Share

7

last update Last Updated: 2024-02-26 12:39:55

Mas Hanan melirik tangan kami yang saling bergenggaman, kemudian melirikku. Ku pasang tampang menyedihkan didepannya, aku berekspresi sesendu mungkin, semua itu kulakukan agar Mas Hanan tak termakan omongan wanita didepan kami itu.

"Maaf, Bu. Aku tetap pada pendirianku. Pilihanku tetap dengan Nayma. Dan kami ... akan menikah secepatnya."

Puas! Aku puas sekali. Terlebih saat melihat wajah pias Ibu dan anak didepanku itu. Aku tersenyum mencibir Mbak Ike, wanita itu membalasku dengan tatapan tajam. Bukankah ini drama yang baik? Aku lebih dipentingkan dibanding keluarganya sendiri.

"Kalau begitu, jangan harap kamu akan dapat restu dari Ibu!" ancam Ibu Mas Hanan. Aku melirik Mas Hanan, apa dia terpengaruh dengan ancaman wanita itu?

"Aku akan tetap menikahi Nayma, dengan atau tanpa restu Ibu. Pernikahan kami tetap akan sah, karena dari pihak laki-laki tak perlu wali. Tetapi ... karena ingin menghargai Ibu, maka aku datang kemari dengan membawa Nayma. Kukira sambutan kalian akan baik terhadapnya, tapi apa? Malah cacian dan hinaan yang ia dapat disini. Jadi, aku putuskan untuk tak lagi meminta restu dari Ibu. Karena semua itu juga tak ada gunanya." Mas Hanan mengucapkan kata demi katanya dengan penuh penekanan. Dia berucap dengan lugas, membuat hatiku semakin tersiram hawa kebahagiaan.

Ku lihat Ibu Mas Hanan menghela napas dan menghembuskannya secara pelan. Wanita itu memijit pelipisnya, mungkin pusing memikirkan sikap keras sang putra. Apa peduliku?

"Kalau begitu, pergi dari sini dan jangan pernah kembali. Aku tak sudi memiliki menantu yang awal kehadirannya saja tak mendapat sambutan baik disini." Aku memicing mendengarnya. Dasar wanita tua sombong!

"Itu semua karena kalian. Kalian yang tak menyambutnya dengan baik!" balas Mas Hanan marah. Aku diam saja memperhatikan perdebatan sengit ini.

"Karena dia tak pantas mendapat tempat di rumah ini! Dia bukan Aluna, perempuan baik, sopan dan lemah lembut. Dia Nayma, perempuan berhati iblis yang menyamar menjadi malaikat untukmu! Kamu pikir kami akan menerima iblis disini? Tentu saja tidak!" Darahku mendidih mendengar ucapan Mbak Ike yang mengatakan aku iblis. Ingin sekali ku tampar mulut tajamnya itu, tapi aku harus tetap menjaga marwahku didepan Mas Hanan.

"Mulutmu sudah melewati batas, Mbak!" bentak Mas Hanan berdiri. "Ayo, Nay. Kita pergi dari sini. Aku menyesal datang kemari, nyatanya kedatangan kita tak mendapat sambutan baik dari mereka." Mas Hanan menarik tanganku. Aku menurut saja, ku lempar tatapan penuh dendam pada Mbak Ike.

"Kupikir, keluarga adalah tempat ternyaman untukku pulang. Ternyata aku salah," sindir Mas Hanan. Ibunya dan Mbak Ike tak menyahut, mereka diam saja seolah tak peduli dengan ucapan anak lelaki satu-satunya itu.

Mas Hanan membawaku keluar. Aku benar-benar sakit hati dengan penghinaan ini. Lihat saja, akan ku balas mereka. Akan ku buat Mas Hanan tak pernah kembali kesini, karena dia hanya akan menjadi milikku seorang.

Saat kami mencapai teras, Aluna berjalan menuju rumah ini. Dia tampak terkejut melihat keberadaan ku dan Mas Hanan disini, dia melirik tanganku dan Mas Hanan yang saling bertautan, kemudian kembali mengalihkannya pandangannya. Aku mengeratkan genggaman pada tangan Mas Hanan, dan dibalas oleh lelaki itu.

"Ngapain kamu kesini?" ketus Mas Hanan.

"Aku ingin menjemput Alana. Kenapa?" balas Aluna dengan wajah datar.

"Lebih baik kamu menjauh dari keluargaku. Sekarang kita bukan lagi suami istri. Sudah seharusnya kamu tak lagi datang kemari dengan bebas, karena secepatnya Nayma akan menggantikan posisimu disini." Mas Hanan menatap Aluna dengan angkuh. Aluna menaikkan sebelah alisnya, kemudian tersenyum kecut.

"Memangnya apa hakmu melarangku datang kemari? Kita memang bukan lagi pasangan suami istri, tetapi Alana ... dia tetap memiliki tempat di rumah ini, sampai kapan pun itu. Dan satu hal lagi, selagi bukan Ibu yang menolak kedatanganku, tak akan ada yang bisa menghalangi kapan aku ingin kemari. Termasuk kamu!" Jemari lentik Aluna menuding tepat didepan wajah Mas Hanan.

Wajah Mas Hanan pias. Aku menggeram kesal dengan tingkah sok berkuasa Aluna. Mentang-mentang keluarga Mas Hanan lebih berpihak padanya, seenaknya saja dia bersikap.

"Hey, jaga sikapmu itu! Buang saja hijabmu itu jika tak bisa bicara dengan sopan!" balasku menantangnya.

Huh! Sejak didalam tadi aku menahan diri untuk tak bicara kasar, sekarang malah bertemu dengan perempuan sial ini. Bagaimana aku tidak meledak?

Aluna tersenyum miring, dia berpangku tangan. Kemudian menatapku sinis dari atas hingga bawah, sebenarnya apa mau perempuan ini?

"Jangan bawa-bawa hijabku, Nayma. Menutup aurat adalah kewajiban untukku, dan membalas kalimat menjijikan dari kalian adalah hakku. Kau tak bisa menyamakannya." Dia berucap tenang, tapi penuh penekanan. Aku mencebik mendengarnya, benar-benar wanita sialan, kenapa dia tak lebih dulu bicara kasar saja? Supaya aku punya alasan untuk membalasnya.

"Katakan saja jika kamu cemburu padaku, Aluna. Kamu sakit hati, kan, karena Mas Hanan lebih memilihku dibanding dirimu? Tak perlu menyembunyikan lukamu itu, karena sejak awal aku sudah bisa membacanya." Aku mencemooh Aluna. Ku pancing saja dia agar emosi, pasti setelahnya sifat aslinya akan keluar.

"Katakan apa alasannya aku harus cemburu padamu? Memangnya apa kelebihanmu? Jika dari segi harta, jelas kamu tertinggal jauh dibawah ku. Jika dari segi penampilan, kurasa aku tak terlalu buruk juga darimu. Jadi coba katakan, kenapa aku harus merasa cemburu padamu?" balas Aluna.

Darahku mendidih mendengarnya. Perempuan itu jelas sedang menghinaku. Aku maju selangkah, kuangkat tanganku tinggi-tinggi ingin melayangkan tamparan pada perempuan itu.

"Apa yang sedang kau lakukan, Nayma? Jangan berani-beraninya menyentuh menantuku!" teriak seseorang dari arah belakangku. Tanganku terhenti di udara. Ku turunkan secara perlahan dengan emosi yang masih memuncak. Mataku menatap nyalang Aluna yang sedang tersenyum mengejek kearahku.

"Bu, seharusnya yang Ibu tegur itu Aluna. Dia yang lebih dulu menghina Nayma," bela Mas Hanan. Untung ada lelaki itu.

"Ibu tau bagaimana Aluna. Ternyata 3 tahun berumah tangga dengannya, tak membuatmu mengenali sikap asli istrimu sendiri, Hanan! Aluna tak akan mengganggu, jika dia tak lebih dulu diganggu!" Ibu Mas Hanan masih tetap membela Aluna.

"Tetap saja dia salah, Bu. Sebenarnya yang anak Ibu itu siapa, sih? Aku atau Aluna? Kenapa Ibu selalu membelanya?" kesal Mas Hanan. Aku jadi kasihan pada kekasihku itu, dia jadi diasingkan gara-gara perempuan asing itu.

"Lebih baik Ibu tak memiliki anak laki-laki sepertimu! Hatimu benar-benar sudah tertutup gara-gara kehadiran perempuan itu. Ibu tak sudi bertukar menantu, dari yang awalnya berlian malah turun kasta menjadi batu kerikil." Aku melongo mendengar ucapan wanita tua itu. Sialan! Dia benar-benar sialan. Seenaknya saja membandingkan aku dengan Aluna. Mana aku diibaratkan seperti batu kerikil lagi!

Kulihat Aluna dan Mbak Ike saling menahan tawa. Ku lempar tatapan tajam pada keduanya. Kesal sekali aku, keliatan sekali mereka ingin menjatuhkanku dihadapan Mas Hanan. Dari pada berlama-lama disini, lebih baik aku mengajak Mas Hanan pergi.

"Sudahlah, Mas. Ngapain kita disini coba? Kedatangan kita tidak disambut baik, kita tak dianggap. Malah lebih dianggap orang asing dibanding anak sendiri. Lebih baik kita pergi saja, Mas," sindirku sambil menarik lengan Mas Hanan. Lelaki itu mengangguk, kami siap melangkahkan kaki, hingga suara Ibu Mas Hanan kembali menghalangi langkah kami.

"Bagus itu. Ternyata kamu sadar diri juga tak dianggap disini. Pergilah, pergi yang jauh. Jangan pernah berpikir untuk kembali kesini. Aku lebih baik kehilangan anakku yang bodoh itu, dibanding harus menerima kamu di rumah ini. Kalian berdua cocok, sama-sama bodoh dan tak punya hati," tandas Ibu Mas Hanan. Dia berbalik dengan menggandeng tangan Aluna, sedang Mbak Ike menyempatkan diri melempar tatapan mencemooh padaku sebelum benar-benar masuk mengikuti langkah Ibunya dan Aluna.

Arrrghhh! Aku kesal sekali dengan mereka semua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   55. Ending

    Aku masih saja terisak sambil terus memeluk ibu dari samping. Wanita itu berusaha terlihat tegar, bahkan tak ada lagi air mata yang keluar sejak jenazah bapak dibawa pulang. Ibu dan para tetangga membacakan yasin untuk almarhum bapak. Suara ibu terdengar parau, aku tau jika wanita itu memendam kesedihan hanya demi terlihat kuat oleh orang-orang.Didepan kami, tubuh bapak yang terbujur kaku ditutup dengan kain jarik. Saat kulihat tadi, wajah bapak tampak berseri dengan senyum menghiasi bibir pucatnya. Apa bapak pergi dalam keadaan tenang dan bahagia? Semoga saja iya."Nay, Zavier nangis. Sepertinya mau nyusu," bisik bude Niar menghampiriku. Aku menoleh dan mengangguk, setelah itu berpamitan pada ibu untuk menyusui Zavier ke kamar.Saat aku beranjak ke kamar, ibu mas Hanan menggantikan posisiku dengan duduk disisi kanan ibu, sedang disisi kiri ada mama Aluna yang turut hadir. Dua wanita yang juga berhati malaikat selain Aluna. Meski awalnya ibu mas Hanan sangat membenciku, tapi sekarang

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   54

    Nayma POV Sakit. Sungguh, baru kali ini aku merasakan bagaimana sakitnya dikhianati. Diluar bapak dan ibu sedang menemani mas Hanan dan ibunya bertemu dengan putraku – Zavier. Putra yang ku lahirkan dengan susah payah, dengan kesakitan yang luar biasa Allah hadirkan.Sedang aku disini sendiri. Aku duduk di pinggir jendela dengan gorden yang sengaja ku singkap habis, agar mata bisa memandang langsung hamparan sawah yang menghijau dan mampu meredamkan sakit yang sekarang mendominasi.Saat pertama kali tau mas Hanan berselingkuh, jantungku ribut hingga menimbulkan sesak. Yang ada dipikiranku saat itu, apa kurangnya aku? Setelah selama ini ku terima dia yang hanya menikahiku secara sirih, bahkan rela berpisah dengan ibu dan bapak, serta ku terima saja penolakan keluarganya.Ternyata apa yang dikatakan orang-orang benar. Selingkuh akan menjadi sebuah kebiasaan, tak akan ada yang bisa menghalangi kecuali ia sendiri yang ingin berubah. Dan itu nyata! Bahkan aku baru tau dari Aluna, jika te

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   53

    Merasa bukan ranahnya untuk ikut campur, Aryo bergegas meninggalkan rumah Nayma setelah membungkuk sopan pada Hanan dan Widya. Sementara itu, Widya mengusap bahu sang putra agar bisa lebih tenang."Bu, aku tau jika kesalahanku memang fatal. Tapi ... kedatangan kita kemari pun karena ingin minta maaf dan berdamai dengan Nayma." Hanan menatap kosong pintu rumah yang kini tertutup rapat."Apa aku tak pantas untuk dimaafkan, Bu?" ujar Hanan frustasi."Kesalahan yang paling sulit mendapatkan maaf adalah sebuah pengkhianatan, terutama perselingkuhan. Makanya ibu nggak bisa menyalahkan sikap Nayma padamu sekarang ini. Karena ibu paham bagaimana rasanya jadi dia, diselingkuhi dan diceraikan padahal dia sendiri sedang dalam keadaan hamil besar." Widya sengaja menjeda kalimatnya sejenak, berharap sang putra paham dengan maksudnya."Iya, aku tau, Bu! Tapi–""Harusnya kamu sabar, jangan memaksakan kehendak. Memaafkan itu mungkin mudah, tapi melupakan apa yang sudah terjadi itu yang sulit." Widya

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   52

    Di depan ruang bersalin, Rosidin menunggu dengan harap-harap cemas. Erangan kesakitan Nayma memecah keheningan malam. Didalam sana, perempuan itu sedang berjuang melahirkan dan hanya ditemani sang ibu. Sebagai seorang ayah, Rosidin tak henti merapalkan do'a agar proses persalinan sang putri diberi kelancaran, dan cucu pertamanya bisa lahir dengan selamat.Di sisi lain, Widya tak sedikit pun beranjak dari sisi Hanan. Bahkan saat Ikke memintanya istirahat karena malam kian larut pun di tolak wanita itu. Widya menggenggam tangan Hanan yang dipenuhi alat. Wanita itu tak henti berdoa agar sang putra diberi keselamatan. Widya tak meminta kesembuhan sempurna putranya, dia hanya ingin putranya bertaubat setelah kejadian yang menimpanya malam ini.Di ruang bersalin sedang terjadi kehebohan, pasalnya Nayma mengalami kejang-kejang setelah berhasil melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. Narti menangis histeris bahkan hampir ambruk dan ditenangkan oleh perawat yang bertugas.

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   51

    "Awh ... Bu ... to–long." Tiba-tiba saja Nayma memekik saat merasakan perutnya menegang.Lagi-lagi dia merasakan kontraksi, namun kali ini sangat berbeda seolah telah terjadi sesuatu pada bayinya didalam sana.Narti yang duduk di sofa bersama Rosidin melompat begitu mendengar rintihan kesakitan sang putri. Dia langsung mendekati ranjang Nayma dan bertanya."Nak, ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" tanya Narti cemas.Keringat sebesar biji jagung sudah membanjiri pelipis Nayma. Wajahnya berubah pucat menahan kesakitan yang mendera. Narti mengelus-elus perut Nayma, tapi perempuan itu malah semakin kesakitan."Jangan pegang, Bu, sakiiit ... Nay rasanya ingin buang air besar, tapi ... arrghh ... sakit, Bu." Nayma semakin merintih kesakitan.Melihat putrinya kesakitan, Rosidin sigap keluar dan memanggil suster yang sedang berjaga. Suster tadi langsung bergegas menuju ruang rawat Nayma, dan langsung memeriksanya disana."Eum ... sepertinya bu Nayma sudah mau melahirkan. Kita pindah ke ruang bersa

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   50

    "Nak, makan dulu, ya? Tadi bapak belikan kamu mie ayam. Kamu pasti suka," bujuk Narti. Nayma menggeleng tanpa mau membalikkan badan menghadap orangtuanya. Bahu Narti mengendur bersamaan dengan helaan napas panjang yang keluar dari mulut wanita itu."Biarkan Nayma istirahat dulu, Bu. Mungkin dia belum lapar," kata Rosidin mencoba membesarkan hati sang istri."Tapi, Pak. Dari tadi siang Nayma belum makan, kasihan bayinya," sahut Narti masih tak tenang."Mau bagaimana lagi, Bu? Kita paksa pun Nayma tetap nggak mau, kan? Jadi biarkan dia istirahat dulu. Mungkin dia butuh ketenangan saat ini," kata Rosidin lagi.Mau tak mau, Narti mengangguk juga. Keduanya berbalik dan duduk di sofa, sembari menunggu sang putri bangun."Assalamu'alaikum," kata Aluna dan Widya serentak, bersamaan dengan itu pintu ruangan pun dibuka."Wa'alaikusalam," sahut Narti dan Rosidin pula. Keduanya berdiri menyambut kedatangan Aluna dan Widya."Mbok sama bapak sudah makan?" tanya Aluna. Keduanya menggeleng sebagai j

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   49

    "Mas? Kamu gila?!" bentak Aluna."Kenapa? Apa salah kalau aku minta rujuk? Apalagi antara kita ada Alana. Anak kita butuh kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya, jadi nggak ada salahnya kalau kita rujuk, kan?" balas Hanan santai.Aluna menggelengkan kepala berulang kali. Perempuan itu tak habis pikir dengan cara berpikir laki-laki didepannya itu. Benar-benar dangkal!"Terus gimana dengan calon anakmu dan Nayma? Apa kamu nggak mikirin itu? Kamu nggak kasihan anakmu lahir tanpa ayah? Dimana hati nuranimu sebagai seorang laki-laki sejati, Mas?" cecar Aluna. km"Itu lebih baik. Dia belum pernah bertemu denganku, sedang Alana pernah bersamaku selama dua tahun. Jelas Alana lebih butuh aku dibanding anak Nayma." "Kamu gila! Kamu benar-benar egois, Mas. Setelah selingkuh berulang kali, dan sempat menceraikanku, sekarang kamu datang lagi karena ditolak perempuan itu? Dan kamu pikir aku bersedia kembali pada laki-laki bajingan sepertimu? Lebih baik aku hidup begini, dari pada kembali bersa

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   48

    "Freya?"Panggilan sang ayah membuyarkan lamunan Freya. Perempuan itu mengalihkan pandangan pada Kardi, dia tersenyum menanggapi."Freya belum siap menikah, Yah." Jawaban Freya mengejutkan Hanan. Dia pikir gadis itu akan menuruti keinginannya. Ternyata Freya gadis yang keras kepala.Kardi menghembuskan napas pelan. Dia tak bisa berbuat apa-apa, memaksakan kehendaknya pun bukan pilihan yang tepat, meski ia yakin bisa melakukan itu. Dia ingin putrinya sendiri yang menjatuhkan pilihan, tanpa paksaan apa pun."Boleh ayah tau alasannya?""Alasannya masih sama seperti dulu. Freya belum siap berpisah dari ayah dan Dara. Dan ... Freya ingin mencari laki-laki yang tepat, laki-laki yang bisa menghargai perempuan. Freya takut salah pilih, terus malah masa depan Freya yang jadi korbannya," ucap Freya lugas.Gadis itu menatap Hanan tajam. Dia tak ingin terlihat lemah dihadapan laki-laki pecundang itu. Dia sangat tidak suka diancam dan dipermainkan.Jika saja Hanan laki-laki single, mungkin Freya

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   47

    "Mas, ada apa ini? Mereka ini siapa?" tanya Freya berpura-pura.Dia menatap semua orang bergantian. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara disana, termasuk Widya dan Aluna yang berdiri didekat Hanan dan Freya. Mereka ingin menyaksikan sendiri, bagaimana cara Hanan menjelaskan pada gadis itu tentang kebohongannya."Ahm ... mereka ini ...," Hanan tak kuasa melanjutkan kalimatnya.Jantung laki-laki itu sudah berdegup kencang. Terlebih melihat tatapan mematikan dari Rosidin. Dia langsung memalingkan muka, enggan menatap wajah ayah mertuanya itu."Kenapa, Nak Hanan? Jelaskan pada gadis itu, siapa perempuan hamil yang sedang terbaring lemah ini!" tekan Rosidin.Freya menoleh pada Hanan, dia memasang tampang bingung, seolah meminta jawaban dari laki-laki itu."Mas?" Freya menatap langsung wajah lelaki disisinya."Di–a ... istri Mas, Fre. Tapi, mas akan segera menceraikannya agar kita bisa menikah." Jawaban Hanan sama sekali tak mengejutkan Freya. Tapi tidak dengan yang lain, terlebih N

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status