Keesokkan
paginya, Rena bangun kesiangan dan Jeff sudah berangkat ke kantor. Dia menatap suasana kamar yang tak ada tanda-tanda jika semalam Jeff tidur seranjang dengannya. Rena menghela nafas kecewa karena tersadar jika hubungan mereka sudah berakhir. Senyum kecut terukir di wajah Rena kini."Mana mungkin Kak Jeff mau tidur seranjang dengan wanita kotor sepertiku," gumam Rena pelan dengan wajah sulit diartikan. Kembali Rena terdiam. Dia mengangkat tangan kiri dan mendaratkannya pada ujung bibir yang terdapat lebam karena tamparan Anin kemarin.
"Akh!" rintih Rena karena luka iti masih terasa sakit dan seketika matanya melotot karena menyadari sesuatu.
Di kantor, Jeff tengah berdiri dekat jendela besar dengan tangan kanan berada di saku celana. Jas mahal yang membalut tubuhnya dia lelaskan dan berada di kursi. Jam tangan mahal melingkar di tangan kirinya dan nampak cocok juga serasi. Mata tajamnya tengah memandang suasana luar di mana jajaran gedung pencakar langit berdiri kokoh di bawah langit yang sedikit mendung dengan tiupan angin dan terasa dingin seperti akan segera turun hujan. Tak berapa lama, terdengar suara ketukan pada pintu, tapi Jeff tak berpaling dari pandangannya kini seolah tak terganggu sedikit pun. Seorang pria berjalan santai menghampiri dan berhenti tepat dua langkah di belakangnya."Aku sudah menghubungi Ibra untuk datang ke sini setelah jam makan siang dan menceritakan sedikit tentang situasi yang tengah terjadi," kata Ferry selaku wakil CEO dan sahabat baik Jeff.
Di sebuah kamar, seorang wanita tengah bergerak erotis di atas tubuh seorang pria. Suara erangan dan desahan terus terdengan di kamar itu sejak setengah jam lalu. Udara panas di luar kamar karena teriknya mentari kalah panas dari panasnya suasana kamar akibat ulah sepasang anak manusia yang tengah bermandi keringat di ranjang dan tak perduli jika melakukannya di siang hari.Desah wanita itu terdengar dengan tangan yang dia letakkan di dada bidang si pria bersamaan pinggulnya yang terus bergerak di atas daerah pangkal paha si pria. Erang pria itu pun terdengar dengan mata terpejam dan wajah yang memerah. Wanita itu mendongak merasakan nikmat yang dihasilkan oleh gerakannya dan semakin meracau bersama pinggulnya yang kian cepat. Melihat wanita itu kian mendesah, tubuhnya menegang bersama klimaks yang dia capai.&
Gedung tinggi itu amat besar dan mewah. Sistem keamanan juga serba modern. Setelah bertanya pada satpam di pos, Alex dan Bebek akhirnya diarahkan untuk masuk ke dalam dan bisa menanyakan langsung ke bagian resepsionis. Butuh 10 menit bagi keduanya menuju parkiran dan melangkah mengikuti arahan satpam tadi menuju lobi."Widih, lobinya keren bat! Itu LED bisa buat mabar bokep, Lex!" cicit Bebek cabul dan membuat Alex refleks menempeleng kepalanya."Jaga mulut, kancut! Cocot lo gede banget!" kesal Alex menatap Bebek kaget dengan cuitannya yang asal jeplak."Oh, iya. Gue lupa, hehehe …," balas Bebek cengengesan.Keduan
Rena bergeming. Dada dan telinganya terasa sakit mendengar tuntutan baru dari Tanaya barusan yang begitu mudah terucap dari mulut kejamnya. Rena menelan ludah kasar dan menoleh pada Tanaya yang masih berdiri dengan angkuhnya."Siapa yang kaumaksud untuk pergi?" kata Rena berlagak tak mengerti akan ucapan Tanaya.Wajah itu terlihat sinis menatap pada Rena yang masih duduk dengan tenangnya dan mendongak. Tanaya meng
Imel menatap Jeff yang terlihat santai menanggapi ocehan asal Ferry. Sedangkan Ibra hanya menatap saksama Imel karena masih berdiri di hadapan mereka yang duduk berhadapan."Jika mereka mengajukan proposal untuk magang, terima saja dan katakan pada bagian HRD jika aku sudah mengizinkan," kata Jeff menyimpulkan sendiri niat kedatangan dua remaja yang ingin bertemu dengannya.Imel diam mendengarkan ucapan Jeff tanpa
Maida tengah berada di dapur untuk menyiapkan makan siang Evran. Sejak mengalami lumpuh, dia hanya makan bubur yang dibuatkan oleh Maida. Evran tak pernah diajak ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya, melainkan seorang dokter yang akan datang dan sengaja diperintahkan Tanaya memeriksa di rumah serta memberikan obat secukupnya. Di tengah kegiatannya memasak bubur, mata Maida menatap ke arah luar jendela yang ada di dapur. Dia teringat akan Alex yang telah dia berikan secarik kertas berisi keadaan di rumah yang dia tinggali kini. Maida menarik nafas panjang di sela pikirannya yang berkecamuk."Semoga ka
Alex dan bebek masih setia menunggu di lobby perusahaan. Terlihat Bebek yang sudah duduk dengan gelisah serta dengan posisi tak sopan berbaring di atas sofa. Sedangkan Alex, tentu tak jauh berbeda dengan Bebek, tapi dia terlihat lebih tenang dibandingkan Bebek."Lex, lama banget, sih! Aku bosan, nih, sudah jamuran dianggurin macam kolor si Bajil nyemplung di selokan. Apa kita pulang saja, ya? Jangan-jangan Kak Jeff tak mau bertemu dengan kita!" seru Bebek yang sudah berburuk sangka.
Jeff bergeming. Dia menatap secarik kertas yang disodorkan oleh Alex ke arahnya dan dia tidak langsung meraih kertas itu, tapi justru menatapnya dengan alis terangkat sebelah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ferry dan Ibra. Ketiganya beradu pandang? Ya, ketiga pria itu merasa aneh dengan apa yang diberikan oleh Alex dan berupa secarik kertas. Jeff menarik nafas dalam dan panjang sebelum akhirnya dia menerima kertas itu dari tangan Alex. Setenlah Jeff mengambil kertas itu, Alex pun menoleh pada Bebek yang duduk disampingnya. Jujur, hati Alex sedikit cemas dan terlintas kekhawatiran jika isi dari kertas itu akan membuat prasangka buruk yang justru muncul di hati Jeff. Ya, Alex khwatir, jika Jeff tidak mempercayainya dan menganggapnya berbohong.