Share

tiga

"Apa yang kamu lakukan, Mas?! Geramnya sambil meremas kertas yang baru saja dibacanya. "Ya Allah, apa yang telah dilakukan suami hamba." Yulis memejamkan matanya, menahan rasa kecewa yang teramat dalam.

Wanita pemilik tubuh ramping itu meletakkan begitu saja surat tebal yang tadi dibacanya. Perasaannya benar-benar kacau setelah mengetahui Bagas telah mengajukan pinjaman yang cukup besar tanpa sepengetahuannya. Dalam benaknya bagaimana itu bisa terjadi tanpa sepengetahuannya, lalu dengan siapa lelaki yang amat dicintainya itu mengajukan pinjaman, bukankah butuh tanda tangan suami istri untuk bisa mengajukan pinjaman. Yulis benar-benar pusing.

Setelah bisa menguasai diri, wanita penyuka kopi tanpa gula itu memanggil Wina. "Iya, Bu," sahut pegawai wanita satu-satunya itu sambil melangkah mendekatinya.

"Kasih tahu yang lain untuk beres-beres, toko tutup," titahnya. Wina mengangguk walaupun diliputi perasaan bingung. Tanpa banyak bicara gadis yang tengah memakai jilbab warna hitam itu bergegas memberi tahu teman-temannya.

"Tutup?" tanya Aris bingung. Pemuda berkulit hitam manis itu menoleh ke arah jam yang menempel di dinding. Merasa heran karena belum waktunya pulang tapi sang bos sudah menyuruh tutup.

"Kayaknya lagi ada masalah besar." Heri menebak. Mereka berbicara pelan disela-sela kegiatan membereskan barang-barang. "Apa berhubungan dengan kedatangan kurir tadi ya?" Lagi dia berasumsi.

"Kurir yang mana? Memang tadi ada yang datang ya? Kok aku gak tahu." Aris menimpali.

"Sudah! Gak usah ikut-ikut, lebih baik tutup mulut kalian." Wina mengingatkan teman-temannya.

Folding gates sudah ditutup walaupun mereka masih ada di dalam toko. Para pegawai masih sibuk menata beberapa barang, sedangkan Yulis sibuk dengan ponselnya. Jari wanita itu nampak cekatan menekan keyboard qwerty di layar ponselnya. Bibirnya mengatup, rahangnya nampak mengeras menandakan kalau saat ini dia sedang benar-benar marah. Setelah selesai dengan ponselnya, Yulis kembali memanggil para pegawainya.

"Kalau sudah selesai, kalian boleh pulang." Yulis berujar sambil menyerahkan uang bensin untuk mereka bertiga.

Setelah semua pegawainya pulang, wanita yang sedang terluka hatinya itu berjalan menuju display cooler, mengambil minuman berkafein kemudian menegaknya hingga tandas. Berharap bisa mengurangi pusing yang menderanya.

Yulis kembali duduk. Wanita penyuka warna kalem itu meraup udara sebanyak yang dia mampu, kemudian mengeluarkannya melalui mulut. Berharap rasa sesak di dada akan hilang bersama dengan hembusan napasnya.

Yulis menyandarkan punggungnya di kursi. Dia belum percaya dengan apa yang sudah terjadi. Baginya semua itu tak masuk akal. "Buat apa Mas Bagas memijam uang sebanyak itu?" Pertanyaan yang diucapkannya pada diri sendiri secara berulang-ulang.

Yulis benar-benar kesal. Biasanya di saat seperti ini ada Afif yang bisa diandalkan. Namun, kali ini ponakannya itu juga tengah mengalami musibah. Mau tak mau dia harus menangani semuanya sendiri.

Beberapa saat kemudian wanita pemilik lesung pipi itu bangkit. Setelah membereskan meja kasir dan masukkan semua uang ke dalam tas, Yulis bergegas keluar dari toko lewat pintu samping yang langsung mengahadap ke gang rumahnya. Setelah mengunci pintu, dia pun segera melangkah pulang.

**

"Hai, Sayang, pulas sekali tidurnya," bisik Bagas lembut sambil mencium punggung jari Mira ketika kekasihnya itu membuka mata.

Mereka kini berada di sebuah ruangan yang cukup besar, di tempat itu banyak wanita yang terlihat sangat lemah, ya mereka adalah 'pasien' yang telah selesai dieksekusi.

Senyum terukir dari bibir Mira yang sedikit pucat. "Haus, Mas," ucapnya dengan suara serak.

Bagas tersenyum kemudian segera meraih gelas berisi susu yang ada di meja sisi ranjang, dan langsung memberikan pada Mira. "Ini, Sayang. Pelan-pelan saja."

"Istrinya, Pak? Masih muda ya. Kenapa diaborsi?" tanya seorang wanita yang berada di sebelahnya. Rupanya wanita itu juga sedang menunggui seorang wanita yang masih belia.

Bagas menoleh, menatap wanita yang mengajaknya bicara. Wanita itu menjadi salah tingkah ketika pandangan mereka beradu. Namun, Bagas segera mengalihkan pandangannya, lelaki itu merasa geli melihat dandanan sang wanita yang menurutnya terlalu menor, tak sesuai dengan umurnya.

"Iya, Bu. Janinnya tidak berkembang makanya diaborsi," jawabnya asal. "Kalau dia kenapa?" tanyanya sambil menunjuk gadis yang berbaring di pinggir wanita yang bertanya padanya.

"Hamil diluar nikah, Pak. Pacarnya gak mau tanggung jawab. Anak sekarang mah gitu, kalau pacaran suka kebablasan," jawab wanita itu terdengar jengkel. Sementara sang gadis yang ditunggunya memalingkan muka.

Bagas hanya manggut-manggut mendengarnya. Dia lekas berpaling karena Mira mencubit tangannya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya spontan. Mira tidak menjawab, dia memalingkan wajahnya, menunjukkan kalau dia tidak suka jika Bagas ngobrol dengan wanita lain. Bagas dibuat terkekeh dengan sikapnya itu. "Cemburu ya?" godanya, semakin membuat Mira memanyunkan bibirnya.

"Keluarga pasien Mira." Panggil seorang petugas dari ambang pintu. Bagas menoleh. "Aku dipanggil, tak tinggal sebentar ya," pamitnya pada Mira. Setelah itu dia segera berdiri lalu melangkah menghampiri petugas tersebut. Setelah mendapatkan arahan, dia pun segera berbalik.

"Kita sudah boleh pulang, Sayang," ucapnya lembut pada Mira.

"Ke rumah?" tanya Mira. "Aku gak mau! Nanti malah ditanya macam-macam sama Yulis!" ungkapnya kesal, setelah itu dia meringis sambil memegang bagian bawah perutnya.

"Ke rumah dong, Sayang. Rumah kita. Nanti kalau sudah pulih baru pulang ke rumah Yulis. Pokoknya kamu tenang saja," ujar Bagas. Mira yang mendengarnya, menatap tak percaya pada Bagas. Wanita muda itu menutup mulutnya yang terbuka akibat terlalu kaget. "Rumah kita?"

Bagas tersenyum sambil mengangguk. Lelaki itu merasa bangga karena sudah membuat kekasihnya bahagia. Bagas memang sudah membeli rumah tanpa sepengetahuan Mira sebagai bentuk rasa cinta dan sayangnya.

"Tapi, kalau malam kamu harus temani aku," rengek Mira. Bagas tersenyum sambil mengangguk mengiyakan. "Tentu dong, Sayang. Mana bisa aku jauh darimu." mendengar jawaban Bagas, Mira pun semakin bahagia.

**

Bangunan yang didominasi warna putih dan biru itu sudah ada di depan matanya.. Namun, Yulis masih berdiam diri di dalam mobil sambil menatap orang-orang yang keluar masuk melewati pintu kaca. Setelah menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, Yulis pun turun.

Dengan langkah pasti, wanita berbintang Capricorn itu menemui petugas costumer servis.

"Permisi, Mbak. Saya Yulistiana istri dari Pak Bagas Baskoro." Yulis memperkenalkan diri pada petugas customer servis yang bekerja di bank xxx tempat Bagas mengajukan pinjaman.

Petugas customer servis itu terlihat terkejut. Namun, wanita yang menggunakan setelah batik itu segera menguasai diri dan meminta Yulis untuk mengambil nomor antrian dan menunggu terlebih dulu. "Selamat datang, Bu. Silakan ambil nomor antrian dulu ya, Bu," ucapnya ramah.

"Ini darurat, Mbak. Tolong periksa dulu," pinta Yulis sedikit memaksa. Membuat semua orang yang ada di tempat itu memperhatikannya. Bahkan satpam yang bertugas pun mendekatinya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ipasari
Perempuan ini blm nyadar juga, kapan sii nyadarnya
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
udh sih sekali aja nulis wanita yg memiliki alis bak semut dg wanita penyuka kopi tanpa gula...bosan baca nya
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
tempat usaha dekat rumah tapi g nyadar ditipu dan diselingkuhi suami dan anak angjat. ada masalah dg kamu yulis. terkalu menaruh kepercayaan terhadap orang terdekatmu dan itu membuktikan ketilolanmu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status