"Oh, Erica! lihat perbuatan suamimu!" pekik ibunya seketika membekap mulutnya sendiri karena syok.
Kebetulan mereka sedang duduk satu meja bersama Jemy, Adam, dan serta ayahnya. Jemy sempat tersendak air mineral dari sedotan, sementara Adam sepertinya justru cuma ikut ngilu membayangkan rahang sepupunya yang mungkin sudah retak.
Ibu Eric langsung menghampiri Nico yang sudah sempat mendapat pukulan beberapa kali sampai sudut bibirnya berdarah.
Sebenarnya Erica juga kurang setuju dengan tindakan Tara, tapi karena yang dia pukul Nico, Erica sengaja membiarkannya saja. Erica cuma menarik lengan Tara untuk dia ajak duduk lagi.
"Sebaiknya kau pergi dulu! " kata Erica pada Nick yang sudah digandeng ibunya.
"Aku tidak pernah bermaksud ingin mempermalukanmu dengan sifat keras kepalaku. Sejak dulu aku hanya ingin memulai usahaku sendiri, doakan saja semuanya berhasil dan kuharap kau tidak malu memiliki suami pedagang ikan keras kepala sepertiku." Tara masih menggenggam tangan Erica menunggu sampai wanita itu mengangguk."Sudah ribuan kali kukatakan aku ingin melaluinya bersamamu tak perduli kau putra siapa."Dari sejak notaris nyonya Marisa meninggalkan tumpukan berkas itu di meja Tara, Tara sama sekali tidak tertarik untuk sekedar mengintip atau membacanya. Justru Erica yang beberapa hari ini merasa tidak tenang sampai akhirnya membuka-buka lampiran berkas tersebut dan meneliti bunyi poin dalam salina wasiat nyonya Marisa."Tara sebaiknya kau temui beliau," saran Erica yang bahakan b
"Apa kau akan segera pulang?" tanya nyonya Marisa yang ternyata masih berat untuk melepas putranya. "Tolong tinggallah dulu malam ini."Tara mengangguk karena sepertinya dia juga baru bisa pulang besok."Andai kau bisa tinggal.""Maaf, aku tidak bisa,Bu. Tapi jika ibu mau tinggal bersamaku aku tidak pernah keberatan."Kali ini nyonya Marisa yang menggeleng pelan.Tara tidak bertanya lagi tapi sepertinya dia tahu apa yang dipikirkan ibunya."Istirahatlah dulu, Bu. Aku tidak akan ke mana-mana dan aku janji nanti aku dan Erica akan lebih sering mengunjungi, Ibu."Nyonya Marisa mengiku
Sementara abahnya masih bicara dengan nyonya Marisa, Larisa menunggu di luar bersama Tara dan tak berapa lama tiba-tiba Nicola datang. Seketika Larisa langsung berpaling pada kakak laki-lakinya.Nick meletakkan kotak yang ia bawa di atas meja tepat di depan Tara. "Berikan kepada perawatnya, itu semua obat untuk ibumu.""Kami akan membawanya," kata Tara ketika mendongak pada Nick dengan rahang berkedut."Apa maksudmu?" heran Nicola yang masih berdiri di depan Tara yang masih saja menatapnya dingin."Aku akan mengajak ibu pulang bersamaku.""Apa kau serius sudah memikirkan semua resikonya dengan membawa ibumu?" Nick sepertinya tidak setuju karena melihat kondisi nyonya Marisa.
SURVIVAL LOVE 3 Langit mulai gelap sepertinya akan kembali turun hujan, Tiva masih berdiri di trotoar menunggu Rio yang mengambil motor di parkiran. Rencananya mereka akan pergi dulu ke acara ulang tahun salah seorang teman Rio di kafe tak jauh dari kampus mereka, tapi tiba-tiba ponsel Tiva berbunyi dan muncul nama abangnya. "Ya, Bang." "Buruan pulang, Abang mau pergi." "Aku mau ke rumah teman dulu, Bang." "Sudah cepat pulang, anak perempuan jangan keluyuran!"
Tiva mulai cemas karena sejak berangkat kemarin abangnya belum juga memberinya kabar. Padahal tidak biasanya bang Alif seperti itu, paling tidak dia akan menelepon malam memastikan jika adiknya sedang berada di rumah. Karena gelisah sendiri rasanya juga sangat tidak nyaman, duduk tidak enak, berbaring pun juga tidak bisa memejamkan mata, akhirnya Tiva memutuskan untuk menelpon Rio. "Bang Alif belum pulang, padahal tidak biasanya dia pergi sampai lewat dua hari." Tiva mulai bercerita pada Rio mengenai kecemasannya. "Jadi kau di rumah sendirian dari kemarin? " "Aku tidak takut di rumah sendirian, tapi aku takut terjadi apa-apa sama bang Alif. Karena perasaanku sangat tidak tenang." "Apa aku harus ke situ?" Tanya Rio dari seberang te
Saat ini Natha hanya tahu satu hal 'dirinya dalam bahaya!'Hujan belum juga berhenti sampai larut malam. Karena Nathan sudah biasa bepergian berhari-hari tanpa pamit jadi keluarganya juga tidak ada yang mengkhawatirkanya sama sekali meskipun sudah lewat dua hari tidak pulang. Ayah Nathan masih berada di ruang kerjanya mencermati halaman dari buku tebal yang sedang dibacanya sambil sesekali membenahi kacamata bacanya yang miring. Walau sudah letih dengan tanggung jawab pekerjaan tapi tetap saja dirinya tidak akan bisa pergi tidur sebelum lewat tengah malam. Sejak anak-anak beranjak dewasa rumah mereka jadi semakin sepi. Sudah dua tahu putri terkecilnya yang biasa membuat keributan pergi ke New York untuk bersikeras melanjutkan kuliah fashionnya di sana, sementara putra tertuanya Nathan dan adiknya Erica tinggal bersama di Cambridge. Jadwal kuliah Erica lebih padat jadi dia juga jara
Rio melihat Tiva sedang menangis dalam pelukan salah seorang ibu-ibu tetangganya. Rio permisi menyela kerumunan untuk mendekati gadis itu dan malah membuat Tiva semakin menangis."Bang Alif sudah tidak ada dan aku tidak punya siapa-siapa...."__________ "Aku tidak punya siapa-siapa...." tangis Tiva begitu Rio mendekatinya.Pastinya Rio juga ikut kehilangan bang Alif dan tahu seperti apa kesedihan Tiva sekarang. Tiva masih menangis meski semua orang sudah coba ikut menenangkannya.Ibu Rio yang ikut datang bergantian mendekati Tiva dan memeluk gadis baik yang juga sudah seperti putrinya sendiri itu agar lebih tenang."Abangmu anak yang baik pasti Tuhan akan melapangkan jalannya."Bang Alif memang dikenal sebagai anak laki-laki yang baik di mata para tetangganya. Anak laki-laki yang selama ini mengurus ibunya yang sakit-sakitan dan menjaga seorang adik perempuan. Tak heran jika kali ini banyak sekali tetangga yang berdatangan untuk berbela sungkawa mes
Ayah Nathan mulai bercerita pelan-pelan agar mudah untuk diterima, karena dirinya sendiri sebenarnya juga masih sulit untuk percaya tapi kenyataannya anak-anak seperti itu memang ada."Saat ibumu baru mengandung dia pernah dirawat di sebuah rumah sakit militer. Kemarin ketika menyelidiki kasus ini aku juga baru diberitahu jika ada salah satu dokter di rumah sakit tersebut yang ikut terlibat dalam kejahatan dua puluh lima tahun lalu."Sekitar dua puluh lima tahun yang lalau ada laboratorium biologi yang melakukan praktik percobaan ilegal mengenai genetika manusia. Mereka coba melakukan rekayasa genetika manusia untuk menciptakan individu yang lebih tangguh. Uji coba tersebut sebenarnya dilakukan pada bayi tabung, tapi ternyata mereka juga diam-diam melakukan praktik ilegal tersebut pada pasien di beberapa rumah sakit yang telah disusupi