Share

Semuanya Ingat, Kecuali Kamu

"Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. 

"Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan.

"Jadi maksud Mama aku udah nikah?"

"Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"

Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!"

"Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"

Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. 

"Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?

Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan suatu kesalahan yang membuat mereka sedih, meskipun dia sendiri merasa tidak melakukan kesalahan apa pun.

"Ayo kamu berbaring lagi. Kamu masih butuh istirahat," ujar Andrea membawa Cassie mundur dan duduk di atas tempat tidur.

"Oh, dokter," seru Edwin menoleh ke arah pintu. Mata Cassie terlepas dari Mario yang menatap dingin, kemudian berganti melihat sang dokter.

"Selamat pagi, Ny. Cassiopeia. Bagaimana kabar Anda?" sapa dokter tersenyum pada Cassie. Di belakangnya ada seorang perawat yang membawa alat pemeriksa tekanan darah. "Apa ada rasa pusing, mual, atau lainnya?"

"Aku baik dan … bingung," jawab Cassie jujur.

"Tidak masalah jika Anda bingung," balas dokter mengeluarkan semacam senter kecil, lalu mencoba mengecek refleks cahaya pada pupil mata Cassie.

"Maaf, dokter, tapi Cassie ngga ingat apa pun tentang suami juga mertuanya, apa itu wajar?" tanya Andrea mewakili keempat orang lainnya.

"Dan Cassie juga berpikir kalau dia masih kuliah," timpal Edwin. "Itu jelas salah, dokter."

Perhatian dokter terlepas dari Cassie.

"Silakan dilanjutkan," perintahnya pada sang perawat seraya melangkah menjauhi Cassie. Orang-orang pun mengikuti. Berdiri mengerubungi sang dokter.

"Apa yang sebenarnya terjadi, dokter?"

Dokter menoleh sekilas pada Cassie sebelum benar-benar menjawab.

"Sebenarnya kehilangan memori akibat benturan ringan di kepala adalah hal yang biasa terjadi. Terdapat bagian otak yang mengalami gangguan, terutama pada bagian yang berfungsi untuk memproses ingatan, sehingga membuat beberapa ingatan sebelum-sebelumnya gagal terpanggil kembali. Tapi apa yang terjadi pada Ny. Cassie ini saya pastikan hanya sementara. Ingatan Ny. Cassie akan kembali pulih seiring berjalannya waktu, karena dari hasil pemeriksaan CT scan pun memang tidak ada cedera berat di kepalanya," jelas dokter sengaja memelankan suara.

Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tapi dari kejauhan Cassie melihat reaksi Andrea, Edwin, Lily, dan Samuel tampak begitu lega. Namun, tidak dengan Mario. Mungkin memang pada dasarnya dia adalah lelaki dingin tanpa ekspresi, karena berdasarkan apa yang mata Cassie tangkap dia terlihat biasa saja.

"Tapi semuanya baik-baik saja, dokter?" Edwin memastikan.

Dokter mengangguk pelan. 

"Iya. Semua baik-baik saja. Akan tetapi, ada baiknya jangan terlalu mendesak Ny. Cassie untuk segera memulihkan ingatannya. Bisa dilakukan secara perlahan. Pastinya jangan sampai terlalu membuatnya banyak pikiran, stres, dan lainnya yang justru akan menyebabkan proses pemulihannya menjadi terhambat."

Edwin merangkul Andrea. 

"Berarti untuk sekarang ini, kami biarkan saja ingatannya berjalan apa adanya atau bagaimana, dokter?" tanya Samuel.

"Iya, dok. Saat ini yang Cassie ingat umurnya masih 18 tahun, karena dia merasa harus ikut acara orientasi di kampusnya. Bahkan dia lupa kalau Mario adalah suaminya," timpal Andrea. "Tapi kami sudah terlanjur memberitahunya kalau dia sudah menikah dan dia benar-benar kaget. Apa itu tidak masalah?"

"Tidak masalah. Ingin memberitahu Ny. Cassie apa yang terjadi sebenarnya pun, itu juga tidak masalah karena kenyataannya memang seperti itu. Hanya saja, jika Ny. Cassie menolak untuk percaya, jangan terlalu dipaksakan. Jadi bisa dikatakan untuk saat ini cukup ada di tahap 'cukup tahu' saja. Dan untuk selebihnya biarkan ingatan-ingatan yang hilang itu muncul dengan sendirinya."

Andrea menghela napas lega.

"Dan jika setelah ini Ny. Cassie melakukan suatu hal aneh, misalnya sesuatu yang berhubungan dengan kejadian di saat umurnya masih 18 tahun, ada baiknya diikuti dulu saja, tapi tetap dalam pengawasan, karena itu bisa jadi termasuk dalam rangkaian proses pemanggilan dan penyusunan kembali ingatannya yang hilang."

Dokter terdiam sejenak.

"Anda suaminya?" tanyanya kemudian pada Mario.

Mario mengerjap. "Iya. Saya suaminya."

"Saya sarankan untuk tidak melakukan hubungan dulu selama Ny. Cassie berada dalam masa pemulihan. Mengingat saat ini istri Anda tidak ingat apa pun tentang Anda."

Mario berdengap. "Hubungan apa—oh, oke," ralatnya segera setelah tahu apa yang dimaksud oleh sang dokter.

Samuel menepuk-nepuk bahu Mario.

"Tahan dulu untuk sementara waktu ya, Nak."

Andrea dan Lily tersenyum tertahan. Merasa telah menjadi bahan ledekan dari para orang tua di sekitarnya, batin Mario mendesah.

Setelah selesai melakukan perbincangan rahasia, dokter beserta yang lain kembali menghampiri Cassie.

"Ny. Cassie, Anda tidak perlu bingung ya. Semuanya baik-baik saja. Mungkin Anda tidak akan ingat beberapa hal yang sebenarnya telah Anda lalui, tapi seiring berjalannya waktu, ingatan itu pasti akan kembali," jelas dokter tersenyum.

"Terima kasih, dokter." Andrea mengambil alih ucapan terima kasih Cassie. Wajahnya jauh lebih merekah dibanding beberapa menit sebelumnya.

"Saya tetap butuh satu atau dua orang untuk ikut saya ke ruangan. Saya ingin memberikan sekaligus menjelaskan lebih detail terkait hasil pemeriksaan Ny. Cassie."

"Apa kami boleh ikut juga?" tanya Lily.

"Mario, kamu di sini saja temani Cassie," perintah Samuel.

Orang-orang pun pergi. Lagi-lagi meninggalkan Cassie berdua dengan seorang lelaki asing yang sama sekali tidak dia kenal. Mereka bilang bahwa Mario ini suaminya? Yang benar saja. Memang Cassie akui penampilan Mario tidaklah buruk. Kalau saja pertemuan awal keduanya tidak dalam keadaan canggung seperti tadi, mungkin Cassie akan dengan mudah terpincut dengan rupa wajah Mario. Meski begitu, tetap saja Cassie tidak terima tiba-tiba terbangun dalam keadaan sudah menikah. 

Mario kembali mendekat usai ikut mengantar orang-orang keluar ruang kamar. Berjalan melenggang sambil mengecek ponsel, seolah sengaja memberi waktu untuk Cassie memperhatikan dirinya dengan saksama. Dan, ketika mendapati Mario tengah menyugar rambut messy hair-nya, detik itu juga Cassie menahan napas. 

"Jangan terus-terusan melihatku begitu," cetus Mario dan spontan Cassie berpaling memandang langit-langit.

Mario meletakkan ponselnya di atas nakas. 

"Kenapa? Bingung tiba-tiba bisa punya suami seganteng ini?"

Bola mata Cassie bergulir ke samping. Melihat Mario melalui sudut mata. 

"Ish, pede banget," gerutunya mengerucutkan bibir.

Mario ikut duduk di pinggiran tempat tidur. Segera Cassie meraih selimut yang menumpuk di atas kaki, lalu menariknya hingga menyelimuti pangkuannya. Mario pun mengangkat dan meletakkan paha kanannya dengan santai ke atas ranjang, kemudian mengarahkan tubuhnya menghadap Cassie.

"Kamu benar-benar ngga ingat apa pun?"

"Aku bisa ingat apa pun kecuali kamu," jawab Cassie membuang muka ke arah jendela.

"Jadi … kamu juga ngga ingat malam-malam yang udah kita lewati berdua?" 

Mendengar itu sekujur tubuh Cassie meremang. Matanya mengerling. Berlarian ke kanan dan ke kiri seakan kehilangan arah. Air liurnya tertelan kuat-kuat saat otaknya mulai memproses kira-kira gambaran seperti apa yang merepresentasikan ucapan Mario.

Mario menghela napas berat. Kepalanya menunduk memandangi jemarinya yang saling bermain. 

"Seharusnya itu menjadi malam yang ngga mungkin bisa kamu lupakan, Cassie," lanjut Mario semakin merendahkan suaranya. Nada suaranya menyiratkan penyesalan yang mendalam. Matanya memicing dan berbinar meresahkan sewaktu kembali memandang Cassie. "Karena menurutku itu adalah malam-malam yang sangat indah, penuh gairah, intens …."

BUGH!

Tanpa peduli bahwa Mario adalah suaminya, sekuat tenaga Cassie menendang Mario hingga terlempar dari tempat tidur.

"Shit! Cassie!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status