Share

Bab 6

Penulis: Timmy
Fiona jatuh sakit parah.

Demamnya tinggi tak kunjung reda, apa pun yang masuk ke mulutnya selalu dimuntahkan kembali.

“Dasar kumpulan dokter nggak berguna! Aku sudah membayar mahal untuk memanggil kalian, tapi demam sekecil ini pun nggak bisa kalian atasi?”

Amarah Dimas meledak, jika bukan karena ditahan kepala pelayan, mungkin dia sudah menghajar mereka.

“Nyonya sedang hamil, Pak. Banyak obat yang nggak boleh dikonsumsi. Lagi pula, Ibu Pak Dimas juga berpesan agar kami nggak memberikan obat modern,” jawab dokter dengan wajah serba salah.

“Cara terbaik sekarang hanya dengan terapi makanan, memperbaiki kondisi tubuh lewat asupan. Tapi… nyonya sama sekali nggak mau makan.”

Mendengar itu, Dimas segera mengambil semangkuk bubur, duduk di sisi ranjang, lalu menggenggam tangan istrinya erat-erat. Suaranya bergetar penuh nada memohon.

“Fiona… anggap saja aku yang memohon sama kamu. Demi aku, demi anak kita… tolong makan sedikit saja, ya?”

Namun Fiona memalingkan wajah, tak mengatakan sepatah kata pun.

Hanya dalam hitungan hari, tubuhnya berubah begitu pucat dan tirus. Pipinya cekung, tubuhnya semakin kurus.

Ironisnya, perut yang semakin menonjol justru tampak begitu kontras, menyedihkan sekaligus mengerikan.

“Fiona, sebenarnya kamu kenapa?”

Mata Dimas memerah, suara paniknya pecah.

“Kenapa bisa begini? Beri tahu aku, aku ingin tahu!”

Fiona pun sama bingungnya.

Apa yang salah?

Kenapa pernikahan yang dulu penuh cinta dan kebahagiaan, kini hancur berantakan seperti ini?

Kenapa Dimas, pria yang dulu begitu mencintainya, justru berubah menjadi pria yang penuh kebohongan setelah dirinya hamil?

Siapa yang bisa memberinya jawaban?

“Fiona, kumohon… asalkan kamu mau makan, apa pun yang kamu minta akan kulakukan.” Dimas memeluk Fiona sambil menangis putus asa.

“Aku nggak bisa kehilanganmu dan anak kita. Kalau sampai terjadi sesuatu pada kalian, aku akan benar-benar gila!”

Dengan susah payah Fiona menopang tubuhnya yang lemah.

Ya… Dia memang tak boleh mati sekarang.

Jika mati, sampai detik terakhir menutup mata, dia tetap akan menjadi istri Dimas.

Tidak! Dia tak mau lagi menjadi istri pria itu. Dia harus pergi.

Menahan rasa mual, Fiona memaksa meneguk bubur itu.

Melihat istrinya akhirnya mau makan, wajah Dimas seketika berseri.

“Fiona, akhirnya kamu mau makan juga! Kamu mau makan apa lagi? Aku akan suruh pelayan siapkan. Nggak! Aku sendiri yang akan memasaknya untukmu!”

Namun baru saja kalimat itu diucapkan, Fiona langsung memuntahkan kembali bubur yang baru dimakannya.

Tubuhnya terlalu lemah. Dipaksa makan pun sia-sia, dalam hitungan menit, semua kembali keluar.

Tak ada pilihan lain, Dimas segera membawanya ke rumah sakit.

Namun sekalipun sudah dirawat intensif, kondisi Fiona tetap buruk.

Dokter menatap serius, suaranya penuh kekhawatiran.

“Pak Dimas, kondisi istri Bapak benar-benar nggak memungkinkan untuk terus melanjutkan kehamilan. Kalau dipaksakan, baik ibu maupun bayinya akan berada dalam bahaya.”

“Saran kami adalah melakukan persalinan lebih awal. Tapi dengan usia kandungan sekarang, risikonya cukup besar. Paling aman menunggu hingga enam setengah atau tujuh bulan, baru dilakukan operasi caesar.”

Dimas menatap panik.

“Kalau begitu… apa Fiona akan dalam bahaya?”

“Justru karena itulah kami menyarankan persalinan lebih cepat,” jelas dokter.

“Setelah bayi dikeluarkan, kami bisa fokus penuh menyelamatkan nyawa istri Bapak tanpa gangguan.”

Dimas tak ragu.

“Kalau begitu, aku setuju operasi caesar. Segera keluarkan bayi itu! Dia sudah membuat Fiona menderita terlalu banyak. Semua hutang ini akan aku catat. Saat dia besar nanti, aku akan membuatnya menanggung semuanya. Aku akan membalas semua penderitaan Fiona!”

Perawat di sampingnya sampai menahan haru.

Dia tak kuasa menahan diri untuk berkata pada Fiona, “Suami Ibu benar-benar mencintai Ibu. Kebanyakan pria yang menemani istrinya periksa kehamilan, begitu dengar ada masalah, pikiran pertama mereka pasti bayi. Itu pun sudah tergolong baik. Banyak ibu hamil yang datang sendirian, karena suaminya sama sekali nggak peduli.”

“Tapi lihat suami Ibu, betapa besar perhatiannya pada Ibu. Demi membuat Ibu nggak menderita, meski bayi baru enam bulan, dia rela mengizinkan operasi caesar.”

Fiona hanya tersenyum tipis, tanpa berkata apa pun.

Kehamilan seharusnya menjadi anugerah, penuh kebahagiaan.

Tapi kenapa dirinya, dan banyak ibu hamil lain di luar sana justru harus menanggung penderitaan sebesar ini?
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 24

    Begitu mendengar kata “hukuman mati”, pandangan Mariska berkunang-kunang. Tubuhnya nyaris ambruk. Jantungnya berdebar tak karuan.Untunglah Pak Willy sigap. Dia menenangkan dengan suara tenang tapi tegas, "Selama ada uang, masih ada celah. Masih ada harapan, sekecil apa pun itu."“Pak Willy… asal bisa menyelamatkan anakku, berapa pun harganya aku rela!” Mariska tergopoh, suaranya gemetar.“Sekalipun harus jual rumah… aku akan lakukan. Tolong selamatkan Dimas!”Pak Willy menjelaskan jalan keluarnya dengan lugas, solusi pahit tapi realistis.“Saat ini cuma ada satu cara… mengeluarkan uang agar pihak rumah sakit mau menerbitkan keterangan kalau Dimas mengalami gangguan jiwa. Kalau dinyatakan sakit jiwa, pembunuh nggak perlu bertanggung jawab. Itu artinya… Dimas nggak akan di penjara, tapi akan dikurung di rumah sakit jiwa.”“Setelah Dimas dimasukkan ke rumah sakit jiwa, barulah kita cari cara untuk mengeluarkannya kembali,” tambahnya.“Tapi selama proses itu, perlu banyak uang untuk melic

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 23

    Erika sudah dipukuli hingga sekujur tubuhnya berlumuran darah. Namun Dimas tak menunjukkan niat sedikit pun untuk berhenti. Matanya merah, penuh amarah, seolah ingin benar-benar membunuh Erika di jalan itu juga.Untungnya, petugas keamanan rumah sakit datang tepat waktu, menahan Dimas sebelum tragedi yang lebih buruk terjadi. Jika tidak… amarah Dimas yang membara bisa saja merenggut nyawa Erika.Meski berhasil dihentikan, aksi kekerasan Dimas tetap terekam oleh para saksi. Video itu kemudian menyebar luas di media sosial, memicu kemarahan dan keterkejutan publik.[Dimas Kehilangan Kendali! Memukuli “Pelakor” di Jalanan Nyaris Mengakibatkan Kematian!]Situasi makin runyam. Nanang yang dulu sudah mengeluarkan banyak uang untuk menekan berita perselingkuhan agar tak tersebar, kini mendapati kabar ini meledak di media. Video Dimas memukuli Erika malah menjadi trending sebelum skandal lama sempat terkubur.Kesal setengah mati, Nanang terkena serangan jantung dan pingsan seketika. Sementara

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 22

    Selama beberapa waktu ini, seluruh hati dan pikiran Dimas tertuju pada Fiona.Dia terus saja menggila di rumah sakit, sama sekali tak menyadari apa yang terjadi di dunia maya.Hingga akhirnya, bisik-bisik di sekitar menyadarkannya.Sebelum Viktor pergi, sepertinya benar, Viktor pernah berkata bahwa video itu akan diunggah ke internet…Panik, Dimas segera meraih ponsel dan mencarinya.Benar saja. Video perselingkuhannya sudah tersebar luas.Viktor menutupi wajah Fiona dan para dokter yang menangani operasinya, tapi Dimas dan Erika? Tak ada sensor sama sekali, wajah mereka terekspos begitu saja.Begitu video itu beredar, gelombang kemarahan di dunia maya meledak.Netizen menyerbu, menghujat mereka sebagai “pasangan mesum” yang pantas dicemooh.[Gila… aku benar-benar nggak menyangka. Dimas, si ‘pria idaman semua orang’, ternyata begitu menjijikkan di balik layar. Dulu aku bahkan sempat menyukainya… tapi sekarang melihat semua kebejatannya, rasanya seperti menelan lalat hidup, hati ini mua

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 21

    “Erika… di video itu kamu terlihat sangat puas, bukan? Kamu pikir, selama Fiona meninggalkanku, kamu bisa mulus menggantikannya menjadi istriku?”“Heh! Jangan mimpi! Mana mungkin aku menikahi wanita rendahan sepertimu? Di mataku, kamu nggak ada bedanya dengan wanita-wanita murahan di klub malam. Aku hanya tidur denganmu beberapa kali, dan kamu… benar-benar menganggap dirimu penting?”Dimas langsung mencengkeram leher Erika.Amarah yang membara di dadanya seperti api yang tak bisa dipadamkan, menuntut satu orang untuk menjadi sasaran pelampiasannya.Dan sialnya… Erika tepat berada di depan jalurnya.Seolah tak sengaja, dia menjadi korban kemarahan yang menggebu itu.Dimas menekannya ke dinding, menyalurkan amarah melalui pukulan bertubi-tubi, disertai makian yang kasar.“Wanita jalang! Beraninya kamu provokasi Fiona! Siapa yang kasih kamu keberanian itu, hah?”“Wanita jalang sepertimu, mana pantas dibandingkan dengan Fiona? Kamu bahkan nggak sebanding dengan jari kakinya! Menyamakanmu d

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 20

    Dimas bergegas ke rumah sakit, dengan polosnya dia mengira saat ini Fiona pasti masih dirawat di sana.Namun siapa sangka, saat dia dan Erika sedang bermesraan, Fiona justru sudah lebih dulu naik pesawat menuju negeri nan asing!“Biarkan aku masuk! Istriku ada di dalam! Aku harus menemui istriku!”Begitu tiba, Dimas langsung bersitegang dengan petugas keamanan di gerbang. Rumah sakit ini khusus untuk kalangan militer, tak terbuka untuk umum.Sebelumnya, karena izin Viktor, petugas sempat membiarkan Dimas masuk. Tapi kini hak istimewa itu dicabut. Otomatis, Dimas tak bisa masuk lagi.Dimas mencoba memaksa, tapi para penjaga bukan petugas keamanan biasa. Mereka mantan tentara, bertubuh kekar dan terlatih. Kalau bukan karena aturan rumah sakit yang melarang kekerasan terhadap warga sipil, mungkin sejak awal Dimas sudah dikeroyok habis-habisan.Gagal, Dimas pun mengganti strategi. Di depan pintu rumah sakit, dia berteriak lantang.“Fiona! Aku tahu kamu ada di dalam! Aku tahu kamu nggak mau

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 19

    Jelas sekali, Nanang dan Mariska menilai terlalu tinggi para pelayan di rumah mereka.Viktor dan anak buahnya semua berasal dari militer. Kemampuan mereka? Mustahil bisa ditahan oleh orang biasa. Bahkan, Viktor tak perlu turun tangan sendiri. Hanya dengan satu anak buahnya, seluruh pelayan Keluarga Anggara langsung dibuat tak berdaya.Bukan hanya flashdisk gagal direbut, wajah busuk Nanang dan Mariska malah terekam oleh banyak tamu lewat ponsel mereka. Begitu video itu tersebar di internet, reputasi Keluarga Anggara akan hancur berkeping-keping, dipermalukan habis-habisan!Di tengah kekacauan itu, Viktor tetap santai mengendarai SUV-nya meninggalkan lokasi, sementara Mariska terduduk di lantai, menangis histeris tanpa kendali.“Ya Tuhan! Apa yang harus kita lakukan? Keluarga Darmawan benar-benar ingin menghancurkan kita!”“Dasar anak kurang ajar!” Nanang tak bisa melampiaskan amarah pada Viktor. Semua emosinya dia tumpahkan pada Dimas. Dia melangkah maju, menampar putranya dengan keras

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status