Share

Meninggalkan Kenangan

last update Last Updated: 2022-07-24 13:39:31

Mobil melaju dengan kencang. Sepertinya perjalanan kali ini akan cepat sampai tujuan, karena tak ada basa-basi dan perbincangan. Aku dan Shanti sama-sama diam.

Satu jam yang lalu, Shanti tersedu seperti menangisi sebuah kematian. Sejak awal memindahkan pakaiannya ke koper, kemudian meninggalkan rumah yang sudah dua tahun kami tempati, dia berhenti menangis.

Aku bisa apa? Jika pada kenyataannya dialah penyebab kegagalan ini.

Selain hanya diam, tak ada lagi yang bisa kulakukan. Hatiku tidak hanya beku, tapi rasanya sudah mati.

Perjalanan yang biasanya penuh tawa pun, berubah bagai mengendarai sebuah ambulans, sepi, sendu dan hanya berisi tangisan di sepanjang perjalanan.

Maafkan bapak, Fikri, karena bapak tidak bisa menepati janji.

*

Shanti terus tertunduk di depan Bapak. Tak terdengar ucapannya, hanya suara tangis yang berusaha dia tahan terdengar perih. Ibu memeluk putrinya, sambil mengelus punggung yang terguncang itu.

Kulihat Bapak berkali-kali menghela nafas panjang, lalu mengembuskannya tanpa berkata apa-apa.

“Saya ingin sendiri, Pak, untuk menenangkan diri. Shanti juga begitu. Kalau tiba-tiba pisah, rasanya tidak akan sanggup. Biarlah waktu yang memberi jarak dulu. Kalau saya berubah pikiran dan bisa memaafkan Shanti, saya akan menjemputnya.”

Aku pun tak kalah sedih. Mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin melukai bapak dan ibu. Mereka sangat baik, sangat pengertian melebihi orang tuaku sendiri.

Sayangnya, hubungan kami terbatas kelakuan Shanti. Namun begitu, bapak dan ibu tetaplah orang tua terbaik. Hanya aku yang salah. Salah karena tidak mampu membimbing putrinya.

“Bapak nggak bisa ngomong apa-apa. Masalah kalian, ya kalian sendiri yang bisa menyelesaikan. Apalagi dalam hal ini Shantilah yang bersalah. Pesan bapak, segera pulang kalau kangen Shanti. Bapak masih mengharapkan kalian kembali lagi seperti dulu.”

“Baik, Pak. Saya minta maaf, karena harus mengembalikan Shanti sama Bapak. Kalau dalam waktu tiga bulan ini saya nggak pulang, berarti saya sedang menyiapkan proses cerai.”

Terdengar suara tangisan ibu dan Shanti secara bersamaan. Aku gak tega. Baru kali ini melihat keluarga ini begitu bersedih.

“Maaf, Pak, Bu, saya harus pergi sekarang juga.”

Aku bangkit, sejenak menatap Shanti yang terguncang di pelukan ibu. Lalu, beranjak pergi.

“Abang ....”

Tiba-tiba Shanti berlari, kemudian memelukku dari belakang. Punggungku pun menjadi tempatnya bersandar, sampai basah oleh air matanya.

Kubiarkan dia tersedu, memelukku dengan erat, dan mencurahkan kesedihannya saat ini. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir, entahlah. Hatiku masih belum bisa memaafkannya.

“Bang Rohan, bawa aku kembali bersamamu. Aku janji, gak akan mengulanginya lagi. Ampuni aku, Bang ....”

“Minta ampunlah dengan bertaubat, Shanti. Maaf, abang bukan manusia berhati malaikat, yang bisa memaafkan kesalahan dan melupakannya. Abang butuh waktu. Kalau abang berubah pikiran, pasti akan menjemputmu.”

“Bang ....”

Suaranya tercekat di tenggorokan. Aku tau, dia ingin mengatakan sesuatu lebih banyak lagi. Sayangnya, hanya bisa sesenggukan sambil menangis.

“Abang pergi untuk Fikri. Dia masih butuh biaya, masa depannya masih panjang.”

Selesai mengucapkan kata-kata itu, aku melepas kaitan tangan yang melingkari perutku.

“Abang ...!”

Shanti berteriak, ia menolak melepaskan aku, tetapi ibu dan bapak memeganginya, sehingga aku pun bisa berjalan keluar dari rumah ini.

“Bang Rohan ... jangan tinggalkan aku ....”

Aku tak menoleh, karena tidak ingin hatiku merasa iba dengan pemandangan di belakang sana.

“Abang ...!”

Suara panggilan itu masih saja terdengar, hingga aku memasuki mobil dan mulai menjauh.

Aku tak ingin berpaling. Sebab, jalanku sudah lurus di depan sana.

Maafkan aku, Shanti. Luka hati ini terlalu parah untuk bisa diobati. Patah ini sudah menjadi berkeping-keping, dan tak mungkin bisa tersambung lagi.

 ****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Rahasia Besar Baskoro

    Dua di antara empat pembegal itu tanpa aba-aba langsung menyerangnya. Terlihat pria itu sedikit kewalahan. Tetapi akhirnya dia bisa membuat dua orang tadi terkapar. Maka, dua orang yang semula membekapku juga turun tangan. Salah satu di antara mereka mengeluarkan sebilah pisau.Mereka menyerang secara membabi buta. Dua orang ini terlihat nekat dan semakin brutal. Hingga naas, pria itu terkenal sayatan pisau. Tidak hanya mengaduh, dia juga setengah terkapar di jalanan.Saat itu, Udin punya kesempatan untuk mengambil balok di pinggir jalan, kemudian memukulkannya pada salah seorang pembegal yang memegang pisau. Melihat itu, mereka langsung lari. Apalagi apa yang mereka inginkan sudah mereka dapatkan.Aku dan Udin buru-buru membawa pria itu ke rumah sakit terdekat. Dia mendapatkan luka yang cukup serius, dua puluh jahitan sepanjang bahu kiri hingga lengan.Aku hanya menunggu di mobil, karena masih syok dengan kejadian yang baru saja kualami.Udin lah yang mengurus pria itu.Saat Udin mem

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Penawaran Baskoro 2

    “Kamu pasti heran kenapa saya menjadikan kamu orang kepercayaan saya?”Pertanyaan yang tidak perlu kujawab. Dia paham ekspresi wajahku seperti apa saja ini. Dan aku hanya bisa mengangguk saja.“Ya, karena kamu punya kemampuan. Ketika beberapa kali melihatmu membantu Renata, saya yakin kamu bisa. Hanya saja, saya butuh faktor pendukung lainnya untuk memutuskan apakah saya memilihmu atau tidak.”Setiap tuturnya, seperti membawa hawa sejuk di hatiku. Aku merasa disanjung. Tapi, aku yakin pak Baskoro memutuskannya bukan karena hanya melihatku pernah membantu putrinya. Dia pasti punya maksud terselubung. Otak politikus, mudah ditebak.“Maaf, saya masih belum mengerti maksud pak Baskoro,” ujarku.“Oke. Terang-terangan saja saya bicaranya. Jadi begini, Rohan.” Pak Baskoro memindahkan tangannya ke atas meja, menatapku dengan tajam, lalu mulai bertutur kembali.“Saya hentikan kamu dari sopir pribadi. Kamu saya angkat menjadi orang kepercayaan saya. Tugas kamu, memegang data penting perusahaan

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Penawaran Baskoro

    POV RohanHidup memang dihadapkan pada banyak pilihan. Kehidupan yang dijalani pada dasarnya merupakan hasil dari pilihan-pilihan.Aku sendiri tidak selalu bisa membuat keputusan yang tepat, kendati sudah melakukan banyak pertimbangan. Apapun keputusan akhirnya, pasti membawa ke dalam jurang penyesalan.Betapapun kusadari, bahwa melalui kesalahan dan kegagalan dalam hidup, maka bertambah kedewasaan itu. Jadi, tidak guna terus menyesali pilihan. Mestinya, belajar dari kegagalan dan menjadi lebih bijaksana ke depannya.Itu harapku.Tetapi lagi-lagi, tinggal bijaksana seperti apa dulu yang sudah menjadi keputusan saat ini. Walaupun mungkin, Shanti masih menganggapku tidak adil karena tidak memberinya pilihan. Tapi, yang jelas, luka batinnya tidak begitu dahsyat jika dibandingkan dengan lukaku..Kuantarkan Shanti ke terminal, sekadar menjalankan tugasku yang terakhir. Mungkin setelah ini, kutemui dirinya sebagai sosok yang lain, yaitu sang mantan.Aku mengamati dari kejauhan. Shanti meno

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Sebuah Akhir

    POV ShantiKupandangi foto di atas meja. Seorang anak yang tersenyum sedang bergandengan dengan empat teman lainnya. Pakaian yang dikenakannya membuat sejuk, mengenakan baju koko putih, memakai sarung dan lengkap dengan pecinya. Tampan, sepert bapaknya.Tidak ada foto lain yang tersisa. Bang Rohan hanya membawa foto Fikri seorang ke kontrakan barunya. Sedangkan foto kami bertiga, foto-foto pernikahan dan foto-foto kebersamaan keluarga kecilnya, tidak tampak lagi saat ini.Mungkin bang Rohan sudah menyembunyikannya, atau bahkan mungkin sudah membakarnya.Maafkan aku, bang . Aku merusak bangunan rumah tangga yang sudah susah payah kita bangun berdua. Batinku merintih.Tak dapat lagi kubendung air mata ini.Menyesal, dan sangat sakit menerima kenyataan pahit ini.Berkali-kali kusentuh handphone. Berharap ada sebuah panggilan atau pesan yang tertinggal di sana, tapi tak ada. Harapanku musnah. Bang Rohan enggan menghubungiku, bahkan ketika aku tinggal di rumah kontrakannya.Bang, tak adaka

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Akhir Tanpa Solusi

    “Mencintai tidak harus memiliki. Justru dengan tidak memiliki bisa saling mendoakan. Andai kamu bisa ikhlas menerima keputusan Rohan, andai saja kamu menyadari bahwa pucuk permasalahannya ada sama kamu, kamu nggak akan seegois ini.Biarkan dia pergi, menentukan keputusannya. Dia akan bahagia tanpa kamu, dan kamu pun bisa melanjutkan hidupmu tanpa dia. Simple kan?” Aku berusaha menanggapi dengan tenang.Shanti tertunduk. Menarik tangannya yang sedari tadi kuusap dengan lembut. Mungkin ucapanku tidak akan dia dengar. Aku yakin itu. Kesimpulannya, dia menginginkan Rohan, entah bagaimana caranya. Sedangkan aku hanya bisa menjadi pendengar, tanpa bisa memberikan solusi. Dan itu sangat Menyakitkan bagiku.Apa yang dia pikirkan tentang diriku, tentang perasaanku pada suaminya adalah sebuah kekeliruan.Aku mencintai suaminya, dan dia sadar itu. Dengan begitu,dia berharap aku bisa mengalah, lalu membantunya. Mana bisa begitu. Sedangkan Rohan, tidak bisa tertebak di mana sisi hatinya berdiri.

  • SAAT PENUMPANGKU ADALAH ISTRIKU DAN SELINGKUHANNYA   Ketegangan

    “Shan,” panggilku yang kemudian membuatnya menatapku. Anehnya hanya sesaat saja, lalu dia tertunduk. Bahkan terdengar isakannya.“Kenapa menangis?” tanyaku.Dia menggigit bawah bibirnya, seperti sedang menahan rasa sakit.“Aku sudah kehilangan dia,” jawabnya.Aku menghela nafas. Merasa prihatin. Sebab, aku pun pernah merasakan perasaan yang sama. Sangat mencintai, berharap memiliki, tetapi dihadapkan pada pilihan harus melepas perasaan itu karena tidak mungkin memilikinya.“Aku ikut prihatin. Sabar, ya.”Aku berusaha menguatkan. Terdengarnya lucu, di balik berita yang seharusnya membuatku gembira. Tapi aku tak setega itu.“Aku pikir, kamu akan bisa membantuku, “ ucapnya.“Membantu? Membuatnya kembali padamu?” Aku menebak dengan mudah.“Iya. Kamu kan temannya.”“Kami nggak seakrab yang ada dalam pikiranmu, Shan. Rohan itu tertutup, termasuk permasalahan kalian.”“Tapi setidaknya kamu bisa membujuknya.”Sebuah keinginan yang sulit.Aku menegakkan punggung sebagai respons ketegangan pad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status