Makan malam kali ini, Lidya benar-benar melayani Fuad layaknya seorang raja. Lidya memasak ayam goreng dan sambal terasi sesuai permintaannya tadi pagi. Ditemani beberapa sayuran mentah sebagai lalapan dan juga irisan timun yang menambah kesegaran.
Untuk anak-anak, Lidya memasak sayur yang dimasak sop. Mereka bertiga tampak lahap memakan makan malam setelah lelah beraktivitas seharian.
Setelah makan malam, mereka semua pindah ke kamar untuk belajar dan mengerjakan PR yang harus dikumpulkan besok di sekolah. Dengan dibantu Fuad, Azzam dan Azizah mengerjakan PR lebih cepat dari biasanya.
Kegiatan dilanjut dengan menonton televisi bersama. Lidya yang sudah selesai membereskan dapur turut bergabung bersama yang lainnya dengan membawa beberapa stoples camilan.
“PR-nya sudah dikerjakan semua?” tanya Lidya sambil menaruh stoples di dekat Fuad.
“Sudah, Ma,” jawab Azzam tanpa menoleh dari layar televisi.
“Azizah, bagaima
Jika sebelumnya waktu di rumah Lidya adalah saat yang tidak menyenangkan dan terasa lama bagi Fuad, maka sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi. Kini, ia selalu menanti waktu yang akan dihabiskannya dengan Lidya dengan tidak sabar. Waktu menunggu selama tiga hari terasa sangat lama baginya sehingga membuatnya hampir mati karena bosan.Fuad tampak menghela nafas beberapa kali saat duduk di depan televisi bersama Sofia. Merenung sambil memandang layar ponselnya yang tidak pernah lepas dari genggamannya sejak tadi. Ia bahkan tidak fokus saat diajak Sofia mengobrol dan tidak mendengarkan cerita Sofia dengan serius.“Mas ... Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Sofia saat melihat Fuad tampak melamun dan tidak menyimak ceritanya.Fuad yang masih tenggelam dalam lamunan panjangnya hanya terdiam, tidak mendengarkan ataupun menjawab pertanyaan Sofia.“Mas ....” Sofia menjawil lengan Fuad lembut sehingga membuat lelaki ters
“Dek.”Sebuah tepukan mendarat lembut di bahu Sofia. Membangunkannya yang tertidur di ruang salat dengan mengenakan mukena.Setelah mengerjap beberapa kali, Sofia mulai menggerakkan badan dan bangkit perlahan dari posisinya yang separuh telungkup. Badannya terasa pegal karena posisi tidur yang tidak benar. Ditambah alas yang keras menambah rasa pegal itu semakin menjadi-jadi saat ia menggerakkan tubuhnya.Matanya terasa pedas dan bengkak sehingga Sofia cukup kesulitan saat membuka mata pertama kali. Saat berkaca di kamar mandi ia bisa melihat pantulan wajahnya yang terlihat mengerikan dari cermin. Wajah sembab dan mata yang bengkak serta kemerahan akibat tangisan yang cukup lama semalam.Sofia mengembuskan nafas kasar saat memikirkan bagaimana cara menyembunyikan hal ini dari Fuad.“Tunggu ... Ia tadi bahkan diam saja dan tidak berkomentar apa pun saat membangunkanku. Apakah dia tidak menyadarinya atau memang tidak mau peduli lagi
Sofia memutuskan untuk tidak pergi ke toko hari itu karena hati dan pikirannya masih kacau. Ia tidak ingin suasana hatinya akan mempengaruhi sikapnya saat di toko nanti. Terlebih lagi, ia belum siap untuk bertemu dengan Lidya.Membayangkannya saja sudah membuat hatinya perih. Terbayang dengan pesan-pesan mesra antara Lidya dan Fuad yang penuh dengan kata-kata panas dan intim.Belum lagi beberapa pose foto Lidya yang terlihat menggoda dan seksi terus menempel di pikiran Sofia. Foto yang dikirim oleh Lidya pada Fuad saat mereka berkirim pesan. Membuatnya diserang oleh adegan kemesraan mereka berdua saat di tempat tidur memadu kasih. Sehingga Sofia tidak bisa menahan air mata lebih lama lagi.Setelah Fuad berangkat, Sofia menghabiskan waktu dengan berbaring di tempat tidur. Menangis dengan tubuh tertutup selimut dari ujung kepala sampai kaki. Agar suara tangisannya teredam dan tidak terdengar keluar. Meskipun kini ia di rumah sendirian, tapi ia tidak mau suar
“Mas ... Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Bisakah kamu menyimpan ponselmu sebentar dan mendengarkan perkataanku dengan sungguh-sungguh. Aku tidak akan lama,” ucap Sofia suatu malam pada Fuad.Setelah berpikir cukup lama dengan menimbang semua hal, Sofia akhirnya memutuskan untuk mundur dan menyerah pada hubungan pernikahan ini. Ia akan meminta cerai pada Fuad untuk memberikan kesempatan pada lelaki itu agar lebih dekat dengan Lidya.Bukan tanpa alasan Sofia akhirnya memutuskan untuk menyerah. Sudah tiga bulan lebih ia berusaha untuk merebut kembali perhatian Fuad. Mencoba bersabar dan bertahan dengan sikap dingin Fuad. Juga menerima setiap kali lelaki mengatakan padanya bahwa ia tidak akan pulang dan menginap di rumah Lidya.Fuad sudah tidak bisa bersikap adil lagi dan menghabiskan waktu lebih banyak di rumah Lidya daripada bersama Sofia. Pun saat sedang menginap di rumah Sofia, lelaki itu lebih sering menghabiskan waktu untuk menatap ponsel d
Fuad mengangguk pelan dengan menatap Sofia tanpa berkedip. Nafas Sofia terasa tercekat melihat jawaban Fuad. Untuk sesaat ia hanya mampu terdiam dan bingung harus berkata apa. Ada sesuatu dalam lubuk hatinya yang terdalam terasa nyeri tapi juga merasa penasaran. Meronta dan menuntut untuk dituntaskan.“Berapa bulan?” tanya Sofia lirih setelah menenangkan diri cukup lama.“Sudah berjalan sepuluh minggu, sekitar dua bulan lebih.”“Kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tuntut Sofia dengan suara serak karena menahan rasa sesak dalam dada. Dadanya serasa diimpit oleh beban yang sangat berat, bahkan untuk sekedar menarik nafas terasa sangat sulit. Sofia merasa sedih karena tidak dianggap. Rasanya seperti dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai dan paling ia sayangi di saat bersamaan.“Apa kalian tidak pernah menganggapku ada? Atau ... Karena kalian menganggapku hanya sebagai orang luar yang akan mengganggu kebahagiaan kalia
“Maafkan aku, Dek. Aku tidak bisa menceraikan Lidya karena ia tidak mau menyerahkan anak yang dikandungnya untuk kamu asuh. Ia memintaku untuk menceraikanmu secepatnya agar kami bisa hidup bahagia berdua bersama anak-anak. Kamu tahu kan aku tidak bisa hidup tanpa anak-anak karena itu adalah impian terbesarku. Memiliki banyak anak setelah menikah dan bermain-main bersama mereka sepulang kerja untuk menghilangkan penat. Kehadiranmu hanya membuat Lidya cemburu karena itu aku akan menceraikanmu segera setelah ini. Tunggu saja di rumah beberapa saat lagi akan ada surat panggilan dari pengadilan agama yang datang ke rumahmu,” ucap Fuad dengan dingin dan wajah datar. Lelaki itu bahkan tidak menatap Sofia dan tetap fokus menatap ponsel sambil tersenyum seperti biasanya. Sepertinya ia sedang asyik berbalas pesan dengan Lidya.“Tapi, Mas ... Bukankah kamu berjanji padaku akan segera menceraikan Lidya setelah anak itu lahir untuk kembali bersamaku?” Sofia bergegas mematikan t
Sofia benar-benar memenuhi janjinya untuk berpura-pura tidak mengetahui masalah kehamilan Lidya. Meskipun ia harus menahan diri sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja dan tidak terlalu kentara saat melihat Lidya yang berusaha menahan rasa mual di depan matanya.Seperti hari ini, saat aroma kue brownis yang baru matang menyebar ke seluruh toko karena terbawa angin. Lidya terlihat menutup mulut dan hidung dengan telapak tangan untuk menghalau aroma agar kue coklat tersebut masuk ke indra penciumannya. Ia juga terlihat menahan rasa mual dan bergegas lari ke kamar mandi sambil menutup mulut.Sofia yang melihat dari kejauhan hanya bisa menghela nafas dalam sambil menyibukkan diri menata susunan roti di etalase. Saat Lidya keluar dari kamar mandi dan berjalan melewatinya, ia juga tidak berani menegur atau bertanya secara langsung kepadanya. Tatapan mata Sofia bertemu dengan Lidya manakala wanita yang sedang hamil muda itu hendak duduk di kursinya sambil mengus
“Mbak, sambalnya banyak sekali. Nggak kepedesan nanti?” tegur Sofia saat melihat Lidya menuang banyak sambal ke mangkok baksonya.“Nggak papa, Mbak. Entah kenapa semenjak hamil aku jadi suka makan pedas. Kalau nggak pedas nggak selera makan,” jawab Lidya sambil menuang beberapa sendok sambal.Lidya belum sadar bahwa ia keceplosan menceritakan tentang kehamilannya pada Sofia selama beberapa saat dan masih asyik menuang kecap serta saus ke dalam mangkok bakso. Ia baru sadar saat melihat Sofia yang terdiam sambil menatapnya dengan tajam tanpa berkedip dengan dahi mengerut. Awalnya ia merasa heran melihat ekspresi wajah Sofia tapi ia segera tersadar dengan perkataan yang baru diucapkannya barusan.“Eh ... Sebenarnya hal inilah yang ingin kubicarakan denganmu, Mbak. Sebenarnya ... Aku sedang hamil ....” Lidya menunduk sambil mengaduk bakso beberapa kali agar semua bumbu tercampur rata. “Maaf, karena sudah merahasiakan masalah sepenting ini darimu. Tapi, aku ing