Share

6-HUTAN

Belaian lembut dari tanganku sepertinya membuat Ayu sedikit agak tenang, suara tangisan yang awalnya keras kini terasa perlahan-lahan berhenti setelah aku mengusap-usap kepalanya.

Kondisi tubuh Ayu benar-benar parah, baju dan celananya tampak sobek seperti terkena sesuatu yang menyentuh tubuhnya dengan keras. Sehingga dia tampak menggigil kedinginan di dalam isak tangis yang dia rasakan sekarang.

Namun, tubuhnya yang kecil dan mungil itu tampak masih sehat dan bugar tanpa ada bekas luka di seluruh tubuhnya.

Aku merasakan hal aneh dengan tubuh Ayu, karena aku yang melihat sendiri ketika kepala Ayu berputar seratus delapan puluh derajat ke arahku ketika di dalam rumah, kini terlihat kembali normal.

Aku bahkan memeriksa lehernya, karena aku dengan jelas melihat kulitnya yang mengkerut ketika kepalanya berputar dengan suara tulang-tulang yang saling beradu satu sama lain.

Tapi, tetap saja, leher Ayu tampak normal, tidak ada bekas luka dari leher yang diputar secara paksa pada saat itu. Beberapa kali aku mengusap leher, tubuh, kaki, bahkan tangan dan aku benar-benar tidak menemukan luka satupun di tubuh Ayu.

Sebenarnya, ada apa dengannya? Apakah aku tadi berhalusinasi atau bagaimana? Karena aku jelas-jelas melihat tubuh Ayu yang berjalan secara paksa, bahkan aku mendengar suara tulang-tulang yang saling beradu ketika dia melangkahkan kakinya dari rumah.

Tapi, kenapa tubuh Ayu kembali normal.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku, pikiranku sudah benar-benar kacau semenjak teror ini muncul hingga saat ini, halusinasi dan kenyataan tidak bisa aku bedakan sekarang.

Yang pasti, aku hanya bisa bersyukur bahwa Ayu selamat dan tanpa ada sedikitpun luka yang dia terima sekarang.

 “Ayu,” kataku

“Lebih baik kita pulang ya, sekarang bunda janji, akan menjaga Ayu di kamar dan tidak akan ninggalin Ayu.”

Tidak ada jawaban dari Ayu pada saat itu, yang ada hanya ada isak tangis yang masih terdengar sangat pelan dengan tetesan air mata yang belum berhenti keluar dari kedua matanya.

Aku tahu, dia pasti shock akan kejadian ini, seorang anak yang tidak tahu apa-apa yang harus mengalami kejadian yang benar-benar mengerikan pasti akan membuatnya trauma.

Apalagi, ketika aku mengajaknya pulang. Ayu tampaknya sedikit enggan untuk melewati kebun jagung yang tak jauh dari tempatnya berada.

Beberapa kali dia menggelengkan kepala karena dia takut akan kebun jagung itu, ingatannya tentang dirinya yang sering membantu Satria di kebun ketika dirinya masih hidup tiba-tiba berubah menjadi sebuah ketakutan bagi dirinya atas teror yang dia alami sekarang.

Dia takut akan sosok ayahnya yang mungkin saja kembali muncul ketika aku dan dirinya harus kembali masuk ke dalam kebun jagung untuk pulang ke rumah.

“Enggak Ayu, kan ada Bunda disini yang akan jaga Ayu sekarang.”

“Jadi, Ayu gak usah takut lagi ya, karena nanti Bunda yang nemenin sampai rumah dan jaga Ayu di kamar hingga pagi tiba ya,” kataku sambil tersenyum kepada Ayu pada saat itu.

Namun, Dia terus menggelengkan kepalanya di dekatku ketika aku mengajaknya pulang melalui kebun jagung itu.

Sebenarnya, ada jalan lain yang bisa kutempuh apabila aku dan Ayu tidak melewati kebun jagung ini. Yaitu melalui hutan yang tepatnya ada di belakang Ayu pada saat itu. Sebuah hutan yang lumayan lebat dengan jalanan setapak yang sempit dan licin.

Namun, aku benar-benar tidak menyarankan untuk memasuki hutan sekarang. Karena aku dan Ayu harus memutar jauh melewati jalanan setapak dan keluar dari pintu masuk desa dan berakhir dengan melewati jalan utama desa hingga akhirnya sampai kembali ke rumah.

Aku terus-menerus membujuk Ayu agar dirinya bisa aku bawa melalui kebun, karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, juga kebun jagung tidak terlalu menyeramkan apabila aku dan dirinya harus melalui hutan lebat yang ada di belakangku.

Namun, tetap saja, sudah beberapa kali aku mencoba membujuknya, jawaban Ayu tetap sama. Dia menggelengkan kepalanya dan tidak mau masuk ke dalam kebun jagung yang luas tersebut.

Hingga akhirnya…

“Ya sudah, kalau misalkan Ayu takut, kita pulang melalui hutan saja ya.”

“Kan tidak mungkin tinggal disini sampai pagi tiba, kasian Ayunya nanti jadi sakit karena diterpa angin malam yang dingin ini,” kataku sambil mengusap-usap Ayu dengan senyuman yang sengaja aku paksakan agar Ayu merasa tenang dan nyaman di dekatku.

Aku sedikit menoleh ke arah hutan, dimana disana ada jalanan setapak kecil tempat dia dan beberapa teman sebayanya bermain ketika para orang tuanya sibuk di kebun, sebelum akhirnya dia melihatku dengan wajahnya yang masih terlihat sedih dan mengangguk sambil mengelap sisa-sisa air matanya yang masih ada di sela-sela matanya.

“Ya sudah kalau misalkan Ayu sudah memutuskan, ayo kita pulang sekarang,” kataku.

***

Hutan yang ada di tempat ini sangatlah berbeda dengan hutan-hutan yang ada di Pulau Jawa sana, karena tanahnya yang merupakan tanah gambut yang penuh dengan akar-akar pohon sehingga aku yang berjalan melalui jalan setapak bersama Ayu pada saat itu merasa sedikit kesusahan untuk melangkah.

Beberapa kali aku hampir tersandung karena pandanganku yang sangatlah gelap dan banyak akar-akar pohon yang mencuat keluar dari dalam tanah.

Aku memegang erat tangan Ayu pada saat itu, kurasakan betapa mencekamnya hutan lebat pada malam hari. Bahkan melebihi ketika aku melewati kebun jagung ketika mencari Ayu pada saat itu.

Apalagi, sinar bulan purnama yang redup tidak bisa menembus lebatnya hutan yang dipenuhi oleh pepohonan yang sangat tinggi dan menjulang ke atas sana.

Pepohonan yang mungkin sudah ada ratusan tahun di tempat ini, dan tidak tersentuh sama sekali oleh tangan-tangan manusia sebelum akhirnya sebagian harus di tebang dan dijadikan desa oleh pemerintah setempat.

Aku sedikit menoleh kearah Ayu, dan tampaknya Ayu sudah mulai tenang sepenuhnya. Bahkan dirinya seperti sudah mengetahui seluk beluk dari jalanan setapak ini sehingga tidak ada kekhawatiran bagi dirinya untuk tersesat.

Namun, Ayu sekarang lebih banyak diam, dia tidak berkata satu patah kata pun sejak aku menemukannya menangis di atas batu tadi. Mungkin dirinya masih belum bisa menerima bahwa ayahnya sendiri menerornya sepanjang malam.

Dengan keterbatasan cahaya dari sinar bulan yang menuntun jalanku bersama Ayu, aku terus berjalan melewati jalanan setapak itu dengan rasa takut yang belum aku hilangkan.

Ingin rasanya aku segera sampai ke rumah dan beristirahat, dan menganggap semua kejadian ini adalah bagian dari mimpi yang akan membangunkanku ketika pagi tiba.

Namun, rasanya apa yang aku pikirkan tidak akan terjadi secepat itu.

Karena,

Seperti ada sesuatu yang mengawasiku dari gelapnya pepohonan hutan. Mereka seperti menatapku dari berbagai sudut, dan ketika aku menatap balik ke arah pepohonan tersebut, mereka tiba-tiba menghilang, dan muncul lagi di tempat yang berbeda.

Sreeek

Langkahku tiba-tiba berhenti, ketika terdengar suara langkah kaki yang cepat melewati semak-semak hutan yang terdengar jelas olehku di sebelah kiri jalan dan berlari dengan cepat ke arah depan, tepat ke arah jalanan setapak yang sedang ku lalui pada saat ini.

Sontak, aku secara tak sadar melepaskan tangan Ayu, dan memaksanya untuk menghentikan langkahnya dengan salah satu tanganku pada saat itu.

“Aku yakin akan terjadi seperti ini, karena tidak mungkin di dalam hutan yang gelap ini bisa sebegitu tenangnya,” batinku kini bertanya-tanya, menerka-nerka apa yang ada di depanku ini.

Apakah itu Satria yang sengaja menungguku di dalam hutan?

Atau memang makhluk lain yang menjadi penghuni hutan ini.

Karena, selama aku memasuki hutan, suasana begitu hening tidak ada satupun hewan malam yang bersenandung pada malam ini. Mereka seperti takut akan sesuatu sehingga mereka menjauh dan tidak berani mendekat, sehingga aku yakin bahwa itu adalah sosok yang lain yang berada di depanku pada saat ini.

Aku memberanikan diriku, melangkah selangkah demi selangkah diikuti oleh Ayu yang berjalan di belakangku pada saat ini.

Aku tidak mungkin kembali, karena aku sudah terlalu masuk ke dalam hutan yang lebat ini.

Namun, rupanya apa yang aku lakukan salah, aku salah mengambil tindakan ketika berada di situasi seperti sekarang.

Karena…

Blug

“BUNDAAAAAAA!”

Krosak

Sebuah tangan yang pucat tiba-tiba muncul di balik semak-semak hutan yang sangat lebat, dan tanpa aku sadari, Tangan itu muncul dan memegang Ayu dengan sangat erat serta menariknya sehingga tubuh Ayu langsung terjatuh.

Sontak, Ayu pun berteriak memanggilku yang ada di depannya. Tubuhnya terseret di antara tanah gambut yang penuh akar yang mencuat keluar.

Kejadian itu begitu cepat, aku yang mendengar Ayu berteriak pun langsung berbalik untuk mengetahui apa yang terjadi kepada Ayu.

Namun naas, aku hanya melihat kedua tangan Ayu yang meronta-ronta seperti mencoba memegang sesuatu agar tubuhnya tertarik masuk ke dalam semak-semak, sebelum akhirnya tubuhnya menghilang sepenuhnya.

Aku terlambat menyadari bahwa ada sesuatu yang menarik Ayu. Sehingga, seketika Ayu menghilang kembali di dalam rimbunnya hutan yang gelap itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status