Serra mengembangkan senyum kala Bryan menatap dirinya dari atas ke bawah, ia merasa suaminya mulai tergoda dengan tubuhnya yang hanya dibalut lingerie.
"Bryan pasti tergoda," tebak Serra dalam hatinya. "Mana ada laki-laki bisa menahan hasratnya ketika melihat keindahan tubuhku.""Sedang apa kamu di kamar ayah?" tanya Bryan dengan wajah santai agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Pakai pakaian seperti ini ke kamar, ayah," tegurnya pura-pura perhatian.
Wajah Serra berubah kebingungan dengan pertanyaan Bryan, ia jadi salah tingkah dan lupa memakai penutupnya saking keasyikan memadu kasih dengan Eden tanpa henti.Eden mendengar hal itu, ia keluar untuk membantu Serra yang terlalu lama diam. Dia takut jika rencananya akan gagal, kalau sampai Bryan curiga."Ayah tadi tiba-tiba tidak enak badan, minta tolong pada Serra mengambilkan air. Mungkin dia pSerra teramat kesal dengan perlakuan Bryan yang semakin berusaha menjauh dan menolaknya. Dia melempar tubuhnya ke ranjang dengan kasar, sebegitu tak tergodanya ia di mata suaminya. Padahal, segala cara dilakukan agar lelaki polos itu mau menyentuh. Termasuk memperlihatkan tubuhnya secara langsung, tapi tetap saja iman Bryan kuat."Bryan, kau semakin membuatku penasaran," gumam Serra menarik selimut, bergegas ingin tidur karena lelah seharian melayani nafsu Eden yang sangat besar. Walau ia tua, tapi tenaga dan gairahnya sangat kuat.Dibanding lelaki manapun yang pernah dicobanya, tetap Eden lebih bisa memuaskannya. Ketimbang Arback dan Nalan bahkan lelaki lainnya. Hanya saja, Serra penasaran dengan keperkasaan Bryan. Semakin lelaki itu menolaknya, semakin tinggi hasrat untuk tidur dengan suaminya.Serra memang wanita yang sering tidur dengan laki-laki sebelum bersama Nalan, sudah puluhan pria yan
"Aku benci kakakmu yang sejak tadi menyindir masa laluku," tegur Nalan setelah Seon pulang. Amarahnya diluapkan pada istrinya."Kenapa kamu mikir seperti itu? Kakakku bukan orang yang suka menyindir, emang kamu kembali sama Serra?" tanya Mayra membela kakaknya karena marah sang suami dianggapnya tidak masuk akal.Nalan terhenyak, ia diam kala mendapat pertanyaan yang hampir terjebak didalamnya sendiri."Bu-bukan berarti aku tersindir karena kembali sama Serra, tapi ia terus mengungkit masa lalu yang jelas tahu aku masih terbayang kesana," kilah Nalan gagap."Tapi, kakakku tidak berniat menyinggung kamu. Dia cerita soal masa lalunya, semua orang punya masa lalu, Nalan. Bukan cuma kamu," bantah Mayra yang tidak terima Seon di tuduh. Dia sangat tahu kakaknya itu seperti apa! Terlebih lagi, sikap mereka berdua tadi bisa membuat Seon tidak curiga.
"Yan, aku keluar dulu ya. Ada urusan sama teman, biasa soal bisnis," pamit Serra pada Bryan yang tengah menikmati sarapan buatannya sendiri. Sejak tahu ada sesuatu dalam minuman, ia jadi mawas diri."Sepagi ini?" tanya Bryan melirik jam di dinding pukul 06.30 pagi. Ia masih pura-pura seperti biasa, setelah semalam pengakuannya tetap melakukan peran suaminya. Eden yang sudah keluar sejak pagi buta ketika mereka belum bangun."Hum, lebih cepat lebih baik dan aku tidak akan pulang dalam 2 hari.""Oh, baiklah," ucap Bryan santai sembari meneguk habis kopinya. Serra pun pergi meninggalkan sang suami seorang diri di meja makan.Pagi ini jadwalnya untuk melayani Arback selama 3 jam, sesuai kesepakatan kemarin sebelum janjian dengan Nalan. Ia berangkat dengan hati senang, karena akan memuaskan langsung 2 laki-laki.Setelah memastikan Serra perg
"Marco benar-benar membuatku marah, bisa-bisanya ia menyuruhku menusuk Nalan lagi. Waktu Serra saja, aku penuh rasa bersalah karena memisahkan mereka. Namun, setelah tahu banyak tentang wanita itu, aku ingin membantunya keluar dari bayang-bayang Serra," gumam Bryan kesal. Baru kali ini selama menjalin persahabatan, tak pernah sekalipun ia marah bahkan kesal seperti ini."Aduh! Siapa yang bisa aku mintai tolong?" pikirnya kebingungan. Dia mondar mandir di depan kantor Marco seorang diri. Orang-orang berlalu lalang melihatnya dengan tatapan aneh tapi Bryan sama sekali tidak peduli. Ia berpikir keras siapa yang bisa dimintai tolong agar mereka tidak bertemu.Namun, pikirannya kembali pada Atras. Sepupunya yang menjadi kakak ipar Nalan, mereka masih sering berkomunikasi. Atras tidak pernah menyalahkan Bryan atas perjodohan yang dilakukan Bibinya itu, begitu juga dengan Nami. Mereka berpikir luas, tak sempit seperti adiknya.
Nalan membuka pintu dan terkejut dengan kedatangan Atras yang mendadak."Kak, sama siapa?" tanya Nalan matanya mencari-cari Nami tapi tak ditemukan.Atras memperhatikan dari atas ke bawah, pakaian Nalan begitu rapi tapi bukan seperti orang kantoran melainkan memakai kaos hitam polos dan jeans abu serta sepatu kets putih."Benar saja, pasti mau menemui Serra," tebak Atras dalam hati."Kak, ada apa?" tanya Nalan sekali lagi membuyarkan lamunan Atras."Tidak ada! Hanya lewat saja, aku lama tidak melihatmu.""Ayo masuk!" silah Nalan dan mengikuti Atras dari belakang. "Ya, ampun kak Atras pakai datang segala lagi, semoga saja dia cepat pulang," gumamnya cemas."Oh, ya mana Mayra?" tanya Atras melihat sekitar rumah tapi sepi bahkan suaranya pun tak terdengar."
Setelah Serra memutuskan sambungan telepon secara sepihak karena amarah yang memuncak, Nalan mulai stres memikirkan semuanya. Di saat bersamaan keluarga kakaknya datang, ia tak tahu harus bagaimana membuat Serra mengerti dan membujuknya.Entah mengapa Nalan merasa, Serra yang dulu telah berubah. Wanita itu semakin emosian dan tak mau tahu, jika dulu sewaktu pacaran dia sangat memahami dirinya bahkan tak sampai berbicara keras apalagi marah.Dia pun kembali ke ruang tamu, di mana mereka berkumpul. Wajahnya terlibat sedih dan itu sangat susah ia sembunyikan di depan keluarganya.Hingga matanya melirik ke arah Mayra yang sedang bermain dengan Zena, kejadian tadi membuatnya teringat dan terperanjat. Nalan memperhatikan bibir yang tadi disentuhnya berharap gadis itu tak menyadari perbuatannya yang spontan."Kenapa kamu, Nalan?" tanya Nami yang memperhatikan gerak gerik adikny
Ketika pagi menjelang, keduanya belum bangun. Namun, ada hal yang dirasakan Mayra seperti tubuhnya tertindih sesuatu dan ada memegang gundukannya.Ketika bangun, Mayra perlahan mengerjap. Matanya melihat ke arah yang menimpanya, betapa terkejutnya Nalan memeluk dari belakang sembari memegangi gundukan.Sontak membuatnya berbalik dan Nalan masih tertidur pulas, artinya lelaki itu tak menyadari tangannya sudah menyentuh bagian sensitifnya."Astaga! Aku ingin teriak, tapi Zena masih tidur. Aku takut membangunkannya," gumam Mayra melepaskan perlahan tangan Nalan tapi dirasakannya hingga terbangun dan dalam sekejap matanya melebar mendapati pemandangan mengejutkan."Mayra, a-aku...," lirih Nalan gugup."Singkirkan!" titah Mayra. Dengan cepat Nalan mengambil tangannya, ia tak menyangka dalam keadaan tidur tangannya kemana-mana."
Deg!Deg!Malam berganti begitu cepat, seharian mengurus Zena berdua waktu tak terasa. Bahkan, adanya gadis balita itu di tengah mereka mempererat hubungan yang selama beberapa hari renggang.Nalan juga sedikit tak memikirkan Serra, karena Zena selalu ingin bersamanya. Hingga malam mulai muncul di langit, mereka tersadar akan kejadian tadi pagi.Detak jantung terus berirama kala mereka kembali seranjang. Mayra tetap sama memunggungi Nalan, karena merasa canggung jika saling berhadapan.Sedangkan Nalan mulai tak karuan lagi, ia semakin tak bisa menahan gejolak di dalam dadanya. Ingin sekali memeluk, bahkan mencumbui istrinya. Namun, sadar akan hal yang sudah ditekankannya. Tidak akan menyentuh Mayra.Waktu terasa lama menjelang pagi, kali kedua Nalan tak bisa tidur. Dia juga tidak bisa pindah dari kamar ini, karena Zena sedang mengawasinya. Bocah