Aku bersujud di malam yang dingin, menggelar sajadah, saat semua orang masih berada di alam mimpi. Memohon ampunan kepada Allah atas dosa di masa lalu yang sudah kuperbuat. Aku tahu dosaku sangat besar, dosa yang hina, dan semua orang membenci itu. Namun, aku yakin Allah akan memberi ampunan pada hambanya yang bertaubat, betul?
Aku berdoa, semoga Allah mengampuni semua dosaku, dosa semua orang yang mengenalku, tak lupa memohon agar Allah menjauhkan kami dari pelet yang digunakan Tiara.
Mungkin semua orang akan berkomentar bahwa aku dan Tiara jahat! Benar, kami sama-sama jahat. Akibat ulah kami banyak dari mereka yang sakit hati.
Keluarga Tiara dan semua orang yang menganggap dia sempurna akan menghujatku tiada ampun. Menyebarkan aibku melalui media sosial, bahkan ada dari mereka yang memalingkan wajah saat bertemu denganku.
Beda lagi dengan Tiara, mertuaku lah saksi hidup berapa kejamnya Tiara saat masih menjadi menantu. Ibu pernah bercerita, Tiara tidak pernah membantunya mengerjakan rumah. Bahkan Tiara lebih sering makan di luar, daripada makan masakan Ibu.
Ah, aku selalu ingat cerita Mas Adnan, selama menjadi suami Tiara tidak pernah sekalipun ia membuatkan kopi untuk Mas Adnan. Pernah sekali ia membuatkan kopi, tetapi dengan kejamnya Tiara memasukkan (maaf) darah haid ke dalam kopi. Untung saja Mas Adnan tahu, jadi ia segera membuangnya.
“Aku cariin, ternyata di sini.” Ucapan Mas Adnan mengagetkanku, karena terlalu menghayati, sampai tidak menyadari kedatangan Mas Adnan.
Kuulas senyuman, ah lelakiku... Terlihat gagah dengan baju koko berwarna maroon, dan sarung berwarna hitam. Biasanya Mas Adnan yang menjadi imam sholat malamku.
“Sudah sholat?” tanya Mas Adnan mengecup pucuk kepalaku yang tertutup mukena.
“Sudah, maaf aku duluan. Abisnya Mas tidurnya nyenyak, gak enak mau bangunin. Kasihan.” Kutangkupkan kedua tanganku, dan memasang wajah memelas.
Mas Adnan tersenyum,” Gapapa, setelah sholat langsung tidur aja. Bisa ada waktu tidur sebelum subuh,” ucap Mas Adnan.
Kuanggukkan kepala dan tersenyum, Mas Adnan berlalu. Dia sholat di pojok kamar, agak jauh dari tempatku sholat tadi.
Ya, kami taubat bersama, masa lalu buruk kami, biarlah menjadi kenangan terburuk. Masa depan masih panjang, bertaubat sebelum kematian datang.
Aku melepaskan mukena lalu melipatnya, kulihat jam masih menunjukkan pukul 2 pagi, masih ada waktu untukku melanjutkan mimpi yang tertunda.
Sebelum tidur, aku mengecek pesan masuk dari ponselku. Beberapa dari teman-teman kuliahku dulu yang mengajak reuni, sayangnya aku tidak ingin bertemu mereka dulu sebelum sukses. Aku malu, kuliahku tidak lulus, dan sampai sekarang aku tidak mempunyai pencapaian apapun. Tidak seperti mereka yang bisa dibilang sudah sukses semua dengan karirnya masing-masing. Sungguh membuat iri, andaikan waktu dapat diputar lagi, pasti aku akan berpikir dua kali sebelum melakukan dosa.
Kuabaikan grup teman kuliah, setelah aku scroll ke bawah, ternyata ada pesan dari Tiara.. Ada apa gerangan mengirimkan pesan padaku?
[ Mbak, tolong beritahu ibu, besok aku akan mengajak Ibu jalan-jalan bersama Nando]
Oh iya, aku belum bercerita, Nando adalah anak Mas Adnan dan Tiara, karena Mas Adnan dianggap bermasalah, hak asuh Nando dimenangkan Tiara. Jarak umur Nando dan Mehra 1 tahun, dan sekarang Nando masih berumur 2,5 tahun.
Beberapa dari kalian pasti bertanya, mengapa Mas Adnan dan Tiara bisa menikah? Karena cinta? Jawabannya bukan! Mas Adnan terpaksa menikah karena diancam Tiara, bila Mas Adnan tidak mau menikahinya, ia akan bunuh diri. Memalukan bukan?
Kuabaikan pesan dari Tiara, akan kusampaikan nanti setelah Ibu bangun, apalagi yang akan ia lakukan pada Ibu kali ini? Nanti akan kuberitahu Mas Adnan, aku takut Ibu akan terkena pelet lagi. Kasihan jantung Ibu, kata Mas Adnan, semakin sering Ibu kena pelet, kinerja jantung Ibu akan melemah, mudah lelah, mudah terkejut.
Kubuka aplikasi membaca novel, mencari lanjutan cerita favoritku. Beberapa waktu yang lalu aku menemukan cerita menarik dari seorang author, yang berjudul ‘Suamiku Main Gila', beberapa waktu yang lalu aku menemukan cerita itu karena bosan. Awalnya kupikir cerita ini membosankan, ternyata tidak. Kalau tidak percaya, silakan cari dan baca. Pasti ketagihan menanti bab selanjutnya seperti aku. Hihi...
Ceklek
“Belum tidur, Dek?” Mas Adnan datang, dia mengganti baju koko nya dengan kaos berwarna putih, lalu merebahkan diri di sampingku. Wangi shampo menguar dari rambut Mas Adnan, segar sekali.
“Ini lagi baca cerbung favoritku.” Kutunjukkan ponsel pada Mas Adnan.
Mas Adnan mengangguk lalu memejamkan mata.
“Eh, Mas, tadi Tiara mengirim pesan mau ajak Ibu jalan-jalan sama Nando, gimana?” tanyaku dengan harap-harap cemas.
Mas Adnan membuka mata, lalu menatapku. “Beneran dia bilang gitu?” tanya Mas Adnan seolah tidak percaya. Ya, selama menjadi istri Mas Adnan, Tiara tidak pernah sekalipun bersikap baik pada Ibu, apalagi mengajaknya jalan-jalan. Mustahil! Tumben sekali Tiara melakukan itu. Pasti ada udang di balik batu.
“Iya benerlah, ini chat dari Tiara.” Kusodorkan ponselku pada Mas Adnan. Kulihat ia mengernyitkan dahinya.
Mas Adnan membuang nafas kasar, lalu berkata,” Biarin Ibu jalan-jalan bareng dia, kita lihat nanti apa yang terjadi.”
“Bener gapapa? Nanti kalau kena lagi gimana?” tanyaku was-was. Aku hanya kasihan dengan Ibu, itu saja.
“Iya. Udah aku mau tidur,” ucap Mas Adnan sambil mengembalikan ponselku, lalu ia kembali memejamkan mata.
Tak lama kemudian sudah terdengar suara nafas Mas Adnan yang teratur, tanda ia sudah tidur. Kuletakkan ponsel di nakas dan ikut memejamkan mata di pelukan Mas Adnan.
---
Masih pukul 10 pagi Tiara sudah datang bersama Nando. Penampilan Tiara sungguh anggun, ia memakai gamis berwarna peach dipadukan jilbab berwarna biru dongker, tidak ketinggalan tas jellymate berwarna biru. Make up yang ia pakai kali ini natural, sangat cantik. Sayang, hati Tiara tidak secantik wajahnya.
“Wah, cucuku sudah datang,” seru Ibu menyambut kedatangan Nando, beliau menciumi Nando seolah lama tidak bertemu.
Setelah menyalamiku dan Ibu, Tiara duduk di kursi tamu.
Pagi tadi, Ibu sudah kuberitahu bahwa Tiara mengajak beliau jalan-jalan bersama Nando. Walaupun berat, Ibu mengiyakan ajakan Tiara.
“Mau jalan-jalan kemana, Mbak?” tanyaku ramah, pura-pura tidak tahu apapun tentang pelet yang ia gunakan.
“Mau ke simpang empat, Mbak,” jawab Tiara tersenyum lebar.
Mencurigakan sekali dia, tapi aku bisa apa. Tidak mungkin aku melarangnya mengajak Ibu jalan-jalan, Tiara bisa curiga.
“Bentar ya, Sayang. Nenek mau siap-siap dulu,” ucap Ibu pada Nando yang sedang bermain bersama Mehra.
Tiara terlihat memainkan ponselnya sambil sesekali tersenyum, entah apa yang membuatnya terlihat bahagia. Sedangkan aku? Aku menunggui Nando dan Mehra bermain bersama. Aku takut Nando bermain kasar, karena mereka sama-sama masih kecil.
“Sudah punya pacar, Mbak?” tanyaku iseng ingin tahu.
Tiara berhenti tersenyum, matanya melirikku dengan tatapan yang menyeramkan. Sedikit takut aku dibuatnya.
“Mbak gak usah tanya, suamiku sudah Mbak ambil, masak sekarang mau ambil oacarku. Eh... “ Tiara menutup mulutnya, sepertinya ia keceplosan.
“Aku kan cuma tanya, kok senyum-senyum sendiri. Gak minat juga ambil pacarmu Mbak.” Jawabku cuek.
“Diem kamu!” teriaknya marah.
Segera kugendong Mehra pergi ke belakang, malas meladeni Tiara yang mudah emosi.
“Bu, nanti hati-hati,” pesanku pada Ibu saat melihat beliau sudah siap.
“Iya, Nduk. Kalau bukan karena Nando, Ibu juga gak akan mau,” Jawab Ibu membenarkan jilbab yang beliau pakai.
“Ibu, pakai parfum ini dulu ya?” Dari belakang aku mendengar suara Tiara berbicara dengan Ibu. Karena khawatir aku kembali ke depan.
Kulihat pandangan Ibu sedikit kosong. Tiara menatapku sinis, sambil memasukkan parfum ke dalam tas kecilnya.
Tiba-tiba...
apa yang terjadi?
Pukul 8 pagi, Jo sudah berada di kantornya, beberapa menit lagi ia harus meeting dengan klien penting. Ia berjalan cepat dari tempat parkir menuju ruangannya. Sesekali ia mengangguk saat berpapasan dengan karyawannya.CeklekJo mengernyitkan dahi saat melihat ada sebuah kotak yang berukuran sedang di atas mejanya. Ia menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam ruangannya, tidak ada siapa pun yang bisa ditanyai.Setelah menutup pintu, ia berjalan menuju meja kerjanya. Ia menatap kotak yang berwarna merah muda itu dengan teliti, mencari nama pengirim atau semacamnya. Sayangnya, tidak ada.“Siapa pengirimnya? Salah kirim atau bukan?” tanya Jo, berbicara sendiri.Jo membuka kotak itu perlahan, matanya melebar saat melihat isinya. Ia mengangkat dengan ujung jarinya, seolah jijik. Sebuah celana dalam dan bra dengan renda di setiap tepi.‘Siapa orang g*la yang mengirimkan benda menjijikkan ini?’ batin Jo kesal.Tanpa sengaja ekor matanya melihat sebuah kertas yang terselip di antara bra berwar
[Mbak, ini foto yang mbak Tiara minta.]Pesan masuk dari bu Keke, tetangga Adnan yang rumahnya persis di depan. Beliau mengirimkan setidaknya ada 10 foto Nando, saat ia bermain di halaman, bahkan foto saat makan di suapi Bu Rini, ibu Adnan.“Ya Allah, cerdas sekali bu Keke, bisa mendapatkan foto di dalam rumah.”Mata Tiara terbelalak saat melihat salah satu foto Nando yang makan hanya dengan nasi putih, Tiara yakin itu hanya nasi yang ditaburi garam. Tiara ingat sekali, saat Adnan tidak punya uang, ia lebih memilih makan dengan garam saja.“Aku harus kirim foto ini agar segera di proses di pengadilan.” Tiara segera mengirimkan semua foto itu pada Jo yang saat ini masih berada di kantor.Tiara yakin, kemarin Jo sudah menghubungi pak Dewa untuk menggugat hak asuh Nando ke pengadilan.Memang salah Tiara, dulu mengizinkan Nando di asuh oleh Adnan, saat itu Tiara belum bisa berpikir jernih, belum berkomitmen dengan Jo. Jadi ia masih bingung dengan keadaan dirinya sendiri.Tok tok tok“Ma,
“Pa, tolong buatkan susu untuk Reihan.” Tiara sedang memandikan Reihan, buah cintanya bersama Jo.“Kan masih mandi?” protes Jo.“Iya, setelah mandi biar langsung minum susu, Pa. Udah gih, cepetan bikinin.”“Iya iya,” jawab Jo sambil beranjak keluar dari kamar mandi. Karena Tiara sudah menyiapkan air, botol, dan susu di atas meja, mudah saja Jo meraciknya.Tiara mengangkat Reihan ke atas ranjang, lalu mengeringkan tubuhnya menggunakan handuk. Lalu mengoleskan minyak telon, bedak, dan memakaikan baju. Bayi berumur 7 bulan itu terus menggerakkan kaki dan tangannya senang, sesekali menyunggingkan senyum.“Lucu sekali anak mama, udah ganteng sekarang.” Tiara menyemprotkan sedikit parfum pada baju Reihan setelah mengoleskan minyak rambut.Tiara bersyukur, Allah memberikan banyak berkah di dalam hidupnya. Menghadirkan Jo sebelum terlambat, memberikan kenikmatan hidup selama ini.Reihan hadir membawa suasana baru di rumah Jo, setelah ada Reihan, Jo lebih sering menghabiskan waktunya di rumah
“Kamu jahat, Mas. Kamu apakan dia?” teriak Mila sambil terisak.Mila segera berlari menghampiri Erga yang sudah terkapar tidak berdaya di teras. Ia menyangga kepala Erga dengan tangannya.“Kamu jahat sekali, apa salah dia? Kenapa kamu hajar sampai seperti ini?” teriak Mila histeris. Bukan seperti ini keinginan Mila, ia tidak suka Adnan berbuat kasar dan main hakim sendiri.“Bela terus selingkuhanmu itu! Kalau perlu sekalian saja kamu keluar dari rumah ini. Perempuan sepertimu tidak pantas diperjuangkan,” hardik Adnan, matanya memerah menahan emosi.Hati dan pikiran Adnan sudah dibutakan oleh nafsu dan gelap karena iri dan benci. Ia sudah pernah dikhianati, sekarang seseorang yang dulu ia perjuangkan mati-matian juga mengkhianati cintanya.“Jaga ucapanmu, Mas. Secara tidak langsung kamu sudah menalakku.”“Lebih baik berpisah saja, aku lelah terus dikhianati.”“Baiklah! Aku akan pergi dari sini.”Mila membantu Erga bangun, bibir dan hidungnya mengeluarkan darah segar bekas pukulan Adnan
“Mama... “ teriak Nando berlari dan menghamburkan peluk ke arah Tiara.Jo mengernyit melihat Nando begitu dekat dengan Tiara, dan memanggilnya mama.“Siapa anak ini?” Tanya Jo pada Tiara.Nando sudah berada di gendongan Tiara, sambil mencium dan memeluk leher mamanya erat.Tiara tersenyum pada Jo, lalu berkata,” Ini anakku yang pernah aku ceritakan.”“Jadi, kamu... “ Jo menunjuk Tiara dan Adnan bergantian.“Iya, Mas. Dia mantan suamiku.” Mendengar itu, Jo mengangguk paham. Lalu mengambil alih gendongan Nando, ia tidak mau Tiara kelelahan karena saat ini sedang hamil.“Halo, jagoan. Nama kamu siapa?” Jo bertanya pada Nando dengan riang, seolah sudah pernah bertemu.“Nando,” jawab Nando singkat.“Aku gak nyangka, ternyata istri lo bekas gue,” celetuk Adnan sambil menyunggingkan sebelah bibirnya.Seketika Jo merasa panas, emosi sudah berada di ubun-ubun. Segera Tiara mengelus lengan suaminya, dan mencoba menenangkannya.Sang tuan rumah belum terlihat, sepertinya masih sibuk di belakang.
“Ah, kenalkan, ini Mila. Dia pacarku,” ucap Erga jumawa.Tiara mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Erga.‘Dasar perempuan gila, sudah mengambil suamiku, masih mencari laki-laki lain’ batin Tiara kesal.“Pacar kamu?” tanya Tiara tak percaya.Erga menganggukkan kepala mantap, sedangkan Mila melotot menatap Tiara.“Kamu udah cek status dia?” Tanya Tiara tak peduli Mila yang terus melotot padanya. Ia harus menyelamatkan Erga dari jerat Mila, seingat Tiara Erga sekarang sedang berada di puncak kejayaannya. Bisa jadi Mila hanya memanfaatkan Erga. Setidaknya itu yang ada di pikiran Tiara sekarang.“Maksud kamu?” tanya Erga bingung mendengar pertanyaan Tiara.“Iya, coba tanya dia yang lebih paham. Dan juga, sekedar saran, jangan gampang percaya dengan ucapan orang, coba kamu cek siapa perempuan itu sebenarnya.” Setelah mengucapkan itu, Tiara menerima uang kembalian dadi kasir. “Aku duluan ya,” pamit Tiara cuek.Entah setelah ini Mila tetap berhubungan dengan Erga atau tidak buka