Kembali kepada Bagas yang menyusuri semak - semak dan pepohonan dalam hutan, Bagas benar - benar merasa khawatir, ia tak hiraukan dirinya yang terasa sangat letih, entah sudah sejauh mana ia berjalan di dalam hutan belantara, tak ada satu orangpun disana seperti hutan mati tak berpenghuni, dalam hujan Bagas terus berjalan, ia tak memikirkan pakaiannya yang sudah basah kuyup, hatinya terus memikirkan Adelia, ia takut terjadi sesuatu kepada Adelia, Bagas merasa yakin penculik Adelia membawanya kedalam hutan, mungkin ada jalan menuju tempat lain keluar dari hutan melalui jalan pintas, sipenculik tidak mungkin membawa Adelia melalui jalan umum, karena dibawah curug begitu ramai orang belum lagi ada penjaga yang memantau sepanjang sungai karena berjajar tenda yang berisi barang - barang milik para penghuni tenda, sehingga menuju kedalam hutan adalah alternatifnya.
Bagas bisa saja menunggu Winda dan Heni datang bersama para penjaga dan bersama - sama mencari Adelia, karena bagaiman
Mereka mengobrol dan sesekali bercanda untuk menghilangkan jenuh, suasana yang begitu sunyi, selain suara hujan dan angin, membuat keduanya mulai merasa ngantuk, Adelia menyandarkan kepalanya kebilik, rasa letih yang ia rasakan membuatnya cepat tertidur.Bagas menatap wajah Adelia tanpa mengedipkan mata, begitu bahagia dirinya bisa sedekat ini dengan Adelia, ia semakin yakin bahwa takdir mempertemukan dirinya dan Adelia untuk alasan tertentu, dalam batinnya. "Apakah kamu jodohku, Adelia? Mengapa semua yang terjadi dari awal kita bertemu, seakan membuat kita semakin dekat, saya memang sudah jatuh cinta dari pandangan pertama, tapi saya tetap harus menahan semua rasa ini, demi kebaikan saya kedepannya, karena saya tidak mau sampai tertipu lagi, hanya karena perasaan membuat saya buta keadaan sebenarnya."Adelia yang tertidur pulas, tidak sadar sudah bersandar di bahu Bagas, Bagas ingin mencoba mengangkat kepala Adelia dan menyandarkannya kembali ke dinding bilik, tapi Ba
Adelia yang merasa pertanyaannya seakan diabaikan oleh Bagas, kembali bertanya, tentang kalimat terakhir Bagas yang begitu saja tidak diteruskan."Kamu, sebenarnya mau ngomong apa? Ditanya malah diam saja dan melamun, sepertinya memang kamu orang yang suka mempermainkan seseorang, aku juga bodoh, dengan mudahnya terbuai begitu saja.Bagas langsung memotong ucapan Adelia, karena Bagas tidak mau, mendengar Adelia berkata yang tidak - tidak lagi, Bagas tidak mau Adelia menyalahkan diri sendiri, bagi Bagas semua yang terjadi real kesalahan Bagas."Stop, Del, jangan diteruskan.""Mengapa? Kamu tidak terima kalau saya menganggap kamu itu seorang pemain, yang suka memberi harapan palsu kepada semua wanita, sudah berapa wanita yang kamu perlakukan seperti ini?" Wajah Adelia seakan memerah menahan gejolak amarah.Bagas semakin merasa bingung, mengapa Adelia malah semakin marah, segala menuduh Bagas yang tidak - tidak, Bagas menyadari kalau Adelia wanita bai
Pagi telah menyambut dengan kesejukannya, hujanpun telah reda hanya basah tersisa di tanah dan pepohonan yang rindang menutupi hutan belantara, Adelia sudah bangun lebih dulu, menatap dalam wajah Bagas yang masih tertidur pulas, di belai rambut Bagas dengan lembut, senyum Adelia terulas begitu menawan, dengan perlahan bibir mungil itu mencium pipi Bagas, membuat Bagas membuka matanya dan tersenyum menatap Adelia. Keduanya segera merapikan diri, Bagas meraih tas gendongnya mengambil air mineral dan cemilan yang masih tersisa, memberikannya kepada Adelia, mereka makan seadanya, setidaknya perut tidak terlalu kosong, Bagas pamit keluar gubuk, untuk mencari sinyal dan menelpon teman - temannya. Setelah berjalan tidak terlalu jauh dari gubuk, tidak ada tanda - tanda sinyal masuk ponsel sama sekali sehingga Bagas naik ke atas pohon, sialnya karena bekas hujan semalam yang begitu deras sehingga pohon terlihat lembab, saat Bagas sudah mencapai tengah, kakinya menginjak dahan
"Sayang, ayo kita jalan - jalan sebelum pulang ke jakarta." Menarik tangan Adelia untuk mengajaknya ke mobilAdelia menepis tangan Tony dan berkata dengan nada ketus. "Saya lelah! ingin istirahat, besok saja kembali ke jakarta nya, jangan memaksa!""Ayahmu minta malam sekarang kita kembali ke jakarta, lagian kamu lelah abis ngapain?" Tony terlihat kesal."Bukan urusan kamu, saya akan bicara dengan ayah, yang penting saya pulang besok, kalau kamu mau pulang sekarang ya sudah pulang saja." Membuang muka kesamping, serasa malas menatap wajah Tony.Setelah mengatakan itu, Adelia menarik Sinta untuk pergi ke kamarnya, Tony hanya tersenyum kecut dalam batin nya. "Sial, dasar cewek gak tahu di untung, masih saja menolak ku sampai sekarang, lihat saja nanti, kamu akan benar - benar jatuh dalam pelukanku."Tony pergi ke bagian resepsionis untuk chek in kamar, dengan wajah yang masih kesal, setelah menerima kunci kamar langsung bergegas menuju kamar hotel ya
Sayangnya Sinta tidak berhasil menyusul Tony, rasa penasaran Sinta semakin mengusik fikirannya dan ingin memergoki langsung sebagai bukti kepada Adelia dan ayah Adelia bahwa Tony bukan lelaki yang baik, Sinta bergegas turun kembali ke lobi menemui resepsionis untuk menanyakan tamu atas nama Tony Harsen chek in di room berapa, setelah mengantongi informasi keberadaan kamar Tony, Sinta menelpon Adelia beberapa kali namun tidak juga terhubung, sebenarnya ini kesempatan baik bagi Adelia memergoki langsung Tony, sehingga bisa menolak perjodohannya.Sinta sudah berada didepan kamar Tony, dengan segera menghidupkan perekam suara di ponselnya sebagai bukti yang akan ia berikan kepada Adelia untuk diserahkan kepada orangtua Adelia, dimasukan ponselnya kedalam saku celananya, agar Tony tidak mengetahui aksinya.Sinta mengetuk kamar Tony berulang kali namun tidak ada yang membukakan pintu, sekali lagi Sinta mengetuk dengan keras, kali ini pintu di buka oleh Tony yang hanya mengen
Ke esokan paginya, di kos an Bagas, Adelia sudah bangun lebih awal, dengan lembut membelai rambut Bagas seraya membangunkan dengan suara yang pelan, Bagas membuka matanya, tersenyum menatap Adelia."Begitu bahagia hati ku, saat mata ini terbuka, disuguhkan pemandangan yang sangat indah," ucap Bagas."Pagi - pagi sudah menggombal, belajar dari mana kata - kata seperti itu, jangan - jangan kamu sering merayu wanita." Dengan wajah yang mulai cemberut."Aku! Merayu wanita, mana pernah, perkataanku itu murni keluar dengan sendiri nya, karena setiap kata merangkai begitu saja , berkat dirimu.""Iya - iya, percaya, ya sudah mandi sana, kamu berangkat kerja, kan?"Bagas bangkit dari tidurnya beegegas menuju kamar mandi, tak berapa lama Bagas sudah berpakaian rapih, Bagas melihat jam di dinding kamarnya, baru menunjukan pukul enam tiga puluh menit, setidaknya Bagas bisa membeli sarapan terlebih dahulu, Bagas meminta Adelia untuk menunggu saja di kamar, biar
Mereka saling mengobrol satu sama lain hanya Bagas dan Sinta yang terdiam tanpa suara, Sinta memang lebih banyak diam semenjak kejadian malam itu, rasa takut terhadap Tony masih membayangi benaknya, sedang Bagas merasa seperti orang asing, orang tua Adelia seakan tidak resfek kepadanya mungkin karena tahu Bagas cuma sopir pengganti seperti yang di ucapkan Tony, Bagas sesekali melirik Adelia tapi Adelia seperti tidak menganggap Bagas ada di antara mereka semua, Bagas hanya menghela napas. Dalam batin Bagas, "Secepat itu Adelia berubah kepadanya, harusnya Adelia bisa lebih berfikir bijak tidak mencerna mentah - mentah ucapan Tony, yang menganggap dirinya ada di sini semata - mata hanya karena uang."Bagas tidak ingin berlama - lama di rumah Adelia, sehingga Bagas berpamitan kepada semuanya, dengan langkah cepat keluar dari kamar dan melangkah keluar rumah Adelia ditemani oleh Sinta yang memang di minta orang tua Adelia untuk mengantarkan Bagas sampai depan rumah."Bagas,
"Maaf Tuan, kalau orang - orang suruhan saya, mengganggu kenyamanan Tuan." Seraya mendunduk. "Tidak perlu meminta maaf, saya hanya ingin tahu saja, kalau memang itu suruhan dari om, berarti mereka tidak ada kaitan dengan insiden penculikan Adelia." "Iya Tuan, mereka memang anak buah saya di lapangan, yang sengaja saya suruh untuk menjaga Tuan, Maaf karena tidak memberitahu lebih awal, saya sudah lancang, saya siap menerima hukuman!" ucap Adam dengan rasa bersalah. "Santai saja Om, jangan terlalu tegang dan merasa bersalah, terima kasih karena tetap menjaga saya walau melalui anak buah Om, tolong cari siapa dalang penculikan Adelia, Om lebih tahu orang - orang bayaran ketibang saya, setidaknya itu akan menjadi benang merah yang selama ini menjadi pertanyaan saya." "Baik Tuan, saya akan sesegera mungkin meminta anak buah saya untuk mencari tahu, tapi andai boleh tahu, adakah ciri khusus dari orang - orang tersebut." Bagas mulai berfikir, menging