Share

BAB 6

Tepat di usia dua puluh dua tahun, Indah berkenalan dengan seorang pemuda yang berasal dari kampung sebelah.

"Sendirian saja, Neng?" Indah yang sedang duduk melepaskan penat  dikejutkan oleh kedatangan seorang pria.

"Jangan takut. Saya bukan orang jahat," ucap pria itu saat melihat Indah hendak beranjak dari duduknya.

"Kenalkan, namaku Faiz. Aku dari kampung sebelah. Neng Indah sendirian saja?"

Mata Indah menatap dua ikat jerami yang dibawa pria tersebut. Ia heran mengapa dia tahu namanya.

"Aku tahu nama kamu dari teman-teman. Kita juga pernah satu sekolah cuman aku lebih dulu lulus."  

Kamu haus ngga, Neng?" 

"Kalau haus kita minum air kelapa muda, yuk!" 

Indah menggelengkan kepala. Sejak tadi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Ini kali pertama dirinya berhadapan langsung dengan orang asing.

Faiz mengambil dua buah kelapa yang  masih berwana hijau dari kolong gubuk. Dengan cekatan ia memotong bagian ujung  kelapa.

"Satu buat kamu dan satu buat aku." Faiz menyodorkan kelapa muda yang airnya sudah siap diteguk.

Sejak tadi Indah membayangkan segernya minum air kelapa muda. Apa lagi di udara panas seperti ini. 

"Minumlah. Jangan takut, ngga aku masukin racun, kok. Tenang, ini kelapa muda milik keluargaku."

Indah terperanjat, berarti ia dari tadi berteduh di gubuk milik keluarga Faiz. Dia juga tadi ngarit rumput dari kebun ini. Wajah Indah  pun langsung merona merah.

"T-terima kasih, ya, Kang." ucap Indah dengan perasaan tak enak.

"Terima kasihnya nanti saja kalau sudah minum air kelapa." Faiz tersenyum.

"Maaf, saya numpang berteduh di saung  dan mengambil rumput di sekitar kebun ini." Indah menunduk.

"Tidak perlu minta maaf. Saung ini diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin berteduh. Begitu juga dengan rumputnya."

"Terima kasih, Kang." Indah meraih kelapa pemberian Faiz.

  

"Eh, besok Akang juga mau ambil jerami lagi buat pakan sapi. Kita ketemuan di sini, ya? Nanti Akang kasih tahu tempat yang banyak rumputnya."

Indah mengangguk. Entah mengapa ia merasa nyaman walaupun baru bertemu dengan Faiz. 

***

Malam semakin larut. Indah yang sedang terhanyut pada kenangan indah saat bersama Faiz mengambil kaos milik Almarhum suaminya. 

"Maafkan Indah, Yah. Melihat Ayah seperti ini rasanya tak tega. Biar anakmu yang malang ini mengantar Ayah bertemu dengan Kang Faiz. Sampaikan salam  untuknya katakan juga Indah sama Ibu baik-baik saja sekarang. Apa lagi setelah kepergian ayah. Ibu dan aku terbebas."

Tangan Indah merobek kaos yang penuh dengan noda darah itu hingga menjadi dua bagian. Setelah itu dengan berlinang air mata, Indah menyumpalkan kain tersebut pada mulut Danang. Sementara robekan  satunya dipakai untuk mengikat tangan ayahnya.  

Mata Danang mendelik sambil kakinya berusaha digerakkan. Air mata terus keluar dari kedua sudut matanya. 

Indah mengambil golok yang tergeletak di samping ayahnya. Sekali lagi benda pipih yang berujung lancip itu ditarik dari leher turun ke dada. Sampai di sana, senyum Indah menyeringai. Tangannya kembali menggeser golok terus ke bawah.Tepat di bagian daging tak bertulang. 

Danang hanya bisa memejamkan mata. Di saat seperti ini ia baru mengingat nama Allah. Namun terlambat, benda tajam itu lebih dulu memangkas organ tubuhnya yang paling utama. 

Darah keluar diantara paha Danang yang sedang kelonjotan seperti hewan yang baru disembelih. Indah yang tahu betul letak kelemahan pria menjatuhkan golok ke lantai. Wajah yang penuh cipratan darah itu menunduk dingin.

***

Suara orang adu mulut membangunkan Indah yang sedang terlelap. Entah sudah berapa lama ia tidur, yang pasti gorden dan jendela kamar yang tadi terbuka kini sudah tertutup rapat. Sambil duduk di tepi tempat tidur Indah menajamkan pendengarannya. Setelah mengenali suara tersebut ia segera beranjak.

"Heh, wanita penyakitan. Kemana kamu sembunyikan Kang Danang, hah?"

"Demi Allah saya tidak tahu kemana Kang Danang. Dua hari yang lalu Kang Danang pamit ke rumah Ceu Lilis."

"Halahhh, bohong. Buktinya saya mencari Kang Danang sampai ke sini." Wanita Bertubuh sintal itu berjalan ke arah meja makan.

Begitu membuka tudung saji, wanita bernama Lilis itu membulatkan matanya.

"Kamu bilang Kang Danang tidak ada di sini? Ini buktinya, kalian baru saja makan-makan enak." Lilis mendelik ke arah Bu Aminah.

"Itu sate, saya yang belikan buat Ibu." Indah yang merasa telinganya panas menghampiri dua wanita yang sedang berhadap-hadapan.

"Kalau Tante mau, rendang sama sotonya masih utuh. Tadi Ibu cuman makan sate." 

"Kebetulan saya sedang lapar." Lilis memegangi perutnya yang tiba-tiba keroncongan.

Dengan telaten, Indah mengambil piring dan sendok untuk istri muda ayahnya. Hal ini tentu saja membuat Bu Aminah heran. Biasanya Indah paling males kalau berhadapan dengan Lilis.

Indah duduk di seberang meja makan. Menatap wanita yang baru beberapa bulan dinikahi  ayahnya. Lilis makan begitu lahap.

"Gimana, enak tidak masakkan Indah?"

"Soto sama rendangnya enak banget. Kamu memang pintar masak. Tapi satenya kaya yang dijual Kang Nono?" 

"Kalau sate memang beli di kedai Kang Nono. Indah cuman masak rendang sama soto."

"Pantas  rasanya beda. Rendang sama soto dagingnya terasa lembut dan empuk." Lilis terus memuji masakan Indah.

"Besok rencananya Indah mau dagang sate, Tante bisa makan sate setiap hari dengan gratis."

"Serius, Ndah?" 

"Iya, Tante. Pokoknya kalau Tante mau makan sate tinggal datang ke kedai Indah." jawab Indah.

***

"Nak, Ibu, kok, khawatir sama ayahmu. Kalau ngga ada di rumah Ceu Lilis kira-kira ke mana, ya?"

"Paling juga diculik janda, Bu. Udah ngga heran." Indah dengan cuek nyomot goreng tempe di meja makan.

"Husss, kamu ini kalau ngomong suka ngasal. Ada juga ayahmu yang nyulik janda. "Bu Aminah terkekeh.

"Habis ke mana lagi Ayah perginya kalau bukan ke tempat perempuan atau ngga ke rumah judi." 

"Kalau ke rumah janda atau perempuan Ibu udah biasa. Takutnya ayahmu terlibat judi slot yang lagi marak itu."

"Judi slot? Apa lagi itu, Bu?" Indah mengerutkan keningnya.

"Judi slot atau judi online itu semacam permainan tingkat atau sering dikenal dengan bertaruh yang dimainkan di dalam sebuah mesin dengan berbagai fitur menarik di dalamnya."

"Loh, kok kamu malah bengong, jangan-jangan keselek goreng tempe. Nih, buruan minum!" Bu Aminah menyodorkan segelas air putih.

"Indah ngga nyangka ternyata Ibu pintar juga." 

"Jangan salah, gini-gini Ibu juga pernah kuliah."

"Apa?" Indah menautkan alisnya.

"Udah, ah. Ibu bahas lagi soal judi slot. Ini penting buat wawasan kamu, biar ngga keblinger."

"Apa ada keuntungannya dari judi online slot?" Indah menarik kursi dan duduk di samping ibunya yang sedang memotong wortel.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status