Share

Bab 2

Doni naik di atas panggung berniat menyanyikan sebuah lagu, sebagai kata perpisahan. Lagu milik Judika berjudul Aku Yang Tersakiti mengalun indah mewakili perasaannya. Para tamu undangan terhanyut mendengar suara merdu milik Doni. Namun, lain lagi dengan Laila, wanita itu menunduk dalam merasa bersalah telah meninggalkan mantan pacarnya hanya demi masa depan yang baik.

Laila memejamkan mata meresapi setiap lirik yang terucap dari bibir Doni. Memori kenangan bersama mereka berputar seiring lirik lagu dinyanyikan. Gadis itu menyesalkan perjodohan yang dilakukan sang paman dan mengutuk kehidupannya yang jauh dari kata layak.

'Sakit sekali Tuhan.' Laila menekan dada pelan.

Disisi lain Hendra bercengkrama bersama sahabatnya tidak memperhatikan Laila.

Ya, tidak lama setelah Doni turun dari prlaminan beberapa teman Hendra datang, termasuk Saka sahabat yang menjadi mak comblang. Mereka membuat riuh di atas pelaminan hingga Hendra tidak menyadari jika Doni di atas panggung dan bernyanyi.

"Eh, lelaki itu tatapan matanya dalam banget ke kamu, La." Celetukan Santi, kakak Hendra. Seketika suasana menjadi hening.

Santi yang ingin mengajak adik iparnya berkenalan dengan keluarga, tidak sengaja melihat tatapan mata Doni.

"Bener tuh, dalem banget lagunya." Bisik-bisik dari sahabat Hendra pun terdengar menyakitkan lelaki yang baru saja menyandang status suami. Dia langsung menoleh, melihat Laila dan lelaki tadi secara bergantian.

Laila yang mulai sadar menjadi pusat perhatian, mulai mencari alasan.

"Mana ada, kalian ini sembarangan aja kalau ngomong," ujar Laila ketus sembari membuang muka. Dalam hati Laila benar-benar takut semua orang tahu siapa Doni.

"Lihat dulu, La. Pandangan matanya. Seperti tersakiti banget, lho." Lagi, Santi berbicara dan mendapat anggukan dari yang lain.

"Mbak! Jangan ikut campur urusan orang. Urus sendiri urusan kamu." Tanpa sadar Laila berbicara dengan suara lantang, sebab jengah dan merasa terpojok. Dia berdiri sembari menyincing gaunnya, siap untuk meninggalkan pelaminan.

Dengan cepat Hendra menahan tangan Laila seraya bertanya,

"Dek, kamu kok begitu?"

"Kakakmu yang mulai, Mas." Dihempaskan tangan Hendra, lalu melipat tangan di dada.

Saka dan beberapa teman Hendra yang lain cukup terkejut dengan sikap Laila. Terutama Santi, wanita beranak satu itu terdiam dengan mulut terbuka.

"Mbak Santi 'kan cuma bicara yang dia lihat, memang tatapan mata lelaki itu sangat dalam sama kamu." Hendra mencoba menjelaskan. Namun, karena Laila terlanjur kesal, tanpa memperdulikan ucapan Hendra, dia melangkah menuruni tangga pelaminan.

"La, Mbak minta maaf." Santi berteriak sembari berusaha mengejar, tetapi Laila tidak perduli.

Teriakan Santi beberapa kali akhirnya menjadi pusat perhatian, terutama Bu Tari. Wanita paruh bayah tersebut menghampiri Laila yang hampir sampai di ambang pintu, penghubung antara tempat acara dan ruang tamu.

"Ada apa, Nak?" Raut khawatir nampak jelas di wajah tua itu.

Sama seperti Santi tadi, Laila pun tidak memperdulikan pertanyaan dari mertuanya. Dia berjalan sembari menghentak-hentakan kaki. Tentu saja ucapan sumbang dari para tamu undangan tidak terelakkan.

"Menantu nggak punya sopan santun."

"Baru sehari, gimana sebulan, terus setahun. Benar-benar menantu durhaka."

Banyak lagi ucapan sumbang yang di dengar Bu Tari, tapi dia hanya mampu mengusap dada dan beristigfar. Melihat Laila sudah jalan menjauh, tidak kehabisan akal Bu Tari mengejar sebab ingin tahu penyebab kegaduhan. Di kesampingkan rasa sedih dan kesal.

"La, Laila. Tunggu!" Sembari berteriak Bu Tari berlari-lari kecil, tetapi karena sudah tua tenaganya tidak lagi kuat mengejar langkah Laila yang lebar.

Sementara itu Hendra dan Santi masih terkejut dengan sikap yang Laila tunjukkan. Apalagi di depan tamu, sangat tidak patut di tunjukan.

Tidak lama setelahnya, Hendra menyusul sang ibu. Sampai di undakan tangga terakhir dekat kamar Hendra melihat beberapa kali Bu Tari mengetuk pintu. Lelaki itu menghela napas sembari berjalan mendekat.

"Buka pintunya, La. Kalau ada yang salah kita bicarakan baik-baik." Tidak putus asa Bu Tari terus saja membujuk.

"Buk." Hendra memegang bahu ibunya.

Bu Tari menoleh.

"Laila kenapa? Baru sehari dia jadi bagian keluarga kita, kenapa udah ada masalah? Kamu apakan, Hendra?" Bu Tari menatap tajam putranya.

"Masalah sepele, Buk. Udah Ibuk pergi aja nanti aku yang ngomong sama Laila."

"Kamu harus jaga mantu Ibuk, Ndra. Awas kalau kamu sakiti, kamu bakal berhadapan sama Ibuk. Ingat itu!" Setelah mengatakan itu Bu Tari pergi meninggalkan putranya.

Di dalam kamar Laila sengaja menempelkan telinga di daun pintu guna mendengar pembicaraan suami dan mertuanya. Mendengar ibu mertua membela, bibir mungilnya menyunggingkan senyum kemenangan.

Dia bersandar di pintu. Namun, saat yang besamaan Hendra memutar gagang pintu.

Laila panik, bergegas menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang, lalu menutup tubuhnya menggunakan selimut.

"La, kamu udah tidur?" Hendra bertanya setelah pintu terbuka. Namun, tidak ada jawaban dari Laila. Sayup-sayup Hendra mendengar suara isak tangis.

Hendra menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang, disibaknya selimut yang menutupi tubuh wanita yang baru saja menjadi istrinya itu.

"Kamu kenapa, hm?" Dengan suara lembut dia bertanya.

Laila mengusap air mata yang sengaja dikeluarkan, lalu duduk.

"Aku nggak suka sama ucapan Mbak Santi."

"Tapi, Mbak Santi tadi udah minta maaf. Nggak salah juga, laki-laki tadi natap kamu dalam banget. Ada hubungan apa kamu sama dia?" Hendra memicingkan mata menunggu jawaban dari sang istri.

Mendapat pertanyaan menohok, membuat Laila salah tingkah. Tadi dia berani menatap mata Hendra, tetapi kini membuang muka ke sembarang arah.

"Berulang kali aku bilang dia bukan siapa-siapa. Kalau kamu nggak percaya ya terserah. Aku bisa apa." Untuk menutupi rasa gugup, Laila berbicara sesantai mungkin.

Hendra mengangguk percaya.

"Tapi, sikap kamu ke Ibuk keterlaluan, La. Di depan banyak orang kamu nggak menghargai Ibuk."

Tentu saja sikap yang ditunjukan oleh Laila tadi, Hendra tahu dan bisik-bisik tidak enak pun dia mendengarnya.

"Salah Ibuk kenapa sok perduli," ujar Laila ketus.

Seketika wajah Hendra memerah, kedua tangannya mengepal. Dia tidak suka dengan perkataan yang baru saja Laila ucapkan dan tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut wanita yang baru hitungan jam menjadi istrinya.

"Laila!" bentak Hendra. Lelaki yang tadi duduk, kini sudah berdiri sembari berkacak pinggang.

Mendapat bentakan Laila beringsut mundur. "Aku nggak salah, Mas. Aku begini karena Mbakmu."

Walau ketakutan Laila berusaha membela diri.

"Tapi, La kamu-"

"Keluarlah, Mas. Aku mau tidur."

Tidak perduli dengan perasaan pasangannya, Laila kembali membungkus tubuh dengan selimut.

"Kita belum selesai, buka selimutnya." Hendra menarik selimut. Laila menahannya. Akhirnya terjadi aksi saling tarik.

"Laila, kita bicara baik-baik. Mas nggak mau kita seperti ini." Sedikit sentakan, selimut yang dipertahankan Laila tersingkap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status