Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 002. MIMPI ANEH

Share

Bab 002. MIMPI ANEH

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 00:14:32

Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti.

Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas.

Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring.

Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal.

‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya.

Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati,

“Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini.

Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana.

Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri, di hati ibu, Elang,” ucap Bu Sati saat itu.

“Terimakasih Bu Sati, maafkan Elang belum bisa membalas membahagiakan Ibu,” jawab Elang saat itu.

“Jangan jadikan itu beban di hati Elang. Ibu sudah bahagia melihatmu tumbuh jadi pemuda yang gagah, pintar, dan ganteng seperti sekarang,” jawab bu Sati, seraya mengusap pundak Elang.

Elang tersenyum getir mengingat percakapan itu. Tak terasa semua piring telah di cuci olehnya.

Elang beranjak dan menata piring-piring yang telah dicucinya ke rak piring.

‘Selesai, sekarang saatnya tidur’, bathinnya.

Elang masuk ke kamar dan merebahkan diri di ranjangnya.

'Jam 11 malam lewat’, ujar bathinnya, setelah melihat jam dinding di kamarnya.

Tak lama Elang pun terlelap dalam tidur yang pulas. Setelah beberapa jam terlelap, Elang pun bermimpi.

Samar-samar Elang seperti mendengar namanya di panggil-panggil oleh seseorang.

Panggilan itu lirih dan bergema, namun terdengar sangat jelas di telinga Elang.

“Elang. Wahai putra Sukanta dan cucu dari Balawan. Bangunlah.. kemarilah. Temui buyutmu Ki Sandaka ini cicitku,” ucap suara itu, seolah menembus dari jarak yang sangat jauh dan bergema.

Dalam mimpinya itu, Elang seolah melihat dirinya sendiri bangun dari tidurnya. Dia pun mencari arah dari mana suara itu datang.

Elang melihat dirinya berjalan di suatu tempat yang sangat asing baginya. Di depannya kini terlihat sebuah rumah gubuk, dengan atapnya terbuat dari jerami.

“Masuklah cicitku Elang. Jangan ragu,” ucap suara yang samar-samar, namun jelas terdengar itu.

Kriett..!

Pintu rumah gubug yang terbuat dari anyaman bambu itu, tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

Elang melihat dirinya masuk dengan perlahan ke dalam gubug itu.

Dan setibanya di dalam gubug itu, Elang pun terhenyak. Dia melihat seorang lelaki sepuh, yang tampak telah sangat renta.

Lelaki sepuh nampak sedang duduk di tengah balai bambu.

“Aki siapakah ini yang memanggil Elang..?” tanya Elang agak takut.

Elang masih belum mau percaya, bahwa lelaki tua renta ini adalah aki buyutnya.

“Aku Ki Sandaka buyutmu, Elang. Tanda toh berbentuk kembang berdaun tiga, selalu ada dalam tubuh anak keturunanku Elang.

Padamu ada di lengan kiri, pada Ayahmu Sukanta ada di betis kaki kanannya.

Dan pada kakekmu Balawan, tanda itu ada di punggung kirinya. Masihkah engkau meragukannya, Elang cicitku..?” ucap Ki Sandaka seraya tersenyum tenang.

"Hah..!" Elang pun terhenyak kaget. Karena apa yang di ucapkan Ki Sandaka memang benar adanya.

Hampir setiap Elang mandi, dia selalu memperhatikan tanda ‘toh’ yang ada di lengan kirinya itu. Dan bentuk toh itu memang seperti kembang berdaun tiga!

Melihat cicitnya yang masih berada dalam kebimbangan itu. Ki Sandaka kembali berkata..

“Hmm. Tak menjadi soal, jika kau masih ragu terhadapku cicitku.

Maksud buyut memanggilmu ke sini adalah, buyut hendak menawarkan beberapa ilmu keturunan leluhur kita.

Agar ilmu itu bisa menjadi bekalmu, dalam menjalani kehidupan yang makin sulit ini, Cicitku,” ucap Ki Sandaka, sambil tersenyum menyejukkan.

Elang pun terdiam sejrnak, mencerna ucapan Ki Sandaka itu.

“Kalau Elang boleh tahu. Ilmu keturunan macam apakah itu Ki buyut..?” tanya Elang

“Ilmu turunan itu berisi beberapa jurus ilmu Kanuragan, Kadigjayan, dan beberapa ajian asmara, cicitku Elang,” sahut Ki Sandaka menjelaskan.

Elang bersorak senang dalam hatinya. Namun dia juga masih merasa takut terperosok, dan mempelajari ilmu yang terlarang.

“Apakah Ayah saya tidak mempelajarinya Ki Buyut ?” tanya Elang lagi.

“Tidak Elang. Kakekmu melarang Ayahmu mempelajarinya. Karena Balawan takut, jika Ayahmu menyalah gunakan ilmu turunan itu, Elang,” jawab Ki Sandaka.

“Buyut tidak akan memaksamu mempelajari ilmu turunan itu Elang. Tapi melihat kehidupanmu saat ini, buyut merasa kau memerlukannya cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka lagi.

“Apakah kau tidak ingin membantu meringankan beban pengelola panti yang telah merawatmu..?

Apakah kau tidak ingin mengetahui alamat rumahmu yang sebenarnya..?

Dan apakah kau tidak ingin membantu banyak orang yang kesusahan..?

Dan apakah kau tak ingin menemukan cinta sejatimu, Elang ?

Semuanya akan bisa kau lakukan dan dapatkan, jika kau sudah menguasai ilmu turunan keluarga kita, cicitku Elang,” urai Ki Sandaka menjelaskan.

Namun belum lagi Elang menjawab semua pertanyaan Ki Sandaka itu.

“Ahh..! Rupanya waktu tak mengijinkan buyut berlama-lama menemuimu dalam mimpi Elang.

Buyut kembali dulu. Dan pertimbangkanlah baik-baik pesan buyut.

Sampai jumpa esok malam cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka.

Lalu perlahan tubuhnya memudar dan sirna bagai asap.

“Aki Buyutt..!” seru Elang, ia pun tergagap bangun.

‘Ahks..! Rupanya ini hanya mimp!' gerutu bathinnya.

Elang melihat ke arah jam dinding kamarnya, yang saat itu menunjukkan pukul 04:15 menjelang subuh.

‘Tapi mimpi barusan seperti nyata adanya’, desah bathin Elang.

Akhirnya dia bangun dari tempat tidurnya, dan menuju kamar mandi untuk buang air kecil.

***

“Maaf Bu Nunik. Bukan saya tidak mau mengantar bahan-bahan makanan lagi ke panti ini.

Tapi kondisi kami juga sedang sulit. Jadi untuk sementara, kami belum bisa mengirim lagi bahan-bahan makanan ke panti ini,” ucap Pak Baskoro, dengan nada sedih.

Selama ini memang panti agak terbantu, dengan kiriman bahan-bahan makanan darinya.

Baskoro adalah salah satu orang yang peduli, dengan kondisi panti selama ini. Sudah hampir 7 tahun dia menjadi donatur tetap, di panti ‘Harapan Bangsa’.

Namun kali ini, awan gelap tengah menyelimuti keluarganya.

Sang istri tercinta tiba-tiba menderita sakit parah dan aneh. Hingga para dokter pun menggelengkan kepala, atas jenis penyakit yang di derita sang istri.

Tak terhitung sudah pak Baskoro mengeluarkan dana, untuk kesembuhan istrinya itu.

Baik pengobatan medis maupun non medis telah dilqkoninya. Hingga para tabib maupun kyai ternama sudah di jelajahinya.

Namun kondisi sang istri tetap tak berubah menjadi lebih baik. Hingga akhirnya pak Baskoro mengambil langkah mundur sementara sebagai donatur panti.

Karena mengingat kondisi keuangannya yang tak lagi lancar seperti dulu.

“Ahh, tak apa-apa Pak Baskoro. Kami mengerti dasar keputusan Bapak.

Kami dan seluruh anak-anak panti hanya bisa mendo’akan.

Semoga Bu Baskoro selalu dalam naungan dan lindungan Allah SWT, serta disembuhkan dengan sempurna. Aamiin,” ucap bu Nunik, dengan nada yang juga turut bersedih.

Elang yang kebetulan sedang menyapu ruangan tengah, yang berada di belakang ruang tamu.

Tak sengaja dia ikut mendengar pembicaraan tersebut, dan dalam hatinya pun jadi ikut bersedih.

Bathinnya seolah menyesali diri. Karena dia tak bisa membantu panti dalam situasi sulit itu. Dan Elang juga ingin membantu pak Baskoro, yang telah begitu baik pada panti mereka selama ini.

Elang merasa tak berdaya dan juga tak berguna saat itu.

‘Hei Elang ! Apa yang bisa kau lakukan dalam kondisi sulit ini..? Betapa tak berdaya dan bergunanya kau ini.

Hanya bisa numpang makan dan di sekolahkan selama ini !’, vonis bathin pada dirinya sendiri. Seolah menyalahkan ketak berdayaan diri Elang saat itu.

‘Ahhh..!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eskael Evol
keren ceritanya trmkshw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 633.

    "Wah..! Selamat datang Raja Elang sekeluarga..! Senang sekali menerima kehadiranmu dan keluarga di istana Kalpataru ini..!" sambut sang Maharaja, dengan wajah berseri gembira. Sang Maharaja bahkan anggukkan kepalanya, sebagai tanda hormat pada Elang. "Salam Paduka Maharaja Kalpataru. Senang rasanya, kami sekeluarga bisa memenuhi undangan Paduka Maharaja," sahut Elang tersenyum lebar, seraya balas memberi hormat. "Maaf Raja Elang, sebaiknya kita langsung saja menuju ke bukit Karang Waja. Karena ada yang hendak aku tunjukkan pada Raja, sebagai ungkapan rasa terimakasih dan penghargaan rakyat Tlatah Kalpataru. Karena jasa Pendekar Penembus Batas, yang tak mungkin kami sanggup membayarnya..!" ucap sang Maharaja, tersenyum penuh rasa terimakasih pada Elang. "Wah..! Tak perlu membesar-besarkan hal yang sudah berlalu, Paduka Maharaja. Hal itu sudah semestinya dilakukan, oleh penduduk yang tinggal di Kalpataru, termasuk Elang saat itu," sahut Elang agak rikuh. Namun akhirnya dia meng

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 632.

    "Bagus..! Jadi tepatnya 5 (lima) hari lagi. Maka pembangunan monumen itu telah selesai sempurna, juru bangun Glagah Amba..?!" seru sang Maharaja senang. "Benar Paduka Maharaja Yang Mulia," sahut sang Juru Bangun. "Baiklah, kau akan menerima penghargaan dari pihak kerajaan. Setelah monumen itu selesai dibangun. Sekarang kembalilah, dan selesaikan monumen itu dengan sempurna..!" ucap tegas sang Maharaja Mahendra. "Baik Paduka Maharaja Yang Mulia..! Hamba mohon diri..!" seru patuh sang Juru Bangun.Dia pun segera menghaturkan sembah, dan beranjak keluar dari ruang dalem istana Kalpataru. *** Akhirnya atas pertimbangan Elang, Nadya memutuskan ikut tinggal di istana Belupang selama setengah tahun. Itu sama dengan waktu setengah hari di dimensinya. Nantinya ganti Prasti dan Nadya kecil, yang akan ikut ke dimensi masa kini, dan tinggal bersama Nadya, saat Nadya kembali ke dimensinya.Sementara Elanglah yang akan sibuk mondar mandir ke dimensi masa kini dan dimensi lampau. Agar tugasn

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 631.

    Nadya segera melepaskan pelukkannya dari Prasti. Lalu dia menunduk, seraya memegang lembut kedua pundak Nadya kecil. Mata Nadya masih basah dengar air mata keharuan. Ikhlas sudah hatinya, melihat sambutan ramah dan bersahabat dari Prasti. Ditambah lagi dengan sikap polos Nadya kecil, yang menggemaskan hatinya itu. Suasana pun mencair seketika di ruangan itu. "Ihhh..! Nggak boleh begitu Bibi. Namaku Nadya, Bibi harus cari nama yang lain. Nama kita nggak boleh sama..!" seru Nadya kecil cemberut. Ya, si kecil rupanya tak mau namanya tersaingi oleh Nadya. "Hahahaa ...!! Hihihii..!!" bergemuruh sudah ruang dalem istana, dengan suara tawa mereka semua di dalamnya. Saat mendengar ucapan polos Nadya kecil itu. "Hihihii..! Ya sudah begini saja, panggil saja bibi Nadya besar, dan kalau kamu, bibi panggil Nadya kecil. Bagaimana..?" ucap Nadya tertawa geli, seraya bertanya pada si kecil. Hatinya seketika jatuh sayang, pada putri kecil suaminya dan Prasti itu. Nadya kecil terdiam, seolah b

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 630.

    "K-kenapa..?! Ram-rambutmu memutih Mas Elang..?! Tsk, tsk..!" Nadya berseru terbata, setelah dia telah bisa memastikan, jika pria itu adalah suami tercintanya. Seketika isak tangis pun tak terbendung, menyadari sosok itu bukanlah ilusi. Brughk..! Nadya pun menubruk dan memeluk Elang, dalam isak tangis haru dan kebahagiaan. Jemari Nadya tak lepas memegang dan memandangi, ujung rambut putih suaminya yang menjela dibahunya. 'Suamiku telah kembali..!' seru lirih bathinnya bahagia. Elang balas memeluk dan mencium kening istri tercintanya itu. "Maafkan aku Nadya sayang. Maafkan aku..! Takdir ini benar-benar diluar dugaanku," ucap Elang lembut di telinga Nadya. "Mas Elang. Mana wanita yang bernama Prasti itu..? Tidakkah dia Mas ajak serta ke sini..?" tanya Nadya, yang langsung teringat dengan wanita lain di kehidupan suami tercintanya itu. "Begitu aku menguasai aji 'Sabdo Jagat', aku langsung menemuimu di sini Nadya sayang. Prasti dan putri kita Nadya juga belum tahu, jika aku sud

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 629.

    Blashp..! Seketika muncul cahaya putih perak menyilaukan, di tengah ruang dalem istana Selaksa Naga itu. Dan saat perlahan cahaya perak itu memudar sirna. Kini nampaklah sosok Naga Perak, yang berdiri melayang tak menyentuh lantai, di tengah ruangan itu. "Hormat kami leluhur Naga Perak Yang Mulia," ucap Ki Naga Merah dan Nyi Naga Biru bersamaan. Pada saat mereka melihat kedatangan Naga Perak itu. "Salam hormat saya Ki Naga Perak," Elang turut memberi hormat. "Tidak..! Sayalah yang menghaturkan sembah hormat pada Paduka Elang Prayoga Yang Mulia," sahut Ki Naga Perak, seraya tundukkan kepala menghormat pada Elang. "Naga Merah, Naga Biru. Kalian harus ingat, bahwa akulah yang membuat 'sumpah', dengan Paduka Indra Prayoga dahulu kala. Dan itu adalah 'sumpah abadi'ku. Walau pemilik Cincin Naga Asmara ingin membebaskan kalian..! Apakah kalian memahami maksudku..?!" seru sang Naga Perak, pada Ki Naga Merah dan Nyi Naga Biru. "Kami paham dan kami patuh, pada leluhur Naga Perak..!" sa

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 628.

    "Ahh..! Sudahlah Ki Naga Merah. Nyatanya aku memang belum berbuat apapun, untuk negeri 'Selaksa Naga' ini," ucap Elang jujur apa adanya. Akhirnya mereka berdua beranjak, menuju ke ruang makan di istana itu. Seminggu kemudian di dimensi Selaksa Naga. Elang kembali berniat melakukan hening di air terjun Naga Moksa. Setelah dia merasa kebugaran dan powernya telah kembali 100 persen. Aura keemasan seperti sudah menyatu dengan Elang saat itu. Walau dia tak mengerahkan power sedikit pun. Bahkan orang awam akan bisa dengan mudah melihat, aura cahaya emas yang menyelimuti sosok Elang. Ya, sepertinya 'power' semesta Elang sudah pada taraf sempurna sekali saat itu. Power yang sudah menyatu dalam diam dan geraknya, dalam tidur dan terjaganya. Sungguh mengagumkan, namun juga sangat mengerikkan, bagi pihak yang menjadikan Elang sebagai musuhnya. Elang memulai heningnya sejak senja menjelang. Seperti biasanya ruang Naga Moksa dibalik air terjun itu seketika diterangi oleh cahaya keemasan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status