Share

Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia
Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia
Penulis: elhrln

Cassie vs Si Lelaki Mesum

Sial. Aku terlambat!

Mata Cassie membelalak dan tubuhnya tersentak. Dengan segera dia menyibak selimut, melayangkan kaki ke atas lantai, lanjut berdiri, dan sontak menjerit ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang tidak seharusnya dia temukan. 

Seorang lelaki—berambut pendek ala-ala messy hair dan bertelanjang dada—yang berdiri tepat di hadapannya pun spontan berputar. Hingga membuat lekuk perbukitan yang menghiasi dada, perut, serta lengannya terpampang jelas di depan mata.

Melihat itu, kedua mata Cassie makin melebar.

“Dasar mesum!” teriaknya seraya melempar bantal ke arah lelaki tersebut, tapi dengan mudah dia menangkis. Bahkan masih sempat-sempatnya dia menyambar kaus di atas sofa yang tak jauh darinya, kemudian memakai kaus tersebut dengan gerak cepat.

Dirasa belum cukup, Cassie mengambil dua bungkus roti di atas nakas yang ada di samping tempat tidur, kemudian melemparnya lagi.

“Pergi sana! Keluar!"

Belum cukup juga, Cassie berlanjut melempar dua botol mineral yang masih penuh, hingga menimbulkan suara yang kental ketika berbenturan dengan bagian lengan milik Si Lelaki Mesum—paling tidak untuk sekarang Cassie akan menyebutnya seperti itu. Dan saking emosinya karena dia tak kunjung pergi, Cassie mengangkat vas bunga lengkap dengan air serta bunga-bunganya. Bersiap melempar.

“Hei, stop, Cassie!”

Cassie mendadak mematung ketika Si Lelaki Mesum menyebut namanya.

Vas bunga masih terangkat sejajar dengan wajah. Mata Cassie mengintip hati-hati dari balik vas.

“Ke-kenapa kamu bisa tahu namaku?"

"Jelas aku tahu nama kamu."

"Tapi kamu siapa?"

"Kamu tanya aku siapa?" tanyanya balik. "Serius, Cassie?"

"Kenapa juga kamu bisa ada di sini? Ayo cepat jawab!” Vas bunga kembali siap untuk dilempar.

“Iya oke akan aku jawab, tapi turunkan dulu vas itu,” ujar Si Lelaki Mesum dengan satu telapak tangan terangkat ke arah Cassie. Berharap dengan begitu bisa membuat Cassie tenang, tapi sayangnya Cassie tidak bisa tenang. Lagi pula, bagaimana dia bisa tenang ketika tiba-tiba saja menemukan seorang lelaki asing tanpa pakaian di dalam kamarnya?

Tunggu. 

Kepala Cassie mulai bergerak memutar untuk melihat sekeliling: jendela besar dengan pemandangan di luar yang begitu tinggi, ranjang besi berukuran cukup untuk satu orang, televisi terpasang di dinding, kulkas mini, beberapa kursi serta sofa yang mengelilingi sebuah meja bundar, dan yang paling membuat Cassie tercengang adalah adanya beberapa luka di area lengan, adanya perban yang melilit di kepala, juga infus yang dimasukkan ke dalam punggung tangannya.

Di tengah-tengah kebingungannya, kedua matanya menangkap pergerakan Si Lelaki Mesum yang hendak melangkah mendekat.

“Berhenti di sana!” bentak Cassie dimana Si Lelaki Mesum langsung menutup langkah. Raut wajahnya tampak tidak senang. 

"Kamu masih perlu istirahat."

"A-apa yang aku lakukan di sini?” tanya Cassie berangsur panik. “Maksudku, kenapa aku tiba-tiba ada di sini dan juga kamu. Kamu siapa? Kenapa bisa tahu namaku?”

"Cassie, kamu tenang dulu, oke?"

"Gimana aku bisa tenang?!"

"Cassie—"

"Aku ngga tahu siapa kamu!"

Mata Si Lelaki Mesum melebar. 

"Kamu … benar-benar ngga tahu aku siapa?" tanyanya memastikan.

Cassie menggigit bibir. Gagang pisau semakin erat dalam genggaman. Bola matanya berlarian. Jujur saja apa yang tengah dihadapi ini membuatnya takut. 

"A-aku … aku ngga tahu—"

Kalimat Cassie terpotong begitu pintu di depan sana terbuka. Sosok wanita dan pria dewasa muncul di ambang pintu dan reaksi mereka berdua pun sama terkejutnya dengan Cassie.

"Mama?" 

Mulut Andrea—mama Cassie—terbuka seiring dengan matanya yang mengembang. "Cassie?"

"Papa akan panggil dokter."  Edwin—papa Cassie—kembali pergi keluar sambil berlari. Begitu pula Andrea. Dengan langkah cepat Andrea mendekat ke arah Cassie. 

"Kamu ngga apa-apa, Sayang? Apa yang sakit? Apa yang kamu rasakan? Ayo beri tahu Mama," ujar Andrea terdengar panik. Terus-menerus mengusap kepala dan wajah anak perempuan satu-satunya. Cassie mendongak sejenak untuk melihatnya, tapi setelah itu kembali membenamkan wajah ke dalam pelukan.

"Aku pikir aku sendirian di sini."

"Sayang …," Andrea mencium kepala Cassie, kemudian memegang kedua bahunya, lalu dengan pelan mendorong tubuh Cassie hingga terlepas dari pelukannya, "Mama senang kamu sudah sadar, tapi kamu masih harus istirahat."

"Iya, tapi—" Sontak Cassie terlonjak ketika sesuatu menyentuh kedua lengannya.

"Ayo kembali ke tempat tidur, Cassie," ajak Si Lelaki Mesum. "Biar aku yang bantu Cassie, Ma."

"Iya." Andrea tersenyum mengiakan.

Jemari Cassie diam-diam mencengkeram blus yang dipakai Andrea. Menolak sentuhan tangan Si Lelaki Mesum dan justru semakin menempelkan diri pada Andrea.

"Kenapa, Sayang?" tanya Andrea yang merasa aneh dengan gerak-gerik anak perempuannya.

"Aku ngga mau sama dia," ujar Cassie menggeleng. 

"Loh, kenapa?"

"Ngga apa-apa, Ma. Mungkin Cassie lagi mau sama Mama dulu," timpal Si Lelaki Mesum dan Cassie masih memperhatikannya dengan penuh tanda tanya.

"Aku dengar Cassie sudah sadar," seru seseorang yang baru saja membuka pintu. Seseorang lainnya yang tidak Cassie kenal. Bukan. Bukan seseorang, melainkan sepasang pria dan wanita dewasa yang mungkin seumuran dengan kedua orang tuanya.

Wanita dengan rambut digelung ini menatap Cassie dengan mata yang berbinar.

"Syukurlah, Cassie." 

Dan, wanita ini tiba-tiba saja memeluk Cassie. Pelukannya sama hangatnya dengan pelukan Andrea. Tangannya mengusap punggung Cassie dengan lembut.

"Dokter sedang menangani pasien yang lain, tapi setelah itu akan segera datang ke sini," ujar Edwin yang akhirnya kembali. Cassie bisa melihatnya meskipun masih berada di dalam dekapan seorang wanita yang tidak dia kenal.

Cassie sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tidak tahu juga kenapa orang asing terus berdatangan dan bertingkah seolah dirinya begitu dekat dengan mereka.

"Cassie, Papa senang kamu sudah sadar."

Bahkan seorang pria besar dan berkepala plontos yang bukan papanya pun menyebut dirinya sendiri sebagai papa.

Alhasil, menghadapi keanehan ini isi kepala Cassie mendadak goyang.

"Kamu pusing, Sayang?" tanya Andrea memegangi tubuh Cassie.

"Berbaring saja lagi sampai dokter datang."

"Mario, bantu Cassie, Nak."

"Hati-hati, Mario."

Si Lelaki Mesum langsung memegang kedua lengan Cassie lagi dan sontak Cassie menepisnya.

"Aku ngga mau! Aku ngga tahu siapa dia!" pekik Cassie segera bergelayut di salah satu lengan Andrea.

Orang-orang memandang bingung.

"Cassie, kamu kenapa? Ini kan Mario," jelas Andrea yang sebenarnya tidak menjelaskan apa pun.

Cassie menatap Si Lelaki Mesum yang juga tengah membalas tatapannya dengan dahi mengerut. 

"Mario siapa? Aku ngga tahu. Aku ngga kenal," sahut Cassie bersikeras. "Aku mau pergi dari sini, Ma. Aku takut. Aku … aku ngga tahu siapa orang-orang ini."

Orang-orang saling bertukar pandang. Ada semacam pemahaman yang bertukar pula di antara mereka dimana Cassie tidak diikutsertakan. Cassie dibiarkan sendirian dalam kebingungan.

Edwin pun mendekat.

"Cassie," panggilnya pelan. Cassie mengarahkan mata besarnya pada sang papa. "Kamu tahu kenapa kamu ada di sini—di rumah sakit?"

Kepala Cassie menggeleng pelan. Pandangan Edwin beralih pada Andrea, tapi tak lama setelahnya kembali lagi pada Cassie.

"Lalu saat ini apa yang kamu tahu?"

Cassie menggigit bibir bawahnya. Menundukkan pandangan sembari menyampirkan rambut panjang bergelombangnya ke belakang telinga.

"Aku ngga bisa ada di sini terus, Pa. Aku harus pergi ke kampus. Aku harus ikut orientasi. Kalau ngga, aku pasti bakal ketinggalan banyak info tentang perkuliahan aku nanti."

"Ya Tuhan," timpal wanita asing—yang tadi ikut memeluk Cassie—seraya menangkup mulutnya dengan telapak tangan. Mengisyaratkan ketidakpercayaan atas apa yang baru saja Cassie katakan.

Edwin hendak bicara sesuatu, tapi diurungkan. Bibirnya kembali mengatup rapat.

"Sayang, kamu ngga lagi bercanda, 'kan?" tanya Andrea.

"Bercanda gimana sih, Ma?" balas Cassie kesal. "Malahan aku pikir Mama sama Papa yang lagi bercanda. Aku sama sekali ngga kenal orang-orang ini. Apalagi dia," tunjuknya tegas pada Si Lelaki Mesum. "Waktu aku bangun tadi, dia tahu-tahu ada di sini. Ngga pakai baju pula. Pasti dia mau berbuat macam-macam sama aku. Iya, 'kan? Heh, laki-laki mesum!"

"Cassie …." Andrea mencoba menenangkan.

Si Lelaki Mesum makin terlihat tidak senang ketika lagi-lagi Cassie menyebutnya mesum. Ada tiga buah lipatan yang begitu dalam terbentuk di dahinya. Bibirnya merapat hingga membentuk satu garis tegas. Matanya menyipit menatap Cassie dan berkilat marah, meski Cassie tahu dia berusaha menahannya.

"Sayang, kamu benar-benar …," kalimat Andrea terputus sejenak untuk menarik napas, "Mereka ini mertua kamu, Cassie, dan ini Mario. Dia suami kamu."

Detik itu juga Cassie merasa petir yang tak kasatmata menyambar telak dadanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status