Share

Tamu

Penulis: Srirama Adafi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 10:04:15

"Kamu kan, tahu sendiri gimana dulu Indri ninggalin aku, Shan. Di saat aku bangkrut, aku butuh dukungan, dia malah ninggalin aku. Mana mungkin aku balikan sama orang yang udah buang aku?"

Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Shania. Hatinya masih ragu dengan segala yang terucap dari bibir suaminya itu.

"Sekarang kamu enggak usah mikir yang aneh-aneh lagi, ya! Fokus sama kehamilan kamu, sama bayi kita," lanjut Angga.

Lelaki itu mengelus perut Shania yang masih rata.

"Aku janji bakal jadi suami dan ayah yang baik buat kalian. Aku janji akan buat kamu jadi wanita paling beruntung di dunia, karena kamu udah mau menerimaku sebagai suami kamu. Aku janji, Shan. Percaya sama aku!"

Shania semakin ragu. Apalagi selama ini, Angga nyaris tak pernah berkata-kata manis seperti itu. Sepengatahuan Shania, Angga bukan sosok laki-laki romantis. Namun, tiba-tiba setelah peristiwa tadi, Angga bersikap semanis itu.

Shania justru jadi teringat perkataan salah seorang temannya. Biasanya untuk menutupi kesalahan, lelaki akan bersikap berkali-kali lebih baik dan romantis. Entah itu karena sudan selingkuh atau melakukan kesalahan yang lainnya. Dan Angga saat ini melakukan itu.

"Lagian, enggak masuk akal banget kalau aku sampai balikan sama Indri, Shan," ucap Angga lagi karena Shania tidak berkata apa-apa.

"Walaupun dia bundanya Gita, tapi dia adalah perempuan yang dulu udah ngrendahin aku, karena dulu aku enggak punya apa-apa. Kata cerai juga pertama kali terucap dari dia, aku udah pernah cerita, kan? Belum lagi dulu setiap hari dia selalu kasarin Ibu. Mana mungkin aku kembali sama perempuan yang udah bersikap seburuk itu sama aku dan ibuku."

"Harusnya begitu," ucap Shania datar.

"Kok, harusnya begitu, sih, Shan? Kan emang begitu?" protes Angga. "Kamu masih enggak percaya sama aku? Dengan semua bukti yang udah aku tunjukkan?"

"Aku cuma berharap, harusnya begitu, Mas. Gimanapun, isi hati manusia itu kan, engga ada yang tau. Bisa aja sekarang kamu ngomong kayak gitu, besok lusa berubah lagi. Kan, bisa aja. Enggak ada yang pasti dalam hidup ini. Benar, kan?"

"Iya, sih, Shan. Tapi kamu harus percaya sama aku, dong. Cintaku ini buat kamu. Sekarang dan selamanya hanya kamu yang ada di hatiku, Shan. Enggak akan terganti oleh siapapun. Apalagi Indri."

"Aamiin. Semoga."

"Eh, ngomong-ngomong kamu enggak ke PAUD?" Angga berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia ingin hubungannya dengan Shania kembali normal.

"Izin."

"Kenapa? Karena tadi ngikutin aku?"

Shania tersenyum miris.

"Aku enggak tau apa alasan orang itu sampai fitnah aku. Padahal aku pergi buat kerja. Kok, ya, ada aja."

"Tapi sih, menurutku emang agak aneh, sih."

"Aneh kenapa, Shan?"

"Masa iya sih, tiap awal bulan kamu seminggu ada meeting. Dan itu terjadi belakangan ini aja. Dulu-dulu enggak pernah, tuh."

"Iya, Shan. Aku juga sebenarnya keberatan. Tapi gimana lagi, ini programnya bos. Buat evaluasi dan ngebahas planning ke depan gitu lah isinya. Kalau bisa minta, aku juga pinginnya di rumah aja sama kamu."

"Masa iya tiap bulan?"

"Ya gimana lagi, Shan. Aku kan, cuma bawahan yang bisanya melaksanakan apa yang bos mau."

"Gitu, ya?"

Angga mengangguk mantap. "Makanya, kamu di rumah tenang aja, ya! Aku enggak akan mungkin macam-macam di luar sana. Aku udah punya kamu, apalagi sih, kurangnya aku?"

Shania menghela napas panjang. Entah mengapa ia tidak suka dengan kata-kata manis Angga yang terdengar seperti bualan. Meski dulu ia pernah berharap Angga berubah menjadi romantis. Namun, saat sekarang Angga berubah, bagi Shania terasa menjijikan.

"Sayang, makan, yuk! Aku lapar ...." Angga merengek manja. Hal yang selama setahun pernikahan belum pernah sekalipun Angga lakukan. Terlebih memanggil Shania dengan sebutan sayang.

Shania tersenyum kecut. Ia beranjak dari bibir ranjang dan berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Saat ini tidak ada gunanya ia berdebat dengan Angga. Ia hanya perlu membuktikan siapa yang telah membohonginya, Angga atau Aini.

Sore harinya saat Shania sedang berbincang-bincang dengan ibu mertuanya, terdengar seruan salam dari depan.

Sementara pada saat itu Angga sedang tidur. Lelaki itu memutuskan untuk kembali ke rumah Indri besok saja. Badannya terlalu lelah untuk bolak-balik dari rumah ke rumah Indri.

"Aku ke depan dulu, ya, Bu. Sepertinya Mas Angga enggak dengar kalau ada tamu," pamit Shania pada Bu Rani.

"Iya, Shan."

Shania berjalan cepat ke ruang tamu. Karena suara salam dan ketukan di pintu terdengar tidak sabar.

"Iya sebentar!"

Bergegas Shania membuka kunci pintu rumah. Lalu saat pintu terbuka, ia tercengang melihat sosok tamu yang datang.

"Mbak Indri? Ada apa datang ke sini?" Selama setahun menikah dengan Angga, ini kali pertama Shania melihat Indri berkunjung.

"Hei, Shan. Mana Mas Angga? Gita nanyain dia terus dari tadi. Jadi, terpaksa aku nyusul ke sini. Aku enggak mau Gita sampai sakit lagi gara-gara kangen sama ayahnya."

Tanpa Shania persilakan, Indri menyelonong masuk ke rumah sambil menuntun Anggita. Bahkan sengaja Indri menabrak bahu Shania agar istri baru Angga itu menyingkir.

"Enggak apa-apa, kan, Shan, aku sama Gita datang ke sini?" tanya Indri dengan sinis. "Gimanapun, toh ini rumah ayahnya Gita."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Permintaan Gila

    "Sebelum sama Mas Angga, kamu masih gadis, kan? Kenapa mau dijodohkan sama duda anak satu? Apa karena Mas Angga udah mapan jadi kamu mau? Padahal selain duda anak satu kalian juga terpaut umur yang cukup jauh, kan?" Indri menarik sebelah bibirnya sembari menatap Shania dengan sinis."Sayangnya walaupun udah nikah lagi, kasih sayang Mas Angga masih utuh untuk kami," imbuh Indri. "Sepertinya benar ya, kalau cinta laki-laki itu bakal habis untuk cinta pertamanya.""Oh, ya?" Shania tidak terpengaruh sedikitpun. "Mbak Indri bangga banget kayaknya ya, masih dicintai sama mantan suami? Belum move on, Mbak?""Sepertinya sih, Mas Angga yang belum move on," sahut Indri tak mau kalah. "Secara aku kan, cinta pertamanya, pacar pertamanya, dan juga istri pertamanya.""Oh, ya? Mbak seneng banget dong, ya? Selamat deh, kalau gitu. Tapi jangan lupa, Mbak. Mbak Indri juga mantan istrinya!"Mata Indri melebar mendengar perkataan Shania. Ia tidak menyangka wanita berwajah lembut itu mampu berkata setajam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Sekamar dengan Mantan

    "Jangan gila kamu, In!""Kenapa? Aku juga istri kamu, Mas!""Jangan bercanda kamu, In. Mana mungkin kalian tinggal di sini." "Kenapa enggak mungkin? Aku juga berhak tinggal di rumah ini. Tinggal bersama-sama dengan kamu!""Jangan ngaco kamu, In!""Ngaco kamu bilang, Mas?""Tentu saja! Apa namanya kalau bukan ngaco?""Aku istri kamu, Mas! Aku juga ingin bisa terus sama-sama dengan kamu! Kamu pikir, aku enggak sedih selalu sendirian di rumah? Setiap malam aku bahkan ngebayangin kamu sedang mesra-mesraan sama perempuan itu?" Satu bulir bening terjatuh dari pelupuk mata Indri."Hati aku sakit, Mas. Aku ... enggak rela suamiku bersama perempuan lain." Indri tersedu-sedu. "Perempuan mana yang sanggup membayangkan orang yang paling dicintai bermesraan dengan perempuan lain? Perempuan mana, Mas?""Aku ngerti, In. Tapi ...."Aku enggak sanggup, Mas. Aku enggak sanggup .... Tiap malam, aku bahkan enggak pernah bisa tidur karena mikirin kamu ....""Aku ngerti, In." Angga memegang kedua bahu In

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Keputusan

    "Jadi, acara meeting kamu di luar kota gimana, Mas?" tanya Shania saat Angga bersiap berangkat ke kantor.Lelaki yang tengah mengenakan jam tangan itu terkejut dan menoleh ke arah istrinya. "Ehm ... anu ... itu, daripada aku telat udah absen kemarin, aku izin untuk bulan ini," dusta Angga."Bisa gitu, ya?" sahut Shania sembari mengenakan hijab di depan cermin meja riasnya."Ya gimana lagi. Namanya juga ada kepentingan yang lebih penting." Lelaki bertubuh tegap itu berjalan ke arah Shania. Dipegangnya bahu istrinya itu agar menghadapnya. "Kamu tahu apa yang lebih penting buat aku saat ini?" Shania menggeleng ragu."Astaga! Kamu enggak tahu, Shan?"Shania kembali menggeleng."Astaga .... Buat aku, kamu yang paling penting, Shan! Kamu lebih penting dari semua yang ada di hidup aku, Shan. Itu sebabnya aku milih pulang buat lurusin semuanya sama kamu. Karena aku enggak akan bisa tenang, seandainya kemarin tetap berangkat buat meeting. Sementara kamu salah paham sama aku."Shania ragu unt

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Strategi

    "Baik, Mas! Antar mereka! Pastikan mereka baik-baik saja sampai rumah. Aku janji, ke depan enggak akan pernah lagi merepotkan kamu! Selamanya!""Sh-Shania, kenapa kamu ngomong gitu?" Angga terkejut dengan respon istrinya."Kenapa? Bukannya itu yang kamu mau?""Ta-tapi ....""Udah, Mas," potong Indri. "Daripada kamu sama istri kamu jadi bertengkar, aku pulang sendiri enggak apa-apa. Aku udah terbiasa apa-apa sendiri, kok. Toh, kalau aku sama Gita kenapa-napa, enggak akan ada yang kehilangan kami." Indri berusaha menarik simpati Angga."Udah, antar mereka, Mas! Tenang aja. Lagian ini bukan kali pertama aku periksa kandungan sendiri."Tak mau banyak drama, Shania langsung meninggalkan mereka. Wanita itu memilih untuk bersiap ke dokter.Tak berselang lama, Angga menyusul.Keduanya sama-sama diam meski berada di ruangan yang sama. Sebenarnya Angga ingin meminta maaf kepada Shania, tetapi gengsinya terlalu tinggi. Suara notifikasi dari ponsel Shania memecah keheningan. Wanita bermata benin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Alasan

    "Pilihanmu tepat buat jadi sekretaris Angga. Kamu bisa belajar banyak mengelola swalayan sama dia," ucap Akbar."Iya, Om.""Besok sekretaris Angga Om geser ke posisi lain.""Oke. Untuk PAUD tolong Carikan orang buat gantiin posisiku, ya, Om!""Gampang itu."Sebenarnya untuk mencari tahu kebenaran tentang dinas luar kota Angga, tanpa menjadi sekretaris pun Shania bisa. Namun, Shania tidak ingin masalah itu melebar kemana-mana. Ia takut juga kalau ternyata instingnya salah dan ternyata Angga jujur kepadanya. Jadi, Shania memutuskan untuk mencari kebenarannya sendiri."Oh, ya, kapan bisa mulai masuk?" tanya Akbar."Ehm, lusa kayaknya bisa, Om. Biar aku serah terima kerjaan dulu di PAUD.""Oke. Om akan siapkan semuanya buat kamu.""Tapi, Om. Tetap enggak usah ekspos latar belakangku, ya! Aku ... ingin tetap kayak gini aja, Om.""Tapi kayaknya bakalan sulit, Shan. Soalnya kamu masuknya jalur instan begini. Mereka pasti bakal cari tahu, siapa kamu sampai Om minta posisi buat kamu.""Iya jug

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Memanas

    "Tumben kamu belum siap-siap? Hari ini libur?" tanya Angga saat sarapan bersama Shania.Shania tersenyum kecil. Menatap Angga yang sedang lahap menyantap nasi goreng. Rencananya pagi ini Shania akan menceritakan semua tentang dirinya kepada Angga. "Aku ... enggak ngajar di PAUD lagi, Mas." Sontak Angga langsung tersedak nasi goreng yang ada di mulutnya. Sampai ia terbatuk-batuk tanpa kendali.Shania pun mengulurkan segelas air minum. Angga menerima dan meminumnya dengan kasar."Apa!? Kamu berhenti ngajar!?" seru Angga. Lelaki itu menatap Shania dengan tajam. Bahkan gelas yang sudah kosong itu nyaris ia banting ke meja."Kenapa?" tanya Angga dengan wajah terkejut, kecewa, marah, dan tidak suka.Senyum Shania lenyap seketika. Ia tidak menyangka reaksi Angga akan semarah itu. Sampai-sampai ia membuka mulut tanpa suara saking kagetnya."A-aku ....""Kamu kan tahu, Shan, gajiku itu berapa," potong Angga. "Kalau kamu enggak ikut bantu-bantu uang dapur, terus bebanin semuanya ke aku ....

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Kesepakatan

    "Oke!" ucap Shania dengan tegas. "Lebih baik emang gitu! Kita enggak usah saling peduli lagi! Kita hidup masing-masing! Aku dengan urusanku dan kamu dengan urusanmu!"Angga tercengang mendengar ucapan Shania. Lelaki itu sampai menatap wajah Shania tidak percaya. Karena ini kali pertama Shania yang biasanya lembut dan penurut bersikap seperti itu."Satu hal lagi!" lanjut Shania. "Kamu juga harus tahu. Uang bulanan yang kamu kasih ke aku itu, enggak cukup sekadar untuk mengisi perut orang-orang yang ada di rumah ini selama sebulan. Apalagi seperti katamu tadi. Apa tadi? Aku menghambur-hamburkan uangmu? Aku belanja ini pakai uang dua juta dari kamu? Kamu pikir dua juta itu banyak banget, Mas!?""Jadi kamu mau protes dengan uang bulanan yang selama ini aku kasih? Kamu enggak terima aku kasih segitu?" Angga tak mau kalah. "Enggak!" bantah Shania. "Aku enggak akan protes! Tapi, aku enggak mau lagi nerima uang sisa gaji kamu itu!""Hoh!? Songong sekali kamu, Shan! Kamu pikir kamu siapa, hah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Wajah Polos

    "Loh, Mas, tumben kamu ke sini?" Indri sangat terkejut melihat Angga yang mengetuk pintu malam-malam. Padahal lelaki itu sama sekali tidak mengabari kalau mau datang."Iya, aku pusing di rumah," jawab Angga masih dengan wajah suntuk.Indri masih tertegun di depan pintu. Bahkan tidak mempersilakan Angga masuk. Sampai laki-laki itu menyelonong sendiri."Gita udah tidur?""Udah." Indri sibuk dengan ponselnya sekejap, lalu mengikuti langkah Angga."Buatin kopi, sama sekalian siapin makan malam, ya!" pinta Angga sembari menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang keluarga."Oke." Indri ke kamar terlebih dahulu untuk menaruh ponsel. Baru kemudian ke dapur untuk membuatkan Angga kopi dan menyiapkan makan malam untuk Angga.Saat menunggu kopi, perut Angga tiba-tiba mulas. Lelaki berkaos hitam itu kemudian ke kamar mandi yang ada di kamar Indri. Setelahnya ia merebahkan badan di atas ranjang kamar Indri. Pikiran Angga begitu penat memikirkan pertengkarannya dengan Shania. Ia masih belum percaya kalau

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17

Bab terbaru

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Ending

    "Segitunya kalian mencampuradukkan masalah pribadiku sama kerjaan! Sampai tanpa sepengetahuanku kalian mengacak-acak ruang kerjaku!? Kalian nemuin bukti kesalahan yang udah aku lakuin selama kerja di sini!? Mau jadiin itu alasan buat pecat aku!?" seru Angga seperti orang kesetanan.Shania tertegun mendengar itu. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba mencengkeram dadanya. Namun, saat ini memang itu yang ia inginkan. Ia tidak ingin melihat Angga lagi.Sejurus kemudian Shania melangkah lebar mendekati Angga dan tim audit serta Andreas. Dengan kepala tegak ia berkata, "Enggak pantas kamu bicara sekasar itu pada atasanmu, Pak Angga!" "Oh, jadi kamu yang nyuruh mereka menggeledah ruanganku?" Angga menunjuk wajah Shania."Ya. Kamu mau apa?""Dasar perempuan licik!" umpatnya dengan mata penuh kebencian."Dan kamu masih mau bekerja di perusahaan perempuan yang kamu sebut licik ini?""Shit!" seru Angga. Ia terjebak dengan ucapannya se

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Keributan

    "Bisa enggak aku cuma pergi sama Shania?" Angga menatap Hamish tidak suka. "Masih banyak hal yang harus kami bicarakan. Dan satu lagi, status Shania sekarang ... masih sah sebagai istriku!"Hamish mengedikkan bahu sembari membuang napas. "Are you okay, Shan?"Shania mengangguk. "Yeah.""Oke, hati-hati," pesan Hamish."Kita makan siang bareng lain kali, ya?""Oke.""Ayo!" ajak Angga yang sudah tidak sabar untuk menjauhkan Shania dari Hamish.Shania pun mengekori langkah Angga. Sebenarnya ia enggan pergi berdua dengan Angga. Hanya saja ia tak mau melibatkan Hamish dalam permasalahan pribadinya.Di mobil Shania memilih diam. Ia tidak ingin membahas apapun dengan Angga. Baginya semua sudah selesai tinggal menunggu proses pengadilan. "Shan," panggil Angga yang sejak tadi merasa didiamkan."Hem.""Kok, gitu sih, Shan, jawabnya?" protes Angga karena selama menjadi istrinya Shania tidak perna

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Gagal

    "Sus, gimana kondisi anak saya?" tanya Angga begitu salah seorang perawat keluar dari ruang PICU."Bapak sama Ibu diminta dokter untuk masuk," ucap perawat tersebut tanpa menjawab pertanyaan Angga.Indri menatap wajah Angga dengan cemas. Jantungnya berdegup kencang. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.Angga mengangguk, memberi keyakinan pada Indri bahwa Anggita pasti baik-baik saja. Lelaki itu kemudian menggenggam erat telapak tangan Indri. "Mari!" ajak perawat berseragam biru muda tersebut.Angga dan Indri mengekori perawat itu.Setiap langkah, Indri seperti sedang menapaki lempengan es yang rapuh. Yang sewaktu-waktu bisa retak, kemudian mereka semua terjerumus ke dalam air yang dalam dan teramat dingin. Suara monitor semakin membuat jantung Indri tak karuan. Berkali-kali ia memukul-mukul dadanya agar jantungnya baik-baik saja."Selamat pagi, Pak, Bu," sapa dokter yang berdiri di sisi tempat tidur Anggita."Selamat pagi, Dok. Gimana kondisi putri kami, Dok?" kejar Angga yang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Ketakutan

    Entah sudah berapa lama Indri menangis di bawah gerimis. Tatapannya tak lepas dari rumah yang kini gelap gulita di depannya. Padahal sekitar seminggu yang lalu, ia masih nyaman menempati rumah itu. Rumah yang segala kebutuhannya ditanggung sepenuhnya oleh Angga."Mas ...." Indri meratap. Ia ingin sekali bersujud dan memohon ampun kepada Angga."Aku benar-benar minta maaf ...."Entah berapa kali Indri menggumamkan kalimat itu sambil tergugu. Seolah-olah Angga sedang berada di depannya. Sampai akhirnya ponsel di tasnya berdering. Dengan cepat Indri merogoh ponselnya. Kemudian melihat siapa yang menghubunginya malam-malam begini."Mas Angga," gumam Indri. Rasanya ia tak percaya kalau laki-laki yang sedang ia tangisi menghubunginya. Langsung saja Indri mengangkat panggilan tersebut."Ha-halo, Mas," sapa Indri."In ...." Suara berat Angga terdengar dari seberang. Indri tak langsung menjawab. Tenggorokannya tercekat sampai ia

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Rumah

    Shania terpaku mendengar suara lirih itu. Kata 'Bunda' terucap begitu pelan, tetapi cukup jelas di pendengaran Shania. "Gita, Gita ingin ketemu Bunda?" tanya Shania.Namun, gadis kecil itu kembali tidak merespon. Sama sekali."Ayo, bangun, Sayang! Ayo kita ketemu Bunda! Bangun, Sayang!" Shania terus berbicara di dekat telinga Anggita, tetapi balita itu sama sekali tidak merespon.Setelah beberapa saat mencoba membangunkan Anggita dan tidak berhasil, Shania bergegas melangkah keluar. Ia ingin memberitahu Angga kalau Anggita memanggil-manggil bundanya."Mas! Mas Angga!" panggil Shania begitu keluar dari pintu.Angga dan Hamish yang sejak tadi duduk diam langsung berdiri dan mengejar Shania."Ada apa, Shan? Gita gimana?" Angga sangat panik takut terjadi sesuatu dengan putrinya."Gita ... dia ... manggil-manggil bundanya, Mas. Dia manggil-manggil bundanya."Bahu Angga langsung terkulai lemas. "Gita udah siuman?" tanya Hamish.Shania menggeleng. "Belum. Tapi dia beberapa kali manggil-man

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Ruang PICU

    "Kita ke rumah sakit sekarang!""Tapi, Ham ....""Kita liat dulu kondisi Gita. Setelahnya kita bisa putusin nanti mau gimana."Meski sebenarnya Shania merasa sangat tidak enak dengan Hamish, tetapi ia sangat terharu dengan keputusan yang Hamish ambil."Iya, Shan. Benar. Kalian ke rumah sakit aja dulu sekarang!" titah Renata. Ia tak tega jika sampai terjadi sesuatu dengan Anggita. Lebih tepatnya Renata masih trauma dengan kematian Bu Rani, takut kalau-kalau Anggita akan mengalami hal serupa dengan neneknya."Ya udah, kami pamit ke rumah sakit dulu, Tan, Om," pamit Hamish."Titip Shania, Ham," ucap Akbar yang sedari tadi hanya diam. Lelaki itu merasa dilema. Ia tidak ingin Shania terus berurusan dengan Angga, tetapi juga tidak tega dengan Anggita."Siap, Om."Shania dan Hamish kemudian berjalan keluar menuju mobil Hamish. Menapaki barisan paving yang masih basah. Beberapa kali mereka harus melompat kecil untuk men

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Janji

    [Shan, aku di rumah Om Akbar. Kamu ada lembur?]Shania menatap layar ponselnya dengan mata yang lelah, lalu tersenyum tipis saat membaca pesan itu.[Enggak, ini lagi siap-siap pulang.][Sip, deh. Nanti temenin aku cari kado, ya?][Oke.]Shania merapikan berkas-berkas di meja. Ruang sekretaris yang menjadi tempat kerja Shania cukup sepi. Hanya tersisa suara gemerisik AC dan detik jam di dinding. Aroma kopi yang samar masih menggantung di udara ketika Hendra mendekat ke arahnya. Dasi laki-laki itu sudah sedikit longgar. Namun, tak mengurangi ketampanannya.“Udah mau pulang, Shan?” tanya Hendra sambil tersenyum manis.“Iya, Hen. Aku duluan nggak apa-apa, ya?” Shania balas tersenyum, tapi ada lelah di matanya yang tak bisa disembunyikan.“Tentu aja, santai.” Hendra melipat tangannya di dada. “Angga udah kasih kabar?”Shania menghela napas lalu menggeleng pelan. “Belum. Tapi soal meeting tadi kayaknya aman dipegang Om Andreas.”“Baguslah. Tapi tetap aja, nggak seharusnya dia ninggalin tang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Menghilang

    Tanpa Shania duga, lelaki yang wajahnya penuh lebam itu tiba-tiba berlutut di depannya."Aku mohon, Shan. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku mohon .... Demi ibu, demi Gita, dan demi pernikahan kita berdua. Aku mohon, Shan ...."Shania menggelengkan kepala. "Maaf Mas ....""Shan! Aku mohon!" potong Angga. Ia tidak ingin mendengar penolakan dari Shania. "Oke! Aku ngaku salah. Tapi, tolong beri aku kesempatan, Shan! Aku janji bakal perbaiki semuanya. Aku janji bakal jadi suami yang baik buat kamu."Angga memegangi lutut Shania dengan erat."Shan, kamu tau, aku udah enggak punya siapa-siapa lagi. Ibu udah pergi, apa iya, kamu juga akan pergi ninggalin aku dan Gita? Gimana aku sama Gita harus lanjutin hidup, Shan? Gimana?""Mas, tolong lepas!" Shania berusaha melepas cekalan tangan Angga di lututnya. Namun, Angga justru semakin mempereratnya."Enggak, Shan. Sebelum kamu maafin aku, aku akan terus ka

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Tak Biasa

    Shania terdiam mendengar permintaan polos Anggita. Hati kecilnya semakin tersayat. Ia sangat tidak tega saat menatap mata tanpa dosa balita itu."Emang Bunda Gita enggak mau ke sini?" tanya Shania hati-hati.Anggita terdiam dan menatap Shania cukup lama. Sampai akhirnya sorot itu semakin layu, baru kemudian menjawab, "Bunda sama Ayah bertengkar, Bu. Terus ... Gita diajak Ayah pulang ke sini. Bundanya pergi sama Om Hilmi. Tapi ... tadi pas sampai di sini ...." Anggita terlalu sedih untuk melanjutkan perkataannya. Mengingat betapa takutnya ia tadi saat melihat ayahnya dipukuli oleh orang yang selama ini ia panggil Kakek Akbar.Shania semakin merasa bersalah. Kini ia paham dengan nasehat papanya dulu. "Tidak akan ada kebaikan yang kamu dapat, dari mengedepankan emosi. Tahan diri, tunggu tenang sebentar, lalu bicarakan baik-baik. Karena kalau tidak, yang ada semua akan hancur. Tidak hanya yang melakukan kesalahan aja. Tapi, semua orang yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status