Home / Rumah Tangga / Saat Hasrat Menjadi Dosa / Bab 5 – Api yang Membara

Share

Bab 5 – Api yang Membara

Author: Tri Afifah
last update Last Updated: 2025-10-23 09:35:29

Bab 5 – Api yang Membara

Pagi ini, Mas Dharma duduk di sofa ruang tamu, matanya menatapku lekat saat menyadari aku sudah berpakaian rapi.

Aku mencoba tersenyum menutupi kegugupan. “Aku harus ke Superstar sebentar, ada urusan penting di sana,” kataku.

Mas Dharma menatapku lama. Ada sesuatu yang berbeda di matanya. “Superstar? Sendirian?” tanyanya dengan suara rendah tapi menusuk.

Aku mengangguk, pura-pura tenang. “Iya, sebentar saja. Tidak lama. ada beberapa hal yang harus aku lakukan bersama Mama.”

Superstar adalah restoran kebanggaan milik keluargaku. Hampir dua dekade ini keluargaku mempertahankan gelar sebagai restoran terbaik di Indonesia.

Mas Dharma diam sejenak, lalu menghela napas. “Baiklah… tapi jangan lama-lama. Kau tahu, aku jarang sekali di rumah akhir-akhir ini.”

Aku tersenyum tipis, menelan rasa lega yang muncul di dada.

Di perjalanan, perasaanku langsung campur aduk. Rasa bersalah muncul tanpa bisa dicegah.

Aku merasa jahat karena telah berbohong pada suamiku, tapi rasa penasaran pada Dokter Adrian tak lagi bisa kubendung.

Bayangan tangan hangatnya, senyumnya yang menenangkan, dan tatapannya yang penuh perhatian terus muncul di kepalaku.

“Kenapa aku merindukan seseorang yang bukan suamiku?” pikirku dalam hati.

Setibanya di klinik, Adrian menyambutku. “Selamat datang, Bu Selena,” sapanya lembut. Senyum tipisnya membuat dadaku berdegup lebih cepat, menutupi rasa bersalah sejenak.

“Terima kasih, Dok,” jawabku pelan, menahan getar suara. Aku lantas mengikutinya ke ruang praktik.

Kami duduk berseberangan, membahas kondisiku, tapi suasana perlahan berubah. Ia mencondongkan tubuh, tangannya menyentuh tanganku sekejap, hanya untuk menenangkan saat aku menunduk.

Aku menatap matanya dan seketika ada sesuatu yang menyambar dari dalam hati.

“Selena…” suaranya lembut, hampir berbisik. “Tidak apa-apa merasa rapuh. Semua orang punya batas.”

Aku menelan ludah, ini pertama kalinya Adrian memanggilku tanpa embel-embel ‘ibu’.

Dengan napas terengah, tanpa sadar aku ikut mencondongkan tubuh. Bibir kami bertemu dalam ciuman yang lembut tapi membara, menggetarkan seluruh tubuhku.

Rasanya hangat memabukkan dan memicu gelombang hasrat yang sulit kutahan.

Tangan Adrian menepuk punggungku perlahan, menyusuri bahuku. Aku menutup mata menyerah pada sensasi yang memabukkan ini. Merasakan detak jantungnya berpacu di dekatku.

Perlahan, aku meraba blazer yang dikenakannya, membuka beberapa kancingnya dengan tangan yang bergetar. Napas kami bercampur, desahan samar memenuhi ruang kecil itu.

Ciuman itu semakin intens, bibir kami saling menekan tangan kami mulai menjelajahi punggung dan bahu masing-masing.

“Mhh—”

Aku merasakan panasnya kulitnya, aroma parfum yang memabukkan, dan sentuhan yang membangkitkan gairah.

Setelah beberapa saat, aku menarik diri. Menatap matanya yang penuh keinginan dan perhatian, dan tanpa sadar aku menggigit bibir.

“Dokter—”

Ucapanku tertelan ketika Adrian mencondongkan tubuh lagi dan mempertemukan bibir kami. Ciuman itu kini lebih dalam dan tergesa. Tangan kami saling menahan dan merasakan tubuh satu sama lain.

Detik demi detik terasa seperti satu menit panjang, dunia di luar hilang. Aku sadar ini salah, tapi ada sensasi hangat yang membuatku ingin terus tenggelam dalam pelukan Adrian.

Tiba-tiba terdengar suara pintu klinik terbuka keras. Aku membuka mata seketika, dan jantungku seakan berhenti.

Mas Dharma berdiri di pintu, dengan mata membelalak.

Ternyata ia telah mengikutiku sejak aku meninggalkan rumah. Mungkin, dia sudah curiga dengan alasan pergi ke restoran.

Aku segera melepaskan tangan Adrian, menutupi diri dengan kain, tubuhku gemetar. Adrian menyesuaikan bajunya dengan cepat, menatap Dharma sekejap lalu membuang pandangan ke arah lain.

“Apa yang kalian lakukan?!”

Aku tersentak saat mendengar suara marah Mas Dharma.

“Pak Dharma… saya… hanya mencoba membantu,” kata Adrian pelan, tapi jelas ia menyadari bahaya situasi ini.

Mas Dharma menatap kami berdua, napasnya berat, matanya berpindah dari aku ke Adrian, lalu kembali ke aku.

“Membantu? Dengan… seperti ini?!” Suaranya pecah, penuh luka dan marah.

Aku ingin bicara, tapi suaraku mendadak hilang.

Mas Dharma merangsek ke arah Adrian dan menghajarnya membabi buta. Aku berteriak untuk melerai, tapi suamiku sudah gelap mata.

Keributan itu baru berhenti ketika petugas klinik datang bersama satpam. Jika tidak, Adrian bisa dirawat di rumah sakit berminggu-minggu.

Tangan kekar Mas Dharma menggenggam lenganku dengan kuat, menuntun tanpa memberi ruang untuk protes.

Aku mencoba melepas diri, menatapnya dengan mata berlinang. “Mas Dharma… tolong… aku bisa jelaskan!”

“Terlambat!” bentaknya.

Kami melangkah ke mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pintu klinik. Mas Dharma membukakan pintu dan mendorongku masuk.

Jantungku berdetak cepat karena rasa takut dan rasa bersalah menjadi satu.

Aku menatapnya, mencoba bicara. “Mas Dharma… jangan seperti ini. Aku… aku…”

Ia memotong dengan suara penuh amarah. “Kau ingin menjelaskan? Kau pikir aku bisa tenang setelah melihat apa yang kulihat? Kau berani bermain di belakangku!”

Tangan kekarnya merobek bagian depan blazer dengan cepat, membuatku tercengang.

Tubuhku menjadi telanjang di bawah jas yang sudah sobek, kulitku terasa panas saat tangan kekar itu mulai menyentuhku.

“Mas Dharma… tolong, apa yang akan kau lakukan?!” Aku mencoba menahan tubuhku, tapi genggamannya terlalu kuat.

Ia tidak peduli. Wajahnya merah, matanya menyala dengan campuran marah dan sakit hati karena perbuatanku dengan Adrian.

Bibirnya menempel di bibirku, ciuman paksa yang panas, kuat, dan memaksa.

“Hmph!” Aku memukul dadanya, memintanya berhenti. Namun, dia seolah tuli.

Napasku mulai terengah, hatiku bergejolak antara rasa takut dan gairah yang dipicu oleh kekuatan Mas Dharma.

Tangannya kini menjelajahi punggungku, menarikku lebih dekat seolah setiap sentuhan ingin menuntut balas dendam pada rasa sakitnya sendiri.

Aku mulai kewalahan. Api kemarahan dan hasrat Mas Dharma seolah membara dan saling bertabrakan.

“Kau pikir aku bisa membiarkan pria lain menyentuhmu, hah?” kata Mas Dharma setelah menarik wajahnya menjauh.

Aku menunduk, air mata menetes tanpa bisa kutahan. Aku ingin bicara, tapi kata-kata yang sudah tersusun rapi di kepala mendadak hilang di tenggorokan. Tubuhku dipenuhi sensasi yang membingungkan, takut dan marah menjadi satu tapi juga gairah yang sulit kutolak.

Ini pertama kalinya Mas Dharma menyentuhku dengan begitu agresif. Biasanya ia menolak lebih dulu sebelum beranjak lebih jauh.

Mas Dharma kembali menekan tubuhku lebih erat, menarikku ke pangkuannya. Ciuman paksa itu terus berlangsung panas dan menghancurkan.

“Mas—ahh!”

Aku merasa lemah, gemetar, tapi tidak bisa menolak sepenuhnya. Tubuhku merespons secara alami meski hati kecilku menjerit.

Ia menarik helai kain terakhir yang menutupi tubuhku, meninggalkan aku sepenuhnya telanjang di pelukannya.

Napasku tercekat, jantungku berdetak kencang. Namun di matanya hanya ada kemarahan yang membakar.

Setiap ciuman seolah tengah menuntut balas pada rasa sakitnya sendiri, sekaligus menghapus keberadaan Adrian dari tubuhku.

Aku tak ingin menyerah sepenuhnya pada gairah yang muncul. “Mas Dharma… aku… aku tidak,” ucapanku terputus karena ciuman Mas Dharma yang semakin kuat.

“Diam!” bentaknya. “Ini… ini caraku menunjukkan kau milikku, dan hanya milikku!”

Mas Dharma semakin tidak terkendali. Aku merasa jejak Adrian kini benar-benar hilang.

Mas Dharma kemudian menarik diri. Tubuhku bergetar di bawah dominasinya.

“Aku tidak akan pernah membiarkan pria lain menyentuhmu lagi!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 6 – Luka Hati yang Terpendam

    Bab 6 Luka Hati yang Terpendam Setelah insiden perselingkuhan yang telah diketahui oleh Dharma, aku mencoba untuk bersikap seperti biasa. menyiapkan sarapan, makan malam untuk Dharma. walaupun aku tahu, pria itu tengah menyimpan lukanya dengan tetap terlihat tenang dan sikapnya semakin dingin padaku. “Mas, aku sudah siapkan sarapan,” ucapku pelan. Tapi Dharma hanya mengangguk singkat,mengambil kunci mobil, lalu pergi. Tanpa kata, tanpa tatapan. Suara pintu yang menutup pelan justru terasa seperti ledakan di dadaku. Aku ingin menangis, tapi tak ada air mata yang keluar. Siang hari, aku mencoba menenangkan diri dengan membersihkan rumah, memasak makanan kesukaan Dharma, lalu menata ruang makan dengan rapi. Namun saat malam tiba, Dharma hanya menyentuh piringnya sebentar sebelum bangkit dari kursi. “Sudah kenyang,” katanya datar. Padahal ia bahkan belum menyentuh setengahnya. Malam semakin larut. Dari kamar, aku bisa mendengar suara langkah Dharma menuju ruang kerja. Lampu

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 5 – Api yang Membara

    Bab 5 – Api yang Membara Pagi ini, Mas Dharma duduk di sofa ruang tamu, matanya menatapku lekat saat menyadari aku sudah berpakaian rapi. Aku mencoba tersenyum menutupi kegugupan. “Aku harus ke Superstar sebentar, ada urusan penting di sana,” kataku. Mas Dharma menatapku lama. Ada sesuatu yang berbeda di matanya. “Superstar? Sendirian?” tanyanya dengan suara rendah tapi menusuk. Aku mengangguk, pura-pura tenang. “Iya, sebentar saja. Tidak lama. ada beberapa hal yang harus aku lakukan bersama Mama.” Superstar adalah restoran kebanggaan milik keluargaku. Hampir dua dekade ini keluargaku mempertahankan gelar sebagai restoran terbaik di Indonesia. Mas Dharma diam sejenak, lalu menghela napas. “Baiklah… tapi jangan lama-lama. Kau tahu, aku jarang sekali di rumah akhir-akhir ini.” Aku tersenyum tipis, menelan rasa lega yang muncul di dada. Di perjalanan, perasaanku langsung campur aduk. Rasa bersalah muncul tanpa bisa dicegah. Aku merasa jahat karena telah berbohong pada suamiku,

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 4 – Sentuhan yang Terlarang

    Bab 4 – Sentuhan yang Terlarang Hari berikutnya, langkahku menuju klinik terasa berat. Aku tahu aku sedang menempuh jalan yang salah, tapi rasa kesepian di rumah dan perasaan yang muncul sejak pertemuan pertama dengan dr. Adrian terlalu kuat untuk diabaikan. “Aku pergi konsultasi, demi suami.” Aku mengulang kalimat itu untuk meyakinkan diriku sendiri. Walau hatiku tahu itu hanya setengah kebenaran. Pada dasarnya, aku hanyalah mencari-cari alasan. Setibanya di klinik, suasana familiar menyambutku. Resepsionis tersenyum, menyalamiku ramah. Tak lama kemudian, Adrian mempersilakanku masuk ke ruang praktik. “Selamat datang kembali, Bu Selena,” sapanya. Ada senyum tipis di sudut bibirnya, membuat jantungku semakin berdebar kencang. “Terima kasih, Dok,” jawabku, suaraku sedikit bergetar. Aku duduk, dan ia menatapku lama, seakan menimbang apakah aku baik-baik saja. “Bagaimana perasaan Ibu hari ini?” Aku menunduk, memutar jemari di pangkuan. “Masih… sama, Dok. Masih sulit menghada

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 3 – Pertemuan yang Mengubah Segalanya

    Bab 3 – Pertemuan yang Mengubah Segalanya Keesokan harinya, selepas Mas Dharma pergi ke kantor, aku menghampiri meja rias dan membuka laci. Ada dorongan aneh untuk membuka amplop yang tempo hari aku lihat. Namun rasa takut menahan. Bagaimana jika Mas Dharma marah? Bagaimana jika ini tidak sesuai dengan pikiranku? Tapi, aku tidak bisa hidup dengan rasa penasaran seperti ini. “Kenapa aku merasa bersalah hanya karena ingin tahu?” ucapku lirih. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil amplop itu dan memasukkannya ke dalam tasku. Sambil berharap agar Mas Dharma tidak akan tahu jika aku mengambil amplop ini. Dan di sinilah aku sekarang. Di klinik tempat dokter Adrian praktik terletak di pusat kota. Dari luar, klinik ini tampak sederhana, tapi bersih dan tenang. Tidak seperti rumah sakit besar, tempat ini terasa lebih pribadi. Aku berdiri di depan pintu kaca, menatap papan nama kecil bertuliskan: Andrology Care. Tanganku terasa dingin, dan aku nyaris berbalik ketika pintu terbuka dari

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 2 – Rahasia di Balik Nama Itu

    Bab 2 – Rahasia di Balik Nama Itu Pagi itu, sinar matahari yang menelusup melalui sela gorden mengusik tidurku. Aku melirik ke arah tempat tidur yang sudah rapi. Mas Dharma ternyata sudah bangun lebih dulu. Ia selalu begitu, bangun sebelum aku sempat membuka mata seakan menghindari pagi bersamaku. Saat aku melangkah ke dapur, Mas Dharma sudah duduk di meja makan, menatap layar ponsel tanpa ekspresi. Tangannya memegang cangkir kopi. “Pagi, Mas,” sapaku pelan mencoba mencairkan suasana. Ia menoleh sekilas, “Pagi.” Hanya itu. Tak ada percakapan lanjut, tak ada tawa kecil seperti dulu. Aku tahu, seharusnya aku berhenti berharap pagi-pagi kami akan kembali hangat. Aku duduk di seberangnya, mencoba menata napas. Ingatanku kembali ke kejadian semalam. Aku sempat menyalahkan diriku sendiri, berpikir mungkin aku kurang menggoda, kurang cantik, kurang seksi atau terlalu kaku. “Mas...” aku akhirnya memberanikan diri memanggil. “Soal semalam….” “Aku cuma capek kerja, sudah, jangan mi

  • Saat Hasrat Menjadi Dosa   Bab 1 – Malam yang Selalu Gagal

    Bab 1 – Malam yang Selalu Gagal Sudah dua tahun aku tidur di ranjang yang sama dengan suamiku, tapi setiap malam rasanya seperti tidur sendiri. Kehangatan suami-istri yang seharusnya hadir di antara kami, justru menguap seperti asap. Dan malam ini, aku mulai lelah berpura-pura semuanya baik-baik saja. Mas Dharma, suamiku, baru saja keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kaos abu-abu dan celana tidur. Aku duduk di tepi ranjang. Kami tampak seperti dua orang asing yang terjebak di kamar yang sama, tapi tak tahu cara saling mendekat. “Kau belum tidur?” tanyanya datar, sambil menyalakan lampu tidur di sisi tempatnya. Aku menggeleng. “Aku hanya ingin bicara sebentar, sebelum kita tidur, mas.” Mas Dharma berhenti sejenak. Aku tahu, kalimat itu saja sudah cukup membuatnya canggung. Ia duduk di sisi ranjang dengan punggungnya tegak. “Kita... nggak bisa terus begini,” kataku dengan suara nyaris bergetar. Ia menatapku dengan tatapan tajam. “Maksudmu?” Aku menarik napas panjang. “Suda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status