Share

Bab 3

Author: Dewi Jingga
last update Huling Na-update: 2023-03-25 11:44:34

"Mutia, apa yang kamu lakukan disini dan bersama orang asing ini?" Aku menghampiri istriku, kutinggalkan Maura dengan semua kantong belanjaan di tangannya.

"Mas Putra, ah, ini ... kenalkan, dia Aldiansyah, dia ...."

"Tidak perlu, aku tidak ingin tau siapa namanya, untuk apa kamu bersama pria ini? Kamu ini wanita bersuami, tidak pantas jalan berdua dengan pria lain."

Argh, entah mengapa aku begini, bukankah semalam aku mengatakan bahwa aku sudah tidak lagi mencintainya. Tapi lihatlah, mengapa ada hawa panas yang begitu cepat menjalar dalam diriku, membuat darah ini terasa bergejolak saat melihat Mutia sedang duduk betdua dengan seorang pria yang tak kukenali.

"Mas, tenanglah, aku bisa jelaskan." Mutia berdiri, meraih tanganku. Dia begitu tenang, tidak seperti sedang melakukan sebuah kesalahan, padahal jelas aku memergokinya jalan berdua dengan pria lain.

"Dia Aldiansyah, dia adalah ...." Mutia tersenyum sambil menoleh pada pria itu, tapi pria yang kudengar bernama Aldiansyah menggeleng pelan pada Mutia, seperti sedang mengisyaratkan sesuatu.

"Mas Putra." Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan perhatian kami. Semua pasang mata tertuju ke arah sumber suara.

Maura berlenggok dengan anggun, mendekat ke arah kami. Lalu menggandeng lenganku yang satunya dengan mesra.

Aku panik, kenapa aku bisa lupa bahwa saat ini sedang bersama dengan Maura. Aku menatap wajah Mutia, menelisik setiap ekspresi yang keluar dari wajahnya.

Tidak, dia tidak terkejut. Dia hanya melepaskan pegangannya pada tangan kananku.

Aku kesulitan menebak isi hatinya. Ada apa dengan Mutiaku. Mengapa dia tidak cemburu, mengapa dia tidak marah seperti wanita-wanita lain saat mendapati suaminya sedang bersama dengan gadis lain. Aku menerka-nerka, apa mungkin karena laki-laki yang ada di hadapanku saat ini, apa dia yang membuat Mutia berubah jadi seperti ini padaku.

"Hai, Kak Mutia, ya? Senang bertemu denganmu. Aku Ma ..."

"Mutia, ayo cepat kita pulang." Sengaja kupotong ucapan Maura. Menarik paksa lengan Mutia, mengajaknya pulang sebelum Maura berkata yang iya-iya.

Namun, Mutia menolak. Dia menahan tanganku.

"Tunggu sebentar, Mas. Kenapa buru-buru? Kita minum saja dulu, ajak Maura sekalian," ucap Mutia lembut sambil tersenyum.

Aku sangat terkejut, bagaimana bisa dia tahu gadis ini bernama Maura. Padahal semalam aku tidak menyebutkan dengan siapa aku akan menikah lagi, dan barusan Maura belum sempat menyebut namanya karena aku keburu memotongnya.

Pikiranku benar-benar kacau, bukankah seharusnya aku senang, aku tidak perlu repot-repot memperkenalkan mereka. Toh, mereka juga nanti akan hidup bersama jika seandainya Mutia akan memilih bertahan denganku. Rasanya aku juga sedikit tidak rela membayangkan kalau Mutia memilih mundur, tapi aku juga tidak ingin kehilangan Maura kekasihku.

Arrgh, aku benar-benar kemaruk. Tidak bisa kupungkiri, nyatanya memang aku menginginkan keduanya.

"Gimana, Mas?" tanya mutia sedikit menggoyangkan tanganku.

"Tentu saja, aku juga sangat haus setelah berkeliling belanja." Tanpa tahu malu Maura menyahut sebelum aku menyetujuinya. Dia langsung duduk dan memesan dua minuman untukku juga. Akhirnya aku juga ikut duduk disana.

Aku tidak pernah menyangka bisa duduk di meja yang sama dengan Maura dan Mutia tanpa adanya kegaduhan, bahkan membayangkan pun tidak pernah kulakukan, nyatanya mereka bisa akur tanpa harus aku yang meminta.

Andai saja saat ini tidak ada Aldiansyah di samping Mutia, mungkin hal inilah yang selama ini aku idam-idamkan, sungguh dia sangat merusak suasana dan pemandangan.

Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada Aldiansyah yang duduk begitu dekat dengan Mutia.

"Hey, kamu, jauhan dikit dari Mutia, kalian bukan mahrom," ketusku pada Aldiansyah.

"Oh, oke, maaf," jawabnya lalu menggeser kursi hingga sedikit berjarak dengan Mutia.

"Sayang, tanganku pegal tau bawa belanjaan sebanyak itu sendirian. Kamu, sih malah pergi, bukannya bantuin aku." Maura merengut manja, lalu menggeser kursinya mendekatiku dan menyenderkan kepala di bahuku.

Dapat kulihat pandangan Mutia dan Aldiansyah kini tertuju padaku dan Maura.

"Sorry, ya, Bro. Harusnya belum nasehatin orang bisa dong, praktekin sendiri." Aldiansyah tersenyum mengejek. Arggh, Maura benar-benar membuatku malu.

Tatapanku beralih pada Mutia, penasaran dengan reaksi yang akan dia berikan.

"Kalau sedang jatuh cinta, memang dunia terasa milik berdua, ya, Mas. Al, sebaiknya kita pulang duluan saja, tidak baik mengganggu orang yang sedang kasmaran." Mutia tersenyum tanpa beban.

Aku membulatkan kedua bola mata, tidak percaya dengan penuturan Mutia barusan. Kenapa tidak ada sedikit pun kecemburuannya padaku. Ini sungguh bukan Mutia yang aku kenal dulu.

Kemudian Mutia dan Aldiansyah pun berdiri hendak pergi meninggalkan aku di sini bersama dengan Maura. Ketika Aldiansyah melewatiku, dia sempat berhenti sebentar dan membisikan sesuatu.

"Kau, akan sepenuhnya menyesal, Bro." Lalu dia benar-benar pergi bersama istriku.

Aku tidak habis pikir dengan Mutia, mungkin benar aku telah menyakitinya, menghianatinya, tapi tidak benar kalau dia membalasnya juga dengan berselingkuh, pergi berdua dengan pria lain. Wanita bersuami tidak boleh melakukannya, tapi aku, aku ini laki-laki, aku boleh memiliki istri lebih dari satu sedangkan wanita tidak.

"Maura, kita harus pergi dari sini. Aku akan menyusul Mutia."

"Mas, Kak Mutia pasti aman, kok. Dia kan pergi bersama Kak Aldi. Kamu temenin aku di sini, aku mau habisin minumanku dulu, haus tau." Maura berkata dengan manja.

"Tapi, Maura, aku tidak bisa tenang."

"Mas, bukankah sebentar lagi aku juga akan menjadi istrimu. Sedangkan Kak Mutia, belum tentu dia memilih untuk bertahan dan belum tentu juga dia bersedia untuk di madu, 'kan? Tapi aku, aku akan selalu ada untuk menemanimu, Mas," ucapnya dengan lembut.

Benar apa yang dikatakan Maura, inilah yang aku suka darinya, dia sangat cerdas. Selalu berkata dengan lemah lembut, Maura mampu menenangkan aku di saat gelisah seperti ini.

Hal yang tidak bisa aku dapatkan lagi dari Mutia. Bukan karena dia tidak pengertian, tapi memang aku yang tidak pernah lagi bercerita tentang apapun padanya.

******

Hari ini terasa sangat lelah, lelah hati juga pikiran. Memikirkan tentang Mutia dan Maura membuat energiku terkuras habis. Aku bergegas masuk ke kamar untuk berganti pakaian, kulit yang terasa sangat lengket membuatku ingin segera mengguyur tubuh ini, siapa tau bisa menghilangkan rasa penat.

Baru saja aku berjalan beberapa langkah menuju kamar mandi, samar-samar terdengar suara isak tangis yang bersahutan dengan suara gemericik air dari arah kamar mandi.

Apakah mungkin itu tangisan Mutia, kalau iya, mengapa di hadapanku ia terlihat begitu tenang dan kuat. Apa alasan sebenarnya dia menyembunyikan kesedihan dariku. Mungkinkah Mutia sudah tidak lagi mempercayaiku karena aku yang telah berani menghianatinya, batinku bertanya-tanya.

Ah, tapi aku tidak peduli lagi dengan itu. Terserah saja dia mau berbuat apa, bukankah dia juga sudah berani jalan berdua dengan laki-laki lain, bahkan sebelum hubungan kami benar-benar berakhir.

Sejatinya, dia juga telah menghianati pernikahan ini.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
Mutia mungkin sakit dan Aldi mungkin seorang dokter
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 3

    POV 3 (AUTHOR)Setelah tragedi panas yang terjadi pada malam itu, Putra sibuk mengurus perceraiannya dengan Maura.Siapa sangka seorang Putra yang jumawa dan mengaku bangga karena memiliki dua istri, kini harus menjadi duda dua kali dari dua perempuan yang berbeda, dan hal itu terjadi dalam waktu berdekatan. Apalagi yang bisa dia banggakan sekarang? Istri pertamanya yang memiliki hati seluas samudera serta kebaikan dan ketulusan yang tiada batas, telah di sia-siakannya. Hingga takdir harus membawanya untuk pergi dan tidak akan pernah kembali. Hanya penyeselan lah yang dia dapat.Lalu Maura, wanita cantik yang selalu dia puja akan kemolekan wajah dan tubuhnya, nyatanya tidaklah sebaik yang dia kira, tidaklah setulus sangkaannya. Kisah masa lalunya yang kelam dan belum usai, membuat kehidupan pernikahan mereka berakhir pula dengan perceraian.Setelah semua kehancuran yang terjadi pada kehidupannya, Putra memutuskan untuk kembali tinggal bersama orang tuanya. Rumah yang sempat dia belik

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 2

    Aku pulang kerumah saat hari sudah hampir larut. Sepertinya Ayah dan Ibu menemani Maura selama aku sibuk dengan urusan Mutia. Tidak mungkin mereka meninggalkan Maura sendiri.Aku hendak membuka pintu, sebelum akhirnya kudengar Ayah berteriak dengan lantangnya."Maura, apa benar yang dikatakan laki-laki itu? Bagaimana mungkin dia mengaku sebagai Ayah dari anak yang jelas-jelas terlahir dari pernikahan kamu dan Putra." Dapat kutangkap kali ini Ayah benar-benar sedang emosi.Bahkan, aku yang baru saja mendengarnya pun ikut merasa panas. Apakah benar anak itu bukan darah dagingku? Hatiku terus bertanya-tanya. Kuurungkan niatku untuk masuk, aku ingin mendengar jawaban pasti dari Maura."Ayah, maafkan aku. Aku juga tidak tahu siapa ayah dari bayiku. Karena ... karena aku ...." Maura tak melanjutkan ucapannya."Karena apa Maura? Apa kau sudah berzina dengan lelaki itu sebelum kamu menikah dengan Putra?" Kini Ibu pun ikut berteriak pada putrinya."Ibu ... maafkan Maura. Maura salah." Kali in

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 1

    Di sinilah aku berada, duduk termenung di samping gundukan tanah merah yang masih basah. Bunga segar bertaburan di atasnya.Kupeluk nisan yang bertuliskan nama Mutiara. Tak ada lagi air mata yang keluar, namun rasa sakit ini masih saja terbenam dalam hatiku. Ini lebih perih dari saat aku mendengar tiga kali ketukan palu hakim yang secara sah memutus hubunganku dengan Mutiara. Aku telah kehilangan Mutiara untuk selamanya. Yang lebih membuatku terluka, adalah kenangannya yang masih saja membekas dalam ingatan."Putra, ayo kita pulang, Nak." Dapat kurasakan jemari ibu menyentuh lembut bahuku."Tidak, Bu. Biarkan aku di sini, Mutia harus tahu bahwa aku belum benar-benar siap untuk kehilangannya. Masih banyak kesalahan dan dosa yang belum aku tebus pada Mutia." Tanganku tak hentinya mengusap nisan Mutia."Terlambat Putra, ini benar-benar sudah terlambat. Biarkan saja semuanya seperti ini. Ibu yakin, dia telah memaafkanmu. Hatinya yang seluas samudra, tidak akan mampu menyimpan dendam unt

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 39 (END)

    Tanpa berpikir panjang, aku segera pergi dari ruang persalinan Maura. Tak kuhiraukan lagi teriakannya yang memanggil namaku. Karena saat ini, pikiranku hanya tertuju pada Mutia.Semoga Mutia dalam keadaan baik-baik saja.*********Hatiku sedikit lega, karena Maura sudah melahirkan dengan selamat. Beban pikiranku sedikit berkurang. Namun, belum juga sepenuhnya tenang, karena aku belum tahu apa yang terjadi pada Mutia saat ini.Terakhir, saat melihat kondisi Mutia yang memburuk pagi tadi, mau tak mau prasangka buruk menguasai hati dan pikiranku. Aku mengemudi dengan kecepatan sedang, ini sudah hampir sore, jalanan pun lumayan macet.Setelah perjalanan yang cukup panjang, aku akhirnya sampai di Panti Asuhan Pelita Bunda. Baru saja tiba, bahkan aku belum turun dari mobil, jantungku tiba-tiba berpacu dengan cepat. Hatiku benar-benar dipenuhi perasaan takut, takut kehilangan Mutiara sepenuhnya. Takut tak lagi bisa memandang teduh wajahnya yang mampu mengobati rasa rinduku akan hadirnya.Ak

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 38

    "Putra, bagaimana Maura?" Ayah langsung bertanya begitu aku keluar dari ruangan. Ibu pun langsung berdiri dan menatap ke arahku menanti jawaban."Belum, Yah. Masih pembukaan empat. Putra mau memberitahu Ayah dan Ibu dulu, karena tadi belum sempat." ********Aku menghubungi nomor telepon Bapak. Tak berselang lama , panggilan pun terhubung."Assalamu'akaikum, Pak."[Wa'alaikumsalam warohmatulloh.] Terdengar Bapak menjawab salam dengan suara sendu."Pak, maaf Putra baru sempat menghubungi. Sekarang Putra sedang di rumah sakit, Maura mau melahirkan. Baru pembukaan empat, kalau bisa Ibu dan Bapak datang kesini. Putra ingin kalian menyaksikan kelahiran cucu kalian." Dengan sedikit gugup aku menjelaskannya pada Bapak. Selain karena khawatir pada keadaan Maura yang sedang berjuang di ruang persalinan, juga pikiranku melayang pada kondisi Mutia, mantan istriku yang saat ini sedang di bawa ke rumah sakit oleh Aldiansyah. Mungkin saat ini mereka sudah sampai. Sungguh aku ingin tahu bagaimana ke

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 37

    Sudah hampir dua bulan aku terjebak dalam situasi seperti ini. Setiap seminggu sekali aku selalu menyempatkan waktu untuk melihat kondisi Mutia. Walau hanya mampu dari jauh, tapi itu sudah cukup mengobati kerinduanku. Meskipun terkadang aku tidak beruntung karena Mutia sedang tidak berada di luar.Sesekali aku akan membelikan sebuah hadiah kecil untuknya yang biasa aku titip kepada anak panti yang sedang bermain di dekat pagar. Tentu saja Mutia tidak akan tahu bahwa itu dariku.Seperti hari ini, aku datang membawa sebuah coklat untuk Mutia. Aku berharap bisa melihat wajahnya lagi hari ini. Sudah hampir setengah jam, tapi aku belum melihat dimana keberadaan Mutia. Namun, aku melihat beberapa orang anak yang terlihat begitu panik. Tidak lama kemudian terlihat Aldiansyah datang dengan tergesa-gesa memasuki panti, ada beberapa anak yang menangis juga. Entah apa yang sedang terjadi di dalam sana, tapi hal itu membuatku sangat khawatir terhadap kondisi Mutia.Atau jangan-jangan? Mutia? A

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 36

    "Thanks, udah mau datang," ucapku pada Aldiansyah yang saat ini tengah duduk di hadapanku. Kami bertemu di sebuah Cafe dekat rumah sakit tempat Aldiansyah praktek. Menyempatkan untuk bertemu di jam makan siang."Hmm, it's okay. Ada apa?" Tanpa basa basi Aldiansyah langsung bertanya."Emmh, ini ... perihal Mutia.""Aku sudah menduganya. Kenapa? Jangan lagi mengganggunya. Saat ini kehidupannya sudah lebih membaik." Nada bicaranya terkesan ketus. Aku tahu dia tidak menyukaiku, karena aku pun sempat merasakan hal itu pada dirinya. Akan tetapi saat ini, tak ada lagi alasanku membencinya, dia telah berjasa besar dalam kehidupan Mutia, mantan istriku yang posisinya sama sekali belum tergantikan di hatiku."Syukurlah, aku lega mendengarnya. Emmh, sebenarnya aku ingin bertemu Mutia. Bisakah kamu memberi tahu dimana dia berada saat ini. Aku sudah mencoba mencarinya, tapi nihil. Usahaku tidak membuahkan hasil." Aku berharap Aldiansyah mengabulkan keinginanku."Hhhh, untuk apa? Kedatanganmu hanya

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 35

    Rasanya permasalahan dalam hidupku tidak pernah selesai. Belum lama ini perceraianku dengan Mutia yang sangat berpengaruh dengan keadaanku sekarang, Maura yang tidak ingin melakukan pekerjaan apapun termasuk mengurusi semua kebutuhanku. Lalu pagi ini, aku di tegur oleh atasan, SP (Surat Peringatan) satu pun keluar. Pasalnya ini bukan pertama kalinya aku melakukan kesalahan di kantor. Aku memang sering datang terlambat karena bangun kesiangan, penampilanku yang lebih sering terlihat berantakan karena barang-barang keperluan untuk aku bekerja harus kusiapkan sendiri. Belum lagi pekerjaanku yang sering terbengkalai, karena lebih sering melamun memikirkan nasibku setelah perginya Mutia dari kehidupanku.Aku tidak pernah membayang nasib pernikahanku akan menjadi seperti ini. Jujur saja, aku sangat merindukan Mutia. Hingga aku memutuskan untuk mampir sebentar ke rumahnya.Tidak, aku tidak akan benar-benar singgah. Hanya lewat saja, lalu memandangi rumah yang penuh dengan kenangan manis itu

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 34

    POV MAURAAktifitasku setiap pagi, ya hanya duduk-duduk saja. Karena Mas Rakha selalu menyuruh Bi Jumi untuk datang ke rumah kami setiap dua hari sekali untuk beres-beres rumah. Aku sangat enggan melakukan kegiatan itu, karena hanya akan membuat jari dan kuku yang aku rawat jadi rusak. Biarkan saja, toh kalau Mas Putra risih dengan keadaan rumah yang berantakan dia akan mencari pembantu untukku. Dan perkiraanku terbukti benar, Bi Jumi lah yang selalu datang untuk membereskan rumah kami. Apalagi setelah dinyatakan hamil oleh dokter, rasanya aku hanya ingin bermalas-malasan saja. Tidur seharian di rumah tanpa melakukan apapun.Pagi ini setelah Mas Putra berangkat bekerja, seperti biasa aku duduk sambil menonton TV dan makan cemilan. Mas Putra selalu sarapan di kantor. Kalau aku gampang, tinggal pesen makanan delivery saja. Seperti hari ini, sambil menunggu bubur ayam yang sudah aku pesan datang, aku makan cemilan terlebih dahulu.Lalu sesaat kemudian terdengar suara ketukan pintu dari

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status