Share

SUAMIKU BUKAN SUAMIMU
SUAMIKU BUKAN SUAMIMU
Author: Siska_ayu

Bab 1

Author: Siska_ayu
last update Last Updated: 2022-11-03 10:46:47

"Bun, itu ayah. Itu ayah!" Aku yang sedang menemani Ilham bermain di sebuah mall, langsung terperanjat mendengar celotehan riang Ilham dengan tangan yang menunjuk ke sebuah wahana permainan. Suara anakku itu terdengar begitu antusias saat menunjuk ke sosok lelaki yang berdiri tak jauh dariku dan Ilham. Aku men4jamkan penglihatan. Ingin meyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang dilihat Ilham itu adalah ayahnya yang juga suamiku. Benar saja, setelah menelisik hanya dalam beberapa detik, aku bisa memastikan bahwa itu adalah Mas Hilman, suamiku. Terlihat dari baju yang dikenakannya saat berangkat pagi tadi.

Tapi tunggu. Siapa wanita yang berdiri di sebelahnya? Mereka berdua terlihat begitu akrab dan sesekali saling melemp4r senyum. Tiba-tiba saja, seorang anak perempuan yang usianya tak jauh beda dengan Ilham, menghampiri Mas Hilman dan memeluk kakinya sambil tersenyum riang. Nampak sekali anak perempuan berambut panjang itu sudah cukup dekat dengan Mas Hilman. Siapa sebenarnya wanita dan anak kecil itu? Aku tak bisa dengan jelas menangkap wajahnya karena terhalang beberapa orang yang hilir mudik di sekitar mereka.

Tiba-tiba saja aku mengingat peristiwa tadi pagi. Di mana hari ini Mas Hilman berjanji untuk mengajakku dan Ilham berenang ke sebuah water boom yang baru saja buka. Kesibukan Mas Hilman karena pekerjaannya, membuat ia kesulitan mencari waktu sekedar untuk menemaniku dan anaknya untuk sekedar jalan-jalan di hari minggu.

"Sayang, maafkan Mas, ya. Sepertinya rencana kita liburan hari ini harus ditunda lagi," ucap Mas Hilman saat aku tengah menyiapkan sarapan.

Aku langsung menengadah dan menatap matanya. "Lho, kenapa, Mas? Kasian Ilham. Dia udah nungguin hari ini dengan antusias." Aku berusaha proses atas tertundanya liburan yang sekian kalinya.

"Barusan Mas dapat telepon. Mas diminta untuk datang ke swalayan. Ada hal yang penting yang tak bisa ditunda," jawabnya dengan raut wajah yang tak biasa.

"Tak bisakah Mas meluangkan waktu sehari ini saja? Minggu kemarin Mas ke luar kota. Minggu yang lalu pun tiba-tiba Mas ada keperluan. Padahal minggu ini Mas sudah janji mau menemani Ilham." Aku bertutur dengan wajah memelas. Meminta sedikit saja waktunya di hari yang seharusnya libur ini.

"Mas minta maaf, Dek. Tapi Mas kerja juga kan buat kamu sama Ilham. Gak enak kalau Mas menolak," sahutnya.

Aku hanya bisa menghela napas pelan. Jika sudah seperti ini, dibujuk seperti apapun, dia tak akan mungkin mengurungkan pekerjaannya. Rasa kecewa membuat dadaku kian sesak. Terlintas bayangan senyum ceria Ilham sebelum tidur semalam. "Malam ini Ilham mau cepat-cepat bobo. Kan besok kita mau berenang sama ayah," tuturnya sembari membaringkan badannya di atas kasur bermotif robot tersebut. Kedua sudut b1birnya masih melengkungkan senyuman kebahagiaan sampai matanya benar-benar terpejam.

Tak bisa kubayangkan wajah sedih dan kecewa Ilham saat mengetahui kalau ayahnya kembali mengingkari janji untuk membawanya berenang dan menemaninya liburan akhir pekan.

Benar saja, saat bangun tidur, hal yang pertama kali ditanyakan Ilham adalah keberadaan ayahnya. Hatiku tiba-tiba gerimis melihat mata Ilham yang berbinar saat menanyakan ayahnya itu. Aku pun berjongkok untuk mensejahterakan wajahku dengan anak berusia empat tahun tersebut.

"Sayang, maafin ayah, ya. Ayah ada pekerjaan. Dia terpaksa harus berangkat pagi-pagi." Aku membingkai kedua pipi Ilham dengan tanganku sambil menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Namun, kilatan kesedihan langsung terpancar dari kedua netra hitamnya. Bahkan kaca-kaca langsung terlihat jelas di manik matanya.

"Ilham gak jadi berenang lagi ya, Bun?" tanyanya dengan lesu. Kepalanya menunduk seolah menyembunyikan kesedihan yang mendalam.

"Gimana kalau kita jalan-jalan berdua ke m4ll? Nanti Ilham bisa bermain di arena bermain anak. Sambil beli es krim. Mau?" Aku memberikan penawaran sebagai pengobat hatinya. Berusaha menampilkan wajah seceria mungkin.

"Gak sama ayah ya, Bun?" Ilham kembali bertanya.

"Kalau pekerjaan ayah sudah selesai, nanti Bunda minta ayah nyusul. Gimana?" Aku bertutur seceria mungkin meski aku tak yakin Mas Hilman akan menyusul kami.

"Hore ...!" Ilham berjingkrak kegirangan. "Mau, Bun. Mau!" lanjutnya antusias.

Sebelum berangkat ke mall, aku sempat menelepon Mas Hilman dengan maksud ingin memintanya menyusulku dan Ilham. Namun, panggilan teleponku justru ditolak dan sesaat kemudian sebuah pesan masuk layar ponselku.

[Aku lagi sibuk. Nanti aku hubungi lagi] pesannya. Aku hanya bisa menghela napas berat setelah membacanya, kemudian memasukkan kembali gawai milikku ke dalam tas.

Tak dinyana, kepergianku dan Ilham ke m4ll, justru mempertemukan aku dengan Mas Hilman yang pamit untuk bekerja pagi tadi.

"Bun, Bunda! Ayo kita samperin ayah!" Tiba-tiba saja Ilham menar1k tanganku. Membuat lamunanku tentang peristiwa tadi pagi hilang dari ingatan.

Kakiku melangkah pelan mengikuti kaki mungil Ilham yang berjalan hendak menghampiri Mas Hilman. Ilham nampak antusias. Terlihat dari larinya yang semakin kencang. Semakin dekat, jantungku justru terasa semakin berlompatan. Dadaku naik turun menahan emosi yang tiba-tiba meletup dalam hati. Apalagi saat melihat tangan wanita yang ada di sampingnya itu mendarat cantik di pundak Mas Hilman. Hingga akhirnya, aku dan Ilham tiba tepat di belakang Mas Hilman berdiri.

"Ayah ...!" Ilham langsung menghambur memeluk ayahnya itu. Sementara aku masih berdiri di belakang sembari berusaha mengatur debaran jantungku yang semakin tak beraturan.

"Loh, Ilham," tuturnya sambil menunduk menatap anak laki-lakinya tersebut. Nada terkejut begitu terdengar jelas dari suaranya. "Sama siapa, Nak?" lanjutnya sembari mengedarkan pandangan. Dan saat ia berbalik, aku bisa menangkap raut wajah terkejut bercampur grogi saat ia melihat keberadaanku.

"Za-Zara," tuturnya tergagap. Bahkan tangan wanita yang masih bertengger di pundaknya ia turunkan dengan kas4r.

Mata wanita yang berdiri di sampingnya pun membulat sempurna menatapku. Seolah melihat hantu di siang bolong. Ya, sekarang aku mengenali wanita itu. Dia adalah Mbak Anita. Sahabat suamiku. Tapi setahuku, Mbak Anita tinggal di luar kota. Entah kenapa sekarang dia bisa ada di sini. Apa mungkin mereka sudah janjian sebelumnya? Hingga Mas Hilman berani membohongiku demi bertemu dengan wanita yang selalu diutamakannya itu.

"Sedang apa di sini, Mas?" tanyaku setenang mungkin. Meski dadaku terasa bergemuruh dan hampir meled4k.

"Mas lagi ... lagi—." Mas Hilman nampak kebingungan mencari alasan. Hingga ia tak bisa melanjutkan perkataannya. Matanya bahkan tak berani menatapku.

"Oh, jadi ini yang Mas bilang ada pekerjaan penting!" Aku menatap mata Mas Hilman taj4m. Suaraku bergetar menahan gejolak emosi yang menggelegak dalam dada. Pun rasa sakit yang begitu menggerogoti hati yang tak bisa kutahan lagi.

"Kamu jangan salah paham, Sayang. Mas juga belum lama di sini." Mas Hilman mencoba memegang tanganku, namun aku langsung menepisnya.

"Bener kata Mas Hilman, Ra. Dia belum lama datang ke sini. Tadi aku menelponnya dan memintanya untuk menemaniku dan Nisya jalan-jalan. Maklum, aku baru pindah lagi ke sini. Jadi, masih agak risih kalau bepergian sendirian." Mbak Anita ikut menjelaskan, padahal, aku sama sekali tak bertanya padanya. Dia bahkan masih bisa tersenyum meski tipis. Sama sekali tak menunjukkan raut wajah bersalah apalagi meminta maaf padaku yang notabene adalah istri Mas Hilman.

"Oh, jadi Mas Hilman bisa meluangkan waktunya untuk menemanimu dan anakmu jalan-jalan? Sedangkan untukku dan anaknya sendiri gak punya waktu. Padahal, Mas Hilman itu suamiku, bukan suamimu!" Aku berkata dengan nada sin1s. Tak dapat lagi kutahan s4yatan demi s4yatan yang membuat hatiku seakan berd4rah-d4rah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Meyke Sartika
up dong thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 63b

    Aku menoleh. Lalu mengerlingkan mata ke arahnya. "Coba lihat jam dinding. Sudah hampir pukul enam, Sayang. Mau pas lagi tanggung tiba-tiba ada yang gedor pintu?" Hanan pun langsung tertawa ngakak mendengarnya. Hari ini, kami minta ijin pada kedua orang tuaku untuk pindah ke toko kelontongan. Dengan senang hati, ibu bapak mengijinkan. Melihat Fara, aku semakin yakin untuk pindah dari rumah ini. Karena bukan tidak mungkin, jika aku dan Hanan tetap tinggal di sini, Fara akan tersakiti melihat kemesraan kami. Menjelang siang, aku dan Hanan berangkat ke toko tanpa membawa banyak barang. Hanya baju-baju milikku, Ilham dan Hanan yang dibawa. Karena menurut Hanan, di sana sudah ada barang-barang rumah tangga yang cukup komplit. Sampai di sana, keadaan toko masih tutup karena Hanan memang sengaja libur dari kemarin. Tokonya lumayan besar. Apalagi lokasinya tepat di jalan utama dekat dengan pasar induk. "Yuk, masuk!" ajaknya padaku dan Ilham saat kami turun dari mobil. Kami pun memasuki

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 63a

    "Bangun, Sayang. Mandi dulu." Hanan berbisik tepat di telingaku. Dia juga mengecup keningku lembut saat mata ini masih tertutup. Sejujurnya, aku sudah terbangun saat merasakan pergerakan ia yang turun dari ranjang. Hanya saja, aku ingin mengetahui bagaimana caranya dia membangunkan aku setelah apa yang terjadi semalam. Ternyata semanis ini. Aku pura-pura masih terlelap dan tak menanggapinya. Berkali-kali dia mencium pipi dan keningku bergantian. Andai aku tak menahannya, sudah dipastikan aku akan tersenyum tanpa henti karena sikap romantisnya. "Sayang ... bangun! Atau ... aku perlu mengulang apa yang sudah kita lakukan semalam?" Mendengar penuturannya, mataku langsung terbuka lebar. Lekas aku beringsut dan duduk sambil menatapnya. Hanan yang duduk di pinggir ranjang langsung tertawa kecil melihat reaksiku. "Bercanda. Sebentar lagi juga subuh," tukasnya dengan sisa tawa di bibirnya. Aku pun langsung mengerucutkan bibir sambil turun dari ranjang. "Air panasnya sudah aku tuang ke da

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 62b

    Kami duduk saling berhadapan sambil menunggu pesanan tiba. Tidak dipungkiri, ada rasa grogi saat kembali bertemu dengannya. Apalagi saat dia terus menatapku tanpa berkedip. Rasanya pipiku sudah memerah dan memanas. "Kamu kenapa ngeliatin gitu?" tanyaku salah tingkah. Dia malah menyangga dagunya dengan tangan tanpa mengalihkan pandangan dariku. "Sebulan loh, Ra, kita gak ketemu. Aku kan udah bilang berkali-kali kalau aku kangen banget sama kamu. Apalagi, makin hari kamu makin cantik. Bagaimana mungkin aku bisa melewatkan kesempatan sebagus ini.""Ish ... udah pintar ngegombal ternyata." Aku sedikit mendelik sambil tersipu malu. "Bukan menggombal. Tapi ini kenyataan," timpalnya. "Oh, iya. Besok aku ke rumah kamu buat lamaran. Kamu juga libur, kan?" tanyanya. Aku mengangguk. Mendengar kata lamaran, jantungku kembali berlompatan. Aku serasa melayang di langit paling tinggi saking bahagianya. Hingga akhirnya pesanan bakso sampai dan kami menikmati bakso itu sambil berbincang ringan. M

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 62a

    Aku menangis. Meremas seprai kuat-kuat untuk menyalurkan rasa sakit yang tak tertahankan. Tiba-tiba saja aku merasa tubuhku diguncang seseorang. "Ra, bangun! Kamu kenapa?" Aku membuka mata. Memperhatikan sekeliling. Hanya ada ibu yang berdiri di pinggir ranjang dengan tatapan heran. "Kamu kenapa nangis nangis jam segini?" Ibu mengulang pertanyaannya. Aku melirik jam dinding. Ternyata baru menunjuk ke angka empat dini hari. Lekas aku mengusap wajah sambil mengucap Alhamdulillah karena semua itu hanya mimpi. "Zara gak apa-apa, Bu. Cuma mimpi buruk," jawabku tersipu malu. "Walah, kamu ini. Makanya, sebelum tidur itu baca doa, biar gak mimpi buruk kayak gitu," timpal ibu sambil berbalik dan pergi meninggalkan kamarku. Saking bahagianya, semalam aku memang lupa tidak berdoa sebelum tidur. Mungkin itulah sebabnya aku bisa mimpi mengerikan seperti itu.Untuk menenangkan debaran jantung yang masih belum beraturan, aku pun turun dari ranjang lalu mengambil air wudu. Setelahnya, aku meng

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 61b

    Tidak terlalu banyak percakapan di antara kami. Karena otakku juga sibuk memutar ulang momen yang baru saja terjadi. Momen bahagia yang membuatku berbunga-bunga dan tersipu tanpa sadar. Bahkan, saat kembali melanjutkan pekerjaan pun, bayang-bayang itu tak kunjung hilang dari ingatan. Membuatku sudah merindukan Hanan padahal baru berpisah beberapa jam yang lalu. Sore menjelang. Waktu pulang pun sudah tiba. Sebelum bersiap, aku mengecek ponsel untuk melihat pesan yang masuk. Karena dari tadi aku sudah gelisah menunggu kabar dari Hanan yang tak kunjung muncul. Aku menghela napas pelan saat mengetahui kalau Hanan tak mengirim pesan sama sekali. Rasa kecewa membuat dadaku tiba-tiba sesak. Namun, baru saja aku akan kembali memasukkan ponsel ke dalam tas, getarannya membuatku urung. Saat dilihat, mataku langsung berbinar melihat siapa yang mengirim pesan.[ Maaf baru ngabarin. Tadi ponselku lowbat dan mati. Alhamdulillah aku sudah sampai dengan selamat. Kamu sudah pulang belum?][ Alhamdu

  • SUAMIKU BUKAN SUAMIMU   Bab 61a

    Laju air mata mengalir semakin deras setelah mendengar penuturan Hanan. Kakiku rasanya lemas tak bertulang hingga hampir ambruk andai tak ada kursi yang langsung menopang tubuhku. Aku terduduk di kursi itu dengan perasaan campur aduk. "Ra ...!" Mas Ryan mendekat. Tangannya hampir memegang pundakku andai tanganku tak langsung memberi kode agar ia jangan melakukan hal itu. "Tapi kenapa, Han? Bukannya kamu sendiri pernah bilang, kalau kamu gak akan pernah pergi jika aku mengatakan perasaan yang sebenarnya." Aku kembali menatap Hanan yang masih berdiri di tempatnya. "Maaf, Ra. Aku sudah janji ke perusahaan akan segera kembali untuk mengurus semuanya," jawab Hanan."Maksudnya? Mengurus apa? Lalu aku dan Ilham?" Aku semakin terisak. Perih sekali rasanya mengetahui Hanan tetap akan pergi dan tak akan mengurungkan niatnya."Justru karena hal itulah aku terpaksa harus pergi. Pihak perusahaan memintaku untuk tetap stay di sana. Jika aku menolak, aku diminta untuk mengundurkan diri. Dan aku,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status