Share

SECRET KAMILA
SECRET KAMILA
Penulis: BungaMatahari

ELANG

Elang menatap lurus pada ring basket, setiap keheningan mulai tercipta. Dadanya yang masih berdegup cepat itu harus ia buat tenang segera. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya. Tidak bisa. Matanya mulai menyusuri kerumunan manusia yang menatapnya, memberi support padanya. Menemukan morfin yang tepat untuknya. Hingga dengan cepat, degup itu berubah jadi begitu tenang. 

Ia melemparnya, satu shoot darinya membuat SMA Budi Utama kembali membawa juara basket antar SMA dijakarta. 

Semua memeluk tubuhnya, sementara matanya tertuju pada gadis imut yang selalu menjadi morfin untuknya. 

"ELANG! ELANG! ELANG" sorak namanya mengema seantero gedung. Ia memejamkan mata, menikmati setiap kesuksesan dan hiruk pikuk yang memujanya. Basket adalah satu bagian dimana orang orang betul  memujanya tanpa topeng. Karena itu Elang selalu menyukainya. 

Seorang gadis berkuncir satu berlari kecil menghampiri Elang, memberikan sebuah bunga mawar, ungkapan selamat atas keberhasilannya. "Selamat" katanya dengan lembut. 

"Thanks" kata Elang menerima bunga itu. "Lu gak dimarahin sama bapak ketua kelas karena ada disini? Gue kira kelas kalian gak bakal dateng" 

"Di kelas itu, anak istimewa gak cuma Bimasakti kali Lang, guee juga.."

"Jadi? Lu menang dari perang dunia ke tiga ini?"

"Ya jelaslah. Enggak. Kita ngasih obat tidur sama Bimasakti" 

Mendengar pernyataan Bulan, Elang yang masih meminum air mineral yang tersedia untuknya langsung tersedak. "Gila lu, gimana kalo dia keblabasan"

"Tenang , aman kok. Gue gak akan ngelukain sahabat lu yang unyu itu" 

Elang tersenyum sinis pada Bulan "Dia bukan sahabat gue..., Udah ah. Balik Sono. Kalo dia bangun dan sampai ketauan ,pasti nanti yang disalahin gue"

"Secara general lu juga salah"

"Hah?"

"Lu gak inget? Lu ngancem semua anak kelas dua buat support tim basket sekolah kita tanpa terkecuali. Kalo Sampek ada yang gk Dateng lu ngancem bakal ngerendem mereka digot belakang kantin sekolah" 

"Gue lupa"

"Lupa? Bisa banget. Padahal anak anak udah ketakutan banget sama ancaman lu"

"Tumben sok peduli"

"Sialan lu"

"Dah sana.. hush.. capek gue"

"Iih .. emank ya..ni anak" 

-----

"Elang itu pesonanya bener2 kerasa kalo lagi main basket ya .. nggi" 

"Huum"

"Gue tuh terkadang Sampek lupa dia tuh sejahat apa kalo lagi gak main basket. Yang gue tau keren aja gitu" Anggi menatap Mawar dan Revi yang masih sibuk memuja Elang. Hingga mereka dikejutkan oleh suara paling menyeramkan sesekolah, lebih seram suara dia dari pada pak kepala sekolah. Itu kesepakatan kelas 2 IPA 3A, tanpa terkecuali. 

"Gimana Anggi basketnya? Bagus?"

serempak ketiga gadis itu mengucapkan nama yang sama sembari menoleh kekanan "Bima" 

"Kebelakang" katanya datar, tapi sangat tegas. Disertai tatapan matanya yang tajam. Sementara dibelakang Bima sudah terlihat banyak teman sekelasnya menunduk lesu dan tak berdaya. 

Bima mengamati kembali setiap teman teman sekelasnya. "Mana Bulan?!" 

"Lagi pacaran mungkin sama Elang"

"Aku tadi liat dia bawain bunga buat Elang Bim"

"Dasar cewek genit" Ia menatap semua teman temannya. "Kalian ke kelas, bersiin kelas sebersih bersihnya. Pel lantai. Gue sampai pokoknya lantai udah kering. Gue gak mau tau. Gue mau hajar si pembuat ulah dulu" Bima melangkah pergi meninggalkan seisi kelas yang terlihat frustasi akibat hukuman Bima. 

"Gila tuh Bima!! Dia kembali tuh cuma butuh berapa menit! Boro boro lantai kering  kita bahkan belum selesai nyapu!!!"

"Udahlah dari pada ribut, mending lakuin aja deh" Ujar Mawar. 

"Trus gimana war!!" Protes Angga. 

"Ada yang nyapu ada yang ngepel, sisanya ngeringin pakek hairdryer toilet dan kain" 

Semua tanpa aba - aba secepatnya berlari menuju kelas IPA 3B yang menjadi kelas tercinta mereka. Melalui arahan Mawar si wakil ketua, beberapa anak dengan cekatan memindah semua bangku, mengessernya bersama sama. Ada yang menyapu lalu membasahi lantai. Semua sudah hampir sempurna. tapi sang ketua datang terlalu cepat, dengan amarah yang membara diwajahnya. 

"Bisa bisa nya belom selesai. Ngapain aja anak 40 sih heh!"

Satu satunya gadis berjilbab di kelas ini, Anggi mulai gak bisa menahan amarahnya. Lelaki ini memang terlalu semena mena, apalagi kalau sudah menyangkut orang bernama Elang. Amarahnya seolah ditumpahkan ke teman temannya. 

"Buruk - buruk" kata Anggi yang kemudian maju mendekat ke Bima. 

Bima menipiskan tatapannya pada Anggi "apa yang buruk?!" Lelaki ini menatap perempuan kecil yang ia rasa gak punya daya dihadapannya. Sampai senyum tipis Anggi membuatnya teringat akan sesuatu, hal yang membuat dia gak akan punya daya dihadapan wanita berjilbab ini. "Oke" Bima berpaling dari mata Anggi lalu berjalan menuju ke depan kelas. "Kumpul disini, duduk dilantai aja. Kita bahas Dies Natalies sekolah untuk tanggal 14 besok" 

"Lu punya pelet apa nggi? Kok Bima tiba-tiba nurut?"

"Astagfirullahaladziiim warr.. musyrik" semua mata kini kembali tertuju ke Anggi. 

"Ang-gii" suara Bima meninggi padanya. 

"So-rry Bim" Anggi kini seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya. Seperti sebuah balon yang tiba tiba menciut kembali. 

Mawar mengeleng tak percaya "aneh lu" 

"Gak ada apa apa warr" 

"Makin aneh karena lu bilang gak ada apa apa" 

"Demi Allah" Jari Anggi membentuk v tanda dia benar-benar serius dengan apa yang dia ucapkan. 

"Oke..." 

Batin Anggi mendapatkan kelegaan sendiri sekarang, bukannya dia gak jujur. Dia memang gak ada apa apa dengan Bima. Dia hanya memegang sebuah rahasia kecil dari seorang Bima yang coba ia tutupi sampai detik ini. Ia masih sangat ingat betul bagaimana rahasia itu ia ketahui tanpa sengaja saat kelas 1 SMA. Anggi yang kesakitan gara gara menstruasi saat itu memutuskan ke ruang UKS. Beristirahat sebentar, ia tertidur cukup lama hingga istirahat siang tiba.  Setelah merasa baikan ia memutuskan untuk kembali ke kelas. Ditatapnya setiap bangku yang ternyata sudah tidak ada satu pun tas disana. Ternyata saat itu ada rapat dadakan para guru, hingga diputuskan semua siswa untuk belajar dirumah. Disana, Ia hanya melihat Bimasakti yang sedang duduk tertunduk dikelas. Sebenarnya Anggi ingin tidak peduli. Tapi kalo ternyata Bima terkenak serangan jantung atau mati? Itu mungkin jadi masalah yang cukup besar. 

Ia mendekat dengan pelan menuju Bima. "Bima" katanya mencoba dengan nada suara cukup keras. Karena dia tidak menyentuh lelaki itu. Ia gak menyangka, kalo Bima bakal mengeluarkan reaksi berlebihan dari apa yang dia bayangkan. Ia terkaget dan menjatuhkan sebuah handphone yang memuat komik digital porno disana. Komik digital yang membuat mata Anggi kotor seketika. Otak Anggi seketika berhenti untuk beberapa saat ditatapnya muka Bima dan komik didalam hape itu secara bergantian. Lucunya Bima pun juga begitu, otaknya berhenti karena kelakuannya itu ke pergok oleh seseorang yang bukan lelaki. Bahkan oleh perempuan berhijab yang termasuk jarang ada disekolahnya. Yang karena saking jarangnya perempuan perempuan berhijab ini disebut perempuan suci. Dan Anggi adalah orang yang paling suci karena bahkan gak mau disentuh oleh lelaki. 

"Sial.." katanya pelan "BUKAN PUNYA GUE!!" Otak Bima yang tadi berhenti kini mulai beroperasi. Dia dengan cepat meraih hapenya itu menutup adegan tidak senonoh yang ada didalam sana. Sambil melakukan pengelakan yang sangat bodoh. Karena jelas jelas itu hape milik Bima. 

Anggi masih diam. Ia mulai syok dengan adegan tidak senonoh yang dilihatnya. Sementara wajah Bima semakin khawatir. "Enggak enggak" katanya sekali lagi. "iishh.. " dia kini sudah putus. Digerbraknya mejanya dengan kasar  "Awas ya kalo sampek orang orang tau" 

"Hah?"

"Apa? Gue cowok. Wajar kalo gue suka kayak gitu! Masalah?? Heh?"

"Haaah?"

"Hah heh hah heh! Cepet ambil tasnya! Kalo sampai orang selain lu tau soal yang ada dihape gue, Berarti lu pelakunya. Gue pastiin .. lu gak bakal aman sampai lulus. ." 

Anggi menelan ludahnya dalam dalam. Ia dengan cepat meraih tas nya. Dipeluknya tas nya erat, lalu berjalan cepat meninggalkan Bima. 

Setelah itu, Anggi gak pernah mencoba menatap Bima. Bahkan ia selalu menghindari keberadaan ketua kelas itu. Sementara Bima, seperti menganggap Anggi seperti debu yang membuatnya bersin lalu menghilang. Gak berarti. Dan gak punya efek apapun dihidupnya. Tapi dia cukup gak menyangka, gertakan darinya tadi. Benar benar mampu menundukkan Bima, meski hanya sedikit. 

Mata tajam Bima mengamati setiap siswa yang di kelas. Ia mulai membuka pembicaraan. 

"14 November besok kita bakal Rayain Dies Natalis acara SMA kita. Setiap kelas wajib menyertakan kelasnya dalam bazar , perlombaan, dan pentas seni. 

Untuk perlombaan gue udah atur. 

1. Lomba Voli cowok : Brian, Danny, Gue, Richard, Kevin sama Awan

2. 2. Lomba Voli cewek , ada yang mau usul? Gue gak tau  siapa yang pinter disini. Karena pas gue lihat. Kelihatan banget semuanya payah payah disini" 

Semua diam saling menatap. Dan momen ini waktu yang paling pas buat Anggi ngerjain dua temennya. Karena Bima bakal menyetujui setiap nama yang diusulkan anak anak dan gak akan ada yang mau nolak. 

Dengan semangat Anggi mengacungkan tangannya. "Gue ngusulin Mawar, sama revi"

"Anjir lu... Ngii" Revi engumpat dengan spontan. 

"Oke , Mawar sama Revi" 

"Tinggal empat lagi"

"Nia?"

"Oke"

"Anggi" kini Mawar mencoba membalas sahabatnya itu. 

Bima diam, ia menatap tajam Mawar. "Gue gak goblok, gue tau gimana Anggi main Voli. Yang ada smash nya gak ke tim lawan. Tapi malah ke kaca ruang kepala sekolah" celetuk Bima membuat semuanya tertawa hingga Bima kembali berkata "Anggi ikut lomba baca Al-Qur'an" 

"Iih kok" 

"Ah ihh ahh ihh. Kalo bukan kamu siapa lagi?"

"Tapi makhraj ku hancur Bim"

"Apaan itu? Halah. . Yang penting kamu gak bikin malu kelas kita. Orang orang disini cuma bisa baca A ba ta tsa aja. Emank kamu mau kelas kita malu?" 

"Hemm.. ta"

"gausah tapi tapi"

"Ya.."

"Bagus..., Selanjutnya. Buat Basket. Derrec, Angga, Noval , Robert , sama Ganesha. Nanti anak-ank Voli jadi cadangan buat basket. Buat futsal.. anak sebelas. Jadi sisanya ikut futsal ya..."

"Buat pentasnya gimana Bim, sama Bazaar"

"Bazaar . Gue punya ide buat Adain Coffe shop temanya K-Pop. Dan menu nya ala ala Korea but's yang simple aja. Kayak susu stroberi yang lagi hits sekarang ,mojito dst. Nnti kita runding kan lagi lebih detailnya. Untuk pentas seni... Karena cuma Band. Dan gue rasa gak ada yg punya suara bagus disini. Gue ngusulin kita buat terlibat dibagian belakang panggung aja. Jadi Decor gitu. Buat tugas ini. Kita sama sama ngerjain bareng bareng aja. Biar cepet selesai. Konsepnya, gue udah minta tolong sama Natalie. . Jadi kita tinggal nge eksekusi aja.. Jelas??" 

Semua diam. "Gue anggap itu pernyataan bahwa kalian jelas sama omongan gue... Untuk ide konsep selanjutnya buat Coffe shop. Besok Rabu kita bahas lagi" 

Semua anak anak dengan cekatan meraih tas mereka lalu secepatnya keluar dari kelas. 

"Kalian duluan ke kos gihh, gue soalnya harus ke loker. Sama ngurusin utang Bu Kantin kmaren kemaren" 

"Beneran nih pulang sendirian? Dah sore loh nggi"

"Iyee... Udah sana sana" 

"Yaudah..." Mawar menatap Bima yang sedang asik membuka sesuatu lalu berbisik pada Anggi. "Cepet cepet keluar. Mumpu harimau masih sibuk. Nanti lu diterkam kalo lagi sendirian" 

"Husst!" Revi mencoba mengingatkan mulut sembrono Mawar, sembari menariknya keluar dari kelas. 

Anggi menatap Bima yang sibuk dengan catatan dan rencananya. "Maaf untuk yang tadi, gue gak bermaksud apa apa. Gue cuma terpaksa"

Bima yang tadi komat kamit sambil sibuk dengan catatannya tiba tiba terdiam sebentar. Ia tak menatap Anggi , Namun menjawab pernyataannya. "Penampilan luar emank gak akan pernah ngejamin gimana sebenarnya sifat asli orang. Emank cuma waktu yang bisa ngejawabnya" 

Pernyataannya benar benar menusuk hati Anggi, sakit sekali yang dirasakannya sekarang. Ia menarik nafas panjang. Menstabilkan emosinya lalu kembali berkata. "Saya melakukan hanya untuk membela diri kami dari ke zaliman yang telah kamu lakukan. Bahkan seorang wanita boleh membunuh orang yang melakukan perkosaan padanya dengan alasan perlindungan. Kenapa kami enggak?"

Bima Tak menjawab. Dia hanya membereskan catatannya , dimasukkannya semua dalam tas. Ia meraih sebuah kain kering. Lalu mengusap lantai yang masih basah hingga ia kembali kering. Anggi yang melihatnya jelas spontan langsung membantu Bima. Mereka berdua kemudian membereskan semuanya bersama sama. Bahkan hingga peletakkan meja dan bangku pada tempatnya. 

Anggi mengusap keringatnya , sementara Bima sibuk membenah laci buku paket, lalu menyelipkan buku paket ke masing masing bangku. Sekarang Anggi tau sebuah rahasia lagi, ternyata yang menyiapkan setiap buku pelajaran untuk besok didalam laci kita adalah Bima. Bahkan ia menyelipkan satu persatu pena disetiap laci, agar saat kita ketinggalan tempat pensil atau kehabisan pena kita gak harus ke belakang dan membuat berantakan laci cadangan pena kelas. Ternyata makhluk ini yang menyiapkan semuanya. Dan bahkan kami selalu melupakan tentang perkara kecil pada siapa yang menyiapkannya, tidak berterimakasih sama sekali. "Kamu menyiapkan semuanya sendiri?"

Sekali lagi Bima menghiraukan omongan Anggi, dan berjalan keluar. Ia berbalik di depan pintu lalu berkata "Ayo pulang, kau mau sholat magrib disini memang?" 

"Tidak" Anggi meraih tas nya lalu mengikuti Bima dengan langkah kecil yang ia percepat. "Bima... Maaf" 

"Ya" kata Bima singkat. 

"Anggi tetap sama omongan Anggi yang pertama kok. Anggi tadi cuma ngancem. Gak bermaksud nyebarin apapun"

Bima menghentikan jalannya. Membuat Anggi juga mengerem langkah kecilnya secara mendadak. Tubuhnya hampir saja menabrak Bima. Ia menatap Anggi. Sementara Anggi mendongak ke atas, menatap mata tajam dari Bima "Udah?"

"Hah?"

"Lu udah selesai kan sama bacot lu? Pulang gih"

"Oke.." Anggi sekali lagi menatap Bima " tapi omongan Anggi waktu itu soal Bima, masih sama. Gak berubah kok. Dan itu kebukti juga sekarang" 

"Pergi"

"Iyaaa" Anggi melangkah menjauh dari Bima, langkahnya semakin ia percepat. Hingga ia keluar dari gerbang sekolah dalam beberapa menit saja. Ia menatap Bima yang masuk ke mobil Alphard melaluinya lalu melenggang pergi begitu saja. "Lelaki jahat" celetuk Anggi kesal. 

Ia menatap langit yang sudah membentuk warna orange. Sementara kumandang adzan mulai mengema diudara. Dia benar benar terlambat. Sampai seseorang melenggang dan merebut tas ransel yang hanya ia slempangkan disebelah kirinya. 

"Elang!!" Kata Anggi setengah berteriak karena keterkejutannya. 

"Tas Lu berat banget sih! Awas nanti tambah pendek"

"Biarin" 

"Cepet naik, udah gue tunggu dari tadi juga" 

"Dimana mobil lu, gue gak liat dari tadi" 

"Itu ..., Parkir disitu soalnya kamu lama. Nanti keburu ditilang polisi kalo parkir disini" 

"Aku juga gak pernah nyuruh kamu jemput depan gerbang sih" 

"Nyuruhnya depan kelas. Ogahh"

"Terserah"

"Tadi di hukum apa aja sama Bima" 

"Gak ada" 

"Gak yakin gue.." 

Elang membuka pintu mobil Alphard nya , bersikap gentleman untuk membiarkan Anggi masuk ke dalam mobilnya. 

Anggi yang mulai terbiasa dengan apa yang dilakukan Elang melenggang santai masuk ke mobil. Lalu memberi salam pada Pak Eko, supir keluarga Elang. 

"Selamat Sore pak Eko"

"Selamat sore.. neng" 

"Cepet jalan Pak, udah magrib soalnya. Anggi tukang ngaret sih" 

"Iihh... Ada hal yang perlu gue selesain. Gak sabaran banget"

"Hukuman dari Bima" 

"Enggakk" 

"Heleh. Kamu mau sholat dimana?"

"Aku haid gak sholat El, kamu lupa??"

"Lah kamu gak ngomong kok"

"Iih"

"Serius.., pantes kemarin kamu marah marah gak jelas. Mau ku belikan kiranti?"

Anggi mengangguk pasrah. 

"Pak berhenti di Indomaret terdekat ya" 

"Siap Tuan" 

"Nanti kamu mau langsung ke tempat mbak Indah?"

"Iya... Kata dokter hari ini dia gak mau makan" wajah Elang terlihat lesu seketika. Wajahnya bercampur lelah dan lesu. Tapi untuk Anggi , ia masih mencoba melembutkan nadanya. 

"Mau beli apa aja Tuan" 

"Kiranti, kalo ada buah. buah yang pak buat mbak indah. Sekalian Aqua"

"Aku... Air mineral penjabat, sama Buahvita" 

"Oke neng. . ." 

"Air mineral penjabat? Emank ada mereknya?" 

"Bukan.. maksudnya air mineral yg harganya 8 ribuan" 

"Penjabat? Hiidih" 

"Hahaha kan mahal" 

"Trus kalo air mineral BTS itu apa ya??"

"Yang harganya seratus ribu itu ya..."

"Iyee..."

"Itu mah tetep BTS. Mungkin bakal berubah jadi BTS kalo itu diminum kali" Anggi tersenyum lalu menatap Elang yang dari tadi terus mengarahkan badanya ke Anggi. "Minum giih. Kali aja jadi V"

"Gamau ogah"

"Iih kenapa" 

"Katanya Bima tuh mirip sama V. Ogah banget nnti gue disama samain Ama dia" 

"Gile..  seperhatian itu ya ... Sampek dia mirip siapa aja lu tau" 

"Apaan sih"

"Hahahaha" 

"Gausah ngeledek" 

"Peace" 

Elang tersenyum. Anggi juga ikut tersenyum. 

"Sayang banget sama Anggi" 

"Sama mbak indah?"

"Sayang banget jugaa. Bisa gak sih, jangan pergi aja" 

"Elang ..."

"Saya ngerasa cuma punya kamu sama mbak indah sekarang.. pliss. Gak suka ditinggalin..."

Elang kembali meneteskan air matanya. Kata kata terakhirnya terlihat sangat putus asa. Hingga batin Anggi jadi terasa sangat sakit sekarang. 

Meski dia kaya raya. Anggi tau, Elang tetap gak punya apa apa. Terutama kebahagiaan. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status