STATUS WA ADIK IPARKUPoV VIRA"Lihat anak yang kau manjakan selama ini, Pa. Tingkahnya sudah seperti Puteri saja. Mobilnya itu masih baru, belum ada dua bulan dan dia minta ganti lagi!"…"Pa! Dengar Mama dong kalau lagi ngomong!""Ya sudahlah, Ma. Jual mobilnya, tambah pakai uang Mama, belikan yang baru. Nanti Papa ganti."Kudengar kemudian Mama mendecak kesal."Reno saja tak pernah seperti itu. Padahal dia anak kita satu-satunya."Aku terkejut, langsung menekap dada yang terasa berdetak kencang."Sstt… pelankan suaramu, Ma. Bagaimana kalau Vira dengar? Dia akan sedih.""Ahh, mungkin memang sudah waktunya dia tahu. Dia sudah besar. Toh Papa tetap tak bisa menjadi wali nikahnya kelak.""Ma?""Sudahlah, Pa. Aku lagi kesal. Memang salah Mama mungut anak pelacur!"Terasa langit runtuh di atas kepalaku. Aku gemetar, nyaris jatuh karena tubuhku tiba-tiba saja limbung. Dunia terasa berputar dan seakan telah bersiap menimpaku. Apa kata Mama tadi? Aku bukan anak kandung mereka? Aku anak sia
Namamu sekarang Tania. Ingat baik-baik kalau Vira sudah mati.""Dimana anakku?" Untuk pertama kalinya aku membuka mulut. Wanita itu tersenyum. Sudut sudut bibirnya tertarik ke samping, menciptakan lengkung yang mengerikan."Bayi itu hanya akan membuatmu susah. Lagi pula, apa ayahnya menginginkannya?"Bima. Aku menggigit bibir. Lelaki yang telah menghamiliku itu telah kabur ke luar negeri. Sementara lelaki yang menikahiku karena uang sogokan dari Papa, langsung kabur pula saat tahu aku masuk penjara. Dua lelaki pengecut."Tania, kau akan menjalani hidupmu yang baru disini. Apapun yang kau inginkan, aku akan memberi, termasuk, jika kau ingin membalaskan dendammu pada orang-orang yang telah membuatmu seperti ini."Aku terbelalak. Kami bertatapan sekian lama, dan saat itulah wajah-wajah mereka melintas. Riris, Mbak Andin, Bima… dan Mas Reno. Maka kuputuskan menikmati saja menjadi anaknya, meski tak sedikitpun getaran itu kurasa. Kami tinggal di rumah mewah berlantai dua, hanya ditemani s
STATUS WA ADIK IPARKU 42Aku menekan gas secepat mungkin, melesat meninggalkan tempat itu. Dadaku berdegup kencang, dan suara Bang Reno memanggil namaku tadi, seakan terus menggema di telinga. Setelah cukup jauh, aku menghentikan mobil di bawah sebuah pohon akasia. Nafasku terengah-engah. Mami benar, seharusnya aku tak kemana-mana dengan wajah ini. Wajahku terlalu mudah dikenali bagi orang-orang yang pernah dekat denganku.Tapi, operasi plastik berikut proses pemulihannya, membutuhkan waktu lama. Aku rasanya tak sabar lagi melihat mereka berpisah. Ya. Aku akan membuat mereka berpisah. Jika aku tak bisa memiliki Bang Reni, maka tak seorangpun boleh memilikinya. Dan jika mereka begitu sulit dipisahkan, mungkin, malaikat maut lah yang bisa melakukannya.Aku mengemudi kembali pulang ke rumah. Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Menurut gosip para pembantu, Mami punya dia anak tiri dari almarhum suaminya. Kedua anak itu kini ada di luar negeri. Entah, sesungguhnya aku tak
PoV ANDINSetelah isya, rumah kembali sepi. Kami tinggal bertiga saja setelah seharian ini semua keluarga berkumpul. Mama dan Ibu, juga kadang Nayla dan Radit yang semakin dekat. Jangan lupakan Kayla yang begitu bahagia karena punya adik baru. Mereka datang untuk membantuku, memasak, membersihkan rumah dan menjaga Aksa. Aku istirahat seharian, bangun hanya jika Aksa lapar. Namun, lama kelamaan, aku merasa bahwa ini semua tidak benar. Mereka terlalu memanjakanku. Aku takut jika pada akhirnya aku akan terlalu terbiasa bergantung pada orang lain."Mas, besok bilang Mama, kalau lelah nggak usah setiap hari datang. Aku sudah kuat kok, Mas. Sudah bisa masak dan beres-beres."Aku menimang Aksa yang tengah asyik memainkan bibirnya sendiri, seolah olah masih menyusu. Tapi lalu aku tersadar saat tak ada suara yang menjawab kata-kataku. Aku menoleh dan mendapati Mas Reno tengah melamun sambil menatap layar ponselnya."Mas…""Eh, apa?"Dia terkejut, menandakan bahwa dirinya tadi tak menyimak kata
STATUS WA IPARKU 43Aku menyaksikan api berkobar-kobar melahap bangunan dan isinya dengan ganas. Asam yang hitam pekat membumbung tinggi, bergabung dengan awan yang mendung. Seperti itulah hatiku ini. Rasanya ingin menangis, ingin menjerit dan berteriak. Tapi sekuat tenaga aku menahannya. Aku masih bersyukur kebakaran terjadi di pagi yang masih sangat dini, tak ada karyawan disana. Dan juga, pihak pemadam kebakaran yang bekerja dengan cepat hingga api tidak merembet ke bangunan di sebelahnya."Andin."Mas Reno merengkuh bahuku. Kami berdiri dari jauh, menyaksikan api perlahan mengecil. "Aku membangunnya bersama Lila, menabung dari gajiku dan sebagian ditambahi Ayah dan juga Papanya Lila. Pernah nyaris bangkrut, hingga akhirnya aku bisa membangunnya lagi. Sendirian."Suaraku bergetar menahan tangis. Sementara Mas Reno tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya mengusap-usap bahuku. Di depan, api perlahan padam, menyisakan asap hitam pekat. Sebentar lagi, aku akan menghadapi berbagai pertany
Kau bilang waktu itu bahwa kau tak mengenalnya, Ndin.""Zi. Dia ibu kandung Vira. Dia yang membawa jenazah Vira. Aku curiga dia memalsukan kematian Vira. Vira masih hidup!"Di seberang sana, kudengar suara Zi mendesah. Aku tahu dia tak suka mendengarku seperti ini karena akan membuatku berada dalam bahaya. Tapi sungguh aku tak bisa diam saja. Jika Vira masih hidup, maka kemungkinan besar aku tahu siapa yang bertanggung jawab membakar butikku. 'Nikmati saja hidupmu saat ini, kebahagiaan yang kau miliki saat ini. Tunggulah, aku akan membuat kejutan untukmu.'Kata-kata Vira saat aku menemuinya di tahanan waktu itu kembali terngiang. Inikah kejutan yang dia maksud? Atau… ini hanya peringatan dan dia telah menyiapkan kejutan yang lebih besar lagi?"Zi, tolong cari alamat Nyonya Arlene. Ini pasti bukan hal sulit untukmu.""Memang, tapi akan menyulitkan hidupmu. Biar aku bicara dengan Reno. Kau baru saja melahirkan.""Sudah lewat seminggu, Zi. Aku sudah sembuh.""Keras kepala."Aku meringis
STATUS WA ADIK IPARKU 44Rumah itu megah sekali, besar dan sangat mewah. Pagarnya saja sepertinya cukup untuk membangun satu rumah sederhana, belum lagi pilar-pilarnya yang tinggi. Jarak antara pagar dan teras cukup jauh sehingga aku tak dapat melihat pintu berukir yang pasti sama mahalnya. Halamannya ditanami rumput Jepang, dengan bunga-bunga yang tak semuanya tumbuh di Indonesia. Dan di sudut halaman, ada kandang berisi burung-burung yang cantik. Begitu mobil kami berhenti di depan pos satpam, seorang lelaki berseragam coklat langsung berlari menghampiri. Dia berdiri di balik pagar mewah itu, menatap dengan curiga. Tubuh tegap dan rambut cepak membuatku menduga bahwa mungkin dia mantan tentara. "Cari siapa?""Apa benar ini rumah Nyonya Arlene?"Lelaki itu menatap Mas Reno cukup lama."Benar. Ada keperluan apa dengan Nyonya?""Kami ingin bertemu putri Nyonya yang baru datang dari luar negeri. Namanya Vira."Wajah itu langsung berubah. Jika dia tadi tampak curiga, kini dia menampilka
Dia lantas menunjuk makam di sebelahnya."Di dalam sini, bayiku terkubur. Aku harus menjadi orang lain gara-gara kalian!""Kau memanipulasi kematianmu. Itu sebuah kejahatan."Vira tersenyum culas. "Itu bukan urusan kalian.""Jelas jadi urusanku karena kau pasti tahu sebabnya sampai butikku terbakar."Gadis itu menelan ludah. Dia mundur hingga kakinya menabrak nisan. Ternyata dia hanya bisa mengubah wajahnya, tapi tidak cara berpikirnya yang ceroboh itu. Mas Reno menatap adik angkatnya itu dengah pandangan sedih."Ayo ikut, kau harus bertanggungjawab atas perbuatanmu."Lalu tiba-tiba, kurasakan benda dingin menempel di kepalaku. Disertai sebuah suara berat."Tidak ada yang boleh membawa Nona Tania pergi."…"Kalian salah. Semua pelaku kejahatan harus berakhir di penjara."Seperti adegan film, dimana kami semua adalah pemerannya. Aku berbalik begitu mendengar suara Zi. Kini di hadapanku, tampak seorang lelaki, mengangkat tangannya setelah menjatuhkan pisaunya ke tanah. Sementara di bel