Share

Bab 2

Author: Humairah97
last update Last Updated: 2023-07-21 07:08:06

Doni naik di atas panggung berniat menyanyikan sebuah lagu, sebagai kata perpisahan. Lagu milik Judika berjudul Aku Yang Tersakiti mengalun indah mewakili perasaannya. Para tamu undangan terhanyut mendengar suara merdu milik Doni. Namun, lain lagi dengan Laila, wanita itu menunduk dalam merasa bersalah telah meninggalkan mantan pacarnya hanya demi masa depan yang baik.

Laila memejamkan mata meresapi setiap lirik yang terucap dari bibir Doni. Memori kenangan bersama mereka berputar seiring lirik lagu dinyanyikan. Gadis itu menyesalkan perjodohan yang dilakukan sang paman dan mengutuk kehidupannya yang jauh dari kata layak.

'Sakit sekali Tuhan.' Laila menekan dada pelan.

Disisi lain Hendra bercengkrama bersama sahabatnya tidak memperhatikan Laila.

Ya, tidak lama setelah Doni turun dari prlaminan beberapa teman Hendra datang, termasuk Saka sahabat yang menjadi mak comblang. Mereka membuat riuh di atas pelaminan hingga Hendra tidak menyadari jika Doni di atas panggung dan bernyanyi.

"Eh, lelaki itu tatapan matanya dalam banget ke kamu, La." Celetukan Santi, kakak Hendra. Seketika suasana menjadi hening.

Santi yang ingin mengajak adik iparnya berkenalan dengan keluarga, tidak sengaja melihat tatapan mata Doni.

"Bener tuh, dalem banget lagunya." Bisik-bisik dari sahabat Hendra pun terdengar menyakitkan lelaki yang baru saja menyandang status suami. Dia langsung menoleh, melihat Laila dan lelaki tadi secara bergantian.

Laila yang mulai sadar menjadi pusat perhatian, mulai mencari alasan.

"Mana ada, kalian ini sembarangan aja kalau ngomong," ujar Laila ketus sembari membuang muka. Dalam hati Laila benar-benar takut semua orang tahu siapa Doni.

"Lihat dulu, La. Pandangan matanya. Seperti tersakiti banget, lho." Lagi, Santi berbicara dan mendapat anggukan dari yang lain.

"Mbak! Jangan ikut campur urusan orang. Urus sendiri urusan kamu." Tanpa sadar Laila berbicara dengan suara lantang, sebab jengah dan merasa terpojok. Dia berdiri sembari menyincing gaunnya, siap untuk meninggalkan pelaminan.

Dengan cepat Hendra menahan tangan Laila seraya bertanya,

"Dek, kamu kok begitu?"

"Kakakmu yang mulai, Mas." Dihempaskan tangan Hendra, lalu melipat tangan di dada.

Saka dan beberapa teman Hendra yang lain cukup terkejut dengan sikap Laila. Terutama Santi, wanita beranak satu itu terdiam dengan mulut terbuka.

"Mbak Santi 'kan cuma bicara yang dia lihat, memang tatapan mata lelaki itu sangat dalam sama kamu." Hendra mencoba menjelaskan. Namun, karena Laila terlanjur kesal, tanpa memperdulikan ucapan Hendra, dia melangkah menuruni tangga pelaminan.

"La, Mbak minta maaf." Santi berteriak sembari berusaha mengejar, tetapi Laila tidak perduli.

Teriakan Santi beberapa kali akhirnya menjadi pusat perhatian, terutama Bu Tari. Wanita paruh bayah tersebut menghampiri Laila yang hampir sampai di ambang pintu, penghubung antara tempat acara dan ruang tamu.

"Ada apa, Nak?" Raut khawatir nampak jelas di wajah tua itu.

Sama seperti Santi tadi, Laila pun tidak memperdulikan pertanyaan dari mertuanya. Dia berjalan sembari menghentak-hentakan kaki. Tentu saja ucapan sumbang dari para tamu undangan tidak terelakkan.

"Menantu nggak punya sopan santun."

"Baru sehari, gimana sebulan, terus setahun. Benar-benar menantu durhaka."

Banyak lagi ucapan sumbang yang di dengar Bu Tari, tapi dia hanya mampu mengusap dada dan beristigfar. Melihat Laila sudah jalan menjauh, tidak kehabisan akal Bu Tari mengejar sebab ingin tahu penyebab kegaduhan. Di kesampingkan rasa sedih dan kesal.

"La, Laila. Tunggu!" Sembari berteriak Bu Tari berlari-lari kecil, tetapi karena sudah tua tenaganya tidak lagi kuat mengejar langkah Laila yang lebar.

Sementara itu Hendra dan Santi masih terkejut dengan sikap yang Laila tunjukkan. Apalagi di depan tamu, sangat tidak patut di tunjukan.

Tidak lama setelahnya, Hendra menyusul sang ibu. Sampai di undakan tangga terakhir dekat kamar Hendra melihat beberapa kali Bu Tari mengetuk pintu. Lelaki itu menghela napas sembari berjalan mendekat.

"Buka pintunya, La. Kalau ada yang salah kita bicarakan baik-baik." Tidak putus asa Bu Tari terus saja membujuk.

"Buk." Hendra memegang bahu ibunya.

Bu Tari menoleh.

"Laila kenapa? Baru sehari dia jadi bagian keluarga kita, kenapa udah ada masalah? Kamu apakan, Hendra?" Bu Tari menatap tajam putranya.

"Masalah sepele, Buk. Udah Ibuk pergi aja nanti aku yang ngomong sama Laila."

"Kamu harus jaga mantu Ibuk, Ndra. Awas kalau kamu sakiti, kamu bakal berhadapan sama Ibuk. Ingat itu!" Setelah mengatakan itu Bu Tari pergi meninggalkan putranya.

Di dalam kamar Laila sengaja menempelkan telinga di daun pintu guna mendengar pembicaraan suami dan mertuanya. Mendengar ibu mertua membela, bibir mungilnya menyunggingkan senyum kemenangan.

Dia bersandar di pintu. Namun, saat yang besamaan Hendra memutar gagang pintu.

Laila panik, bergegas menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang, lalu menutup tubuhnya menggunakan selimut.

"La, kamu udah tidur?" Hendra bertanya setelah pintu terbuka. Namun, tidak ada jawaban dari Laila. Sayup-sayup Hendra mendengar suara isak tangis.

Hendra menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang, disibaknya selimut yang menutupi tubuh wanita yang baru saja menjadi istrinya itu.

"Kamu kenapa, hm?" Dengan suara lembut dia bertanya.

Laila mengusap air mata yang sengaja dikeluarkan, lalu duduk.

"Aku nggak suka sama ucapan Mbak Santi."

"Tapi, Mbak Santi tadi udah minta maaf. Nggak salah juga, laki-laki tadi natap kamu dalam banget. Ada hubungan apa kamu sama dia?" Hendra memicingkan mata menunggu jawaban dari sang istri.

Mendapat pertanyaan menohok, membuat Laila salah tingkah. Tadi dia berani menatap mata Hendra, tetapi kini membuang muka ke sembarang arah.

"Berulang kali aku bilang dia bukan siapa-siapa. Kalau kamu nggak percaya ya terserah. Aku bisa apa." Untuk menutupi rasa gugup, Laila berbicara sesantai mungkin.

Hendra mengangguk percaya.

"Tapi, sikap kamu ke Ibuk keterlaluan, La. Di depan banyak orang kamu nggak menghargai Ibuk."

Tentu saja sikap yang ditunjukan oleh Laila tadi, Hendra tahu dan bisik-bisik tidak enak pun dia mendengarnya.

"Salah Ibuk kenapa sok perduli," ujar Laila ketus.

Seketika wajah Hendra memerah, kedua tangannya mengepal. Dia tidak suka dengan perkataan yang baru saja Laila ucapkan dan tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut wanita yang baru hitungan jam menjadi istrinya.

"Laila!" bentak Hendra. Lelaki yang tadi duduk, kini sudah berdiri sembari berkacak pinggang.

Mendapat bentakan Laila beringsut mundur. "Aku nggak salah, Mas. Aku begini karena Mbakmu."

Walau ketakutan Laila berusaha membela diri.

"Tapi, La kamu-"

"Keluarlah, Mas. Aku mau tidur."

Tidak perduli dengan perasaan pasangannya, Laila kembali membungkus tubuh dengan selimut.

"Kita belum selesai, buka selimutnya." Hendra menarik selimut. Laila menahannya. Akhirnya terjadi aksi saling tarik.

"Laila, kita bicara baik-baik. Mas nggak mau kita seperti ini." Sedikit sentakan, selimut yang dipertahankan Laila tersingkap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Salah Pilih Istri   Bab 116

    "Apa-apaan ini, Mas?" "Rasakan! Buat malu. Bukannya untung malah dapat malu nikahin kamu. Cantik-cantik murahan. Cuih!" Lelaki bertubuh tambun serta rambut putih memenuhi kepalanya itu berkacak pinggang setelah mendorong istrinya hingga terjerembap. Tidak puas sampai di situ dia pun membuka ikat pinggang, lalu diayunkan hingga mengenai punggung wanita yang sudah setahun menjadi istrinya. Tidak ada belas kasihan karena emosi membakar hati.Plak! Plak!"Ampun, Mas ...." rintih Laila.Ya, wanita itu adalah Laila yang sudah menikah dengan juragan tanah di kampung satu tahun lalu ...."Mak, apa-apaan ini? Aku nggak mau nikah sama dia. Udah tua!" kata Laila kala baru tiba di rumah."Tapi kaya, dari pada kau kejar terus Hendra itu nggak dapet-dapet. Jamuran aku nunggu kaya. Sekarang rumah ini hasil dari juragan Seno. Mau nggak mau kau harus nikah sama dia.""Nggak!"Para tamu undangan saling pandang melihat perdebatan ibu dan anak itu. Begitu juga Juragan Seno merasa di permalukan karena m

  • Salah Pilih Istri   Bab 115

    Sudah satu jam Hendra bersama yang lainnya mencari Ahmad, tetapi belum juga mendapatkan titik terang.Pikiran semakin kalut kala melihat awan mulai berubah warna kuning keemasan, sebentar lagi waktu magrib tiba. "Gimana Ndra, udah ketemu belum, Le?" tanya Bu Tari di seberang telepon.Wanita paruh paya itu menunggu di rumah harap-harap cemas, tidak bisa ikut mencari karena sejak Ahmad hilang tubuhnya tiba-tiba lemas tak bertenaga dan tidak berhenti menangis. "Belum Buk, ini Saka, Hendra masih fokus ke jalanan.""Kalau udah ketemu langsung kabari Ibuk, ya," kata Bu Tari dengan suara parau. Setelah mengiyakan lantas sambungan telepon terputus."Gimana ini Ndra, belum ketemu juga?" tanya Saka yang mengemudi menyusuri jalanan.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Hendra. Pandangan tidak lepas sepanjang jalan, dengan teliti mencoba mencari Ahmad di tengah padatnya jejeran rumah hingga tepi jalan raya. Bibirnya tidak berhenti melapaskan nama Allah agar hati lebih tenang, meski situasi

  • Salah Pilih Istri   114

    Beberapa kali Laila mencoba menemui Ahmad di luar hanya mendapat kegagalan. Padahal dia ingin sekali menggunakan Ahmad sebagai alat agar uang terus mengalir ke dompetnya. Namun, ada saja halangannya. Kini, dia kembali mencoba, tetapi di rumah Bu Tari. Berharap Ahmad bermain di luar.Baru percobaan pertama mendapat penolakan dari penjaga rumah. Dia kekeuh ingin masuk hingga memancing amarah. Tanpa rasa hormat penjaga tersebut menyeret Laila hingga jauh dari rumah majikkannya."Lebih baik, Mbak pergi dari sini.""Huuu, dasar pembantu kurang ajar," makinya kesal sembari berjalan menjauh.Wanita itu tidak menyerah, dia mencari tempat sembunyi menunggu Hendra keluar rumah, baru menemuinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Laila tersenyum lebar saat melihat mobil Hendra keluar. Cepat dia menghadang.Decitan ban mobil dan jalan memekakan telinga. Terpaksa ngerem mendadak. Lantas Hendra dan Saka saling pandang melihat wanita berdiri merentangkan tangan."Laila," gumam Hendra tak percaya dengan p

  • Salah Pilih Istri   Bab 113

    Berkat bantuan ibunya kini Laila benar-benar terlepas dari Arman, lelaki yang diperjuangkan, tetapi penuh perjuangan pula saat ingin lepas darinya. Laila mengancam akan membunuh jika Arman tidak pergi. Mau tidak mau, setelah terucapnya talak Arman pergi dari kampung, membawa amarah terpendam.Sekarang dengan tekat yang kuat, Laila akan berangkat ke tempat di mana dia selalu di jadikan ratu. Cukup sudah penderitaannya yang dia rasakan. Berbekal uang hasil kerja keras menjadi buruh dia pergi menggunakan bus. Dia duduk gelisah, tidak sabar menemui lelaki yang selalu berada dalam benaknya. Berharap dalam hati sang pujaan hati belum memiliki tambatan hati baru.Setelah melakukan perjalanan panjang, akhirnya Laila sampai di terminal."Akhirnya .... Aku datang, Mas ...." ucapnya sembari menghirup udara kota yang sudah lama tidak dirasakan. Bibirnya tidak henti tersenyum.Rindu kian menggebu kala mengingat semua kenangan manis bersama Hendra berputar bak karet. Padahal dulu Laila menganggap

  • Salah Pilih Istri   Bab 112

    "Paket .... Paket ....""Iya, paket dari siapa, Mas?" tanya Laila pada kurir. Merasa heran tidak biasanya ada paket."Ada alamatnya di situ, Kak, bisa dilihat sendiri."Wanita yang mengenakan kerudung instant itu mendengkus. Tentu dia tahu, hanya saja malas membaca siapa pengirimnya. Bertanya lebih mudah, begitu menurut Laila.Setelah membubuhkan tanda tangan, kurir segera pergi meninggalkan Laila yang wajahnya berubah masam."Apa sih, ini?" Dibaca alamat yang tertera. Betapa senangnya Laila tahu jika pngirimnya adalah Hendra. Tanpa sadar dia senyum-senyum sendiri membayangkan isinya. Sebab, teringat ibunya yang menelepon meminta uang pada mantan suaminya itu."Apa uang, ya. Tapi, ringan. Apa surat rumah?" Laila menerka-nerka seraya membuka bungkusan itu. Tidak sabar mengetahui isinya. Jika benar dugaanya, betapa senang hidupnya."Eh, apaan tuh, La? Tumben banget dapet paket?" tanya Wak Ijah yang lewat seketika Laila menghentikan aktivitasnya."Bukan urusan Uwak, paket-paketku juga."

  • Salah Pilih Istri   Bab 111

    "Kenapa uangnya cuma segini!" bentak Arman karena Laila membawa pulang uang hanya lima puluh ribu saja."Memang adanya segitu. Lihat ini tanganku melepuh kerja dari pagi sampai jam segini. Pulang-pulang malah dapet amukan. Kita cerai aja!" teriak Laila tidak kalah kuat. Mencoba untuk tidak kalah. Lantas melangkah pergi, tetapi baru beberapa langkah Arman mencekal tangannya.Plak! Plak!"Apa katamu? Cerai? Enak aja. Atau mau aku viralkan video kita?" tanya Arman sembari menunjuk-nunjuk wajah wanita yang baru sehari menjadi istrinya.Serangan yang tiba-tiba membuat Laila terduduk di lantai, tak kuasa menahan tangis. Bukan karena sakitnya tamparan, tetapi tidak tahan hidup dalam kemiskinan dan tekanan lelaki yang kini menatap nyalang ke arahnya. "Nangis? Gitu aja nangis?" teriak Arman. Urat lehernya sampai terlihat karena terlalu emosi."Kalian ini kenapa sih, ribut terus. Lihat itu, semua ketakutan." Bu Hambar menunjuk anak-anaknya yang mengintip di balik pintu kamar.Sepasang suami

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status