata adalah mahasiswa yang sedang magang di rumah sakit ini.
Mendengar nama Zahra di sebut, membuat ketiga orang itu kaget.
"Ya Allah, apa lagi ini ?". Batin wanita paruh baya itu. Ia pun meninggalkan dr.Linda dan dr.Rayan yang masih berbicara dengan perawat. Bergegas ia menuju ke IGD untuk melihat kondisi Zahra.
Dr.Linda pun segera menyusulnya untuk melihat sang pasien namun karena terburu-buru kakinya pun terpleset. Dengan cepat dr.Rayan meraihnya kemudian memeluknya agar dr.Linda tidak terjatuh ke lantai.
Mereka berdua pun kini saling berpandangan, hingga parawat yang berada di dekatnya menyadarkan mereka.
Bersambung...
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu