Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 003. LOKER DAN SANTET

Share

Bab 003. LOKER DAN SANTET

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 19:36:31

‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja.

Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad.

Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam.

Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan.

“Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.

“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya.

Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul,

“Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya.

“Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka.

“Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!” ucap Dito, yang masih merasa geram sama Nindi.

“Yee..! Orang Nindi juga baru sebentar main ayunannya. Masa digantiin lagi,” sahut Nindi membela diri.

“Sudah..sudah ya. Sekarang ayunannya kan kosong. Kenapa Dito nggak main ayunan saja sekarang ?” tanya Elang.

“Huhh. Gara-gara Nindi bikin kesal, Dito jadi malas main ayunan Mas Elang,” sahut Dito kesal, lalu berlari kembali menuju halaman panti.

Elang hanya geleng-gelengkan kepalanya, melihat polah Dito. Elang jadi teringat dulu ia pun agak nakal, tapi nggak pernah sampai hati mengganggu anak perempuan teman sepantinya.

“Nindi. Sementara jangan dekat-dekat Dito dulu ya,” ucap Elang lembut.

“Iya Mas Elang,” sahut Nindi mengangguk.

“Ini buat Nindi jajan, tapi jangan bilang sama yang lain ya,” ucap Elang pelan, seraya memberikan uang seribu rupiah pada anak itu.

“Asikkk, Nindi nggak akan bilang sama yang lain. Makasih Mas Elang,” ucap Nindi senang, lalu berlari kecil keluar ruangan panti.

Elang segera melanjutkan aktivitasnya menyapu ruangan itu hingga selesai, lalu mengepelnya.

***

Malam usai makan bersama, Elang masuk ke ruangan Bu Nunik.

Bu Nunik memang memanggil Elang ke ruangannya, untuk membicarakan sesuatu dengannya.

“Elang duduklah Nak, ibu mau berbicara sesuatu kabar gembira buatmu,” ucap bu Nunik dengan wajah tersenyum.

‘Dalam keadaan panti yang sulit pun, Ibu masih tetap bisa tersenyum. Sungguh wanita luar biasa’, bathin Elang, memuji ketegaran bu Nunik.

Elang pun tersenyum dan duduk di hadapan Bu Nunik.

“Elang. Pihak mini market Betamart, yang baru berdiri di daerah sini itu. Mereka menawarkan kesempatan bekerja, untuk dua orang dari panti ini, Elang,” ucap Bu Nunik, dengan nada gembira.

“Wah! Elang senang sekali Bu. Apakah syarat-syarat yang harus kita penuhi, untuk bekerja di sana Bu?” ucap Elang penuh antusias.

“Syaratnya sangat sederhana Elang. Buat saja CVmu, lalu sertakan ijazah SMA mu.

Tentunya juga etiket harus dijaga Elang. Karena kamu di sana harus melayani pembeli yang berkunjung ke Betamart,” ujar Bu Nunik.

“Baik Bu. Nanti Elang akan langsung buat CV nya,” ucap Elang bersemangat.

‘Akhirnya aku punya kesempatan, untuk sedikit membantu beban panti’, bathin Elang senang.

“Kamu akan bekerja di sana bersama Wulan, Elang. Ibu juga mendaftarkan Wulan pada mereka,” ucap Bu Nunik.

“Baik Bu. Sekarang Elang mau buatkan CVnya dulu ya Bu,” ucap Elang sambil mencium tangan Bu Nunik.

“Benar Elang. Besok pagi, kamu dan Wulan bersiaplah berangkat ke sana,” jelas Bu Nunik.

Elang pun keluar dari ruangan Bu Nunik. Dan dia bertemu dengan Mbak Wulan, yang rupanya juga telah menunggu di depan pintu ruangan Bu Nunik.

“Wah Mbak Wulan juga mau ketemu Bu Nunik ya. ? Ada kabar gembira lho Mbak,” ucap Elang, sambil tersenyum penuh rahasia.

“Kabar apa Elang..? Jangan bikin Mbak penasaran,” tanya Wulan penasaran.

“Silahkan masuk saja Mbak, kabar gembiranya ada di dalam,” sahut Elang cepat, sambil bergegas berlalu meninggalkan Wulan yang masih terpaku.

“Dasarr..!” gerutu Wulan pada Elang, yang main rahasia-rahasiaan padanya.

Sesampainya di kamar, Elang langsung mempersiapkan alat tulisnya. Untuk membuat CVnya, yang di alamatkan pada mini market Betamart.

‘Fiuhh, akhirnya selesai juga CV ini’, bathin Elang lega.

Dia melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan jam 10:50 malam. Bergegas Elang membereskan alat-alat tulisnya, dan memasukkan CVnya ke dalam map.

Lalu Elang pun beranjak menuju kamar mandi, untuk buang air kecil sebelum tidur.

Elang langsung merebahkan dirinya di pembaringan, usai dia dari kamar mandi.

Dan sekejap kemudian, dia pun sudah tertidur pulas di buai mimpi.

'Elang.. Elangg..! Kemarilah cicitku!', suara bergema seperti dari jarak jauh itu, kembali terdengar memanggil Elang malam itu.

Cukup jelas suara itu terdengar bagi Elang.

“Aki Buyut Sandaka..!” seru Elang dalam mimpinya.

“Benar Elang. Kemarilah cicitku,” sahut Ki Sandaka.

Elang pun melihat dirinya bangkit dari tempat tidurnya. Lalu tiba-tiba saja, Elang sudah berada di dalam gubuk sang buyut.

Ki Sandaka terlihat masih bersila di atas balai bambu, seperti mimpinya kemarin malam.

“Elang. Apakah sudah kauputuskan pertimbanganmu..?” tanya Ki Sandaka.

“Sudah Ki Buyut. Baik, Elang menerimanya,” jawab Elang tegas.

Senyum senang mengembang di wajah Ki Sandaka. Dia merasa bahagia mendengar jawaban cicitnya itu.

“Bagus cicitku. Itu memang jawaban yang buyut harapkan. Ilmu turunan ini tak boleh punah dan putus di tengah jalan. Karena kakekmu Balawan, telah menolak mempelajarinya,” ucap Ki Sandaka.

“Namun ada satu hal yang ingin Elang tanyakan Ki Buyut.

Apakah aku bisa mengobati orang nantinya, Ki Buyut..?” tanya Elang.

Elang teringat pada istri Pak Baskoro, yang telah bertahun sakit-sakitan, dan menyebabkan bantuan Pak Baskoro ke pantinya terputus.

“Hmm. Kalau mengobati penyakit medis tidak cicitku. Namun jika penyakit itu non medis, akibat perbuatan teluh, makhluk halus, atau santet, kau masih bisa menolongnya,” sahut Ki Sandaka.

“Aku ingin menolong seseorang Ki Buyut. Dia istri Pak Baskoro, yang biasa membantu panti dengan mengirim bahan makanan.

Sekarang dia menghentikan bantuannya, akibat penyakit istrinya yang tak kunjung sembuh, Ki Buyut,” ucap Elang dengan nada sedih.

“Hmm. Istri Baskoro. Sebentar, biar buyut terawang dulu, Elang,” ucap Ki Sandaka.

Lalu Ki Sandaka tampak pejamkan matanya, dengan kedua tapak tangan bertangkup di depan dada.

Beberapa saat kemudian, tampak kedua mata Ki Sandaka kembali terbuka perlahan,

“Elang. Ketahuilah, penyakit Halimah istri pak Baskoro itu, adalah penyakit buatan orang di masa lalunya.

Kau bisa menolongnya. Dengan mencabut dan membuang boneka kain berdarah, yang di tanam dukun bayarannya.

Boneka itu berada di halaman belakang rumahnya. Tepatnya di bawah pohon pepaya, yang berada persis di arah depan pintu belakang rumahnya.

Untuk dukun bayaran itu, biarlah buyut yang memberi pelajaran padanya,” jelas Ki Sandaka.

“Wah! Jahat sekali orang itu Ki Buyut. Baiklah, besok Elang akan bertanya soal alamat pak Baskoro pada Bu Nunik,” ujar Elang.

“Dengan tercabutnya boneka terkutuk itu dari rumah Baskoro. Maka Halimah akan segera sembuh.

Dan penyakit itu akan menyerang balik, pada orang yang menyuruh dukun bayaran itu, Elang,” ucap Ki Sandaka.

“Nah Elang. Apakah ......

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 419.

    "Uhuks..!" Elang hanya terbatuk, seraya ludahkan darah dari mulutnya. Namun melihat kondisi Ki Bangun Tapa yang agak parah. Elang pun segera melontarkan diri ke belakang, sehingga sosoknya nampak terhempas. Seth..! Wushh..! Gludugh, gludugh ... Braghk! Elang beraksi seolah jatuh bergulingan, hingga sosoknya menabrak pintu gerbang padepokkan. Sengaja tangannya menggebrak gerbang padepokkan, agar bunyi tabrakkan tubuhnya terdengar keras. Tubuh Elang terdiam agak lama, agar semua murid padepokkan mengira dirinya pingsan. Ya, Elang berbuat begitu demi menjaga nama besar Ki Bangun Tapa, di depan mata murid-muridnya. Agar para murid menyangka, jika guru besar merekalah yang lebih unggul dibanding dirinya. Segitunya Elang... Elang! Hehe.Ya, semua murid-murid padepokkan akhirnya memang berpikir, seperti yang diharapkan Elang. Namun semua 'drama' Elang itu, tentu saja tak bisa mengelabui mata 'awas' Ki Bajangkara. Ki Bajangkara hanya bisa tersenyum geli dalam hatinya. Dan dia mengakui

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 418.

    Elang melenting di udara seraya bersalto beberapa kali, sebelum akhirnya dia mendarat ringan di bumi. Pertarungan pun terhenti sementara. "Hahh..!!" seru terkejut Lokananta dan sekalian orang, yang menyaksikan pertarungan itu. Tampak pakaian Lokananta telah sobek di beberapa bagian, dari punggung hingga ke bagian betis kakinya. Terhitung ada 7 sobekkan pakaian di tubuh Lokananta. Hal yang jelas menandakan, jika Elang mau Lokananta sudah terkapar sejak tadi. Dan itu dilakukan Elang hanya dalam 2 jurus saja! "Baik Elang..! Dalam hal jurus aku mengaku kalah..! Kini mari kita beradu tenaga dalam..!" seru Lokananta, dengan wajah merah padam menahan malu dan amarah di dadanya. Martabatnya terasa hancur seketika. Dia sangat sadar, jika semua mata murid padepokkan kini tengah memperhatikan dirinya. "Hentikan Lokananta..! Mundurlah..! Biar ayah yang mencoba kemampuannya..!" sentak Ki Bangun Tapa. Dia menyadari, betapa jauh rentang kemampuan putranya itu dengan Elang. Hatinya pun menjadi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 417.

    'Waduhh, dia datang juga..!' seru kaget bathin ketiga pemuda baju merah itu. Maka semakin lemaslah tubuh mereka. Langit bagai gelap tanpa matahari, dihati mereka saat itu. "Saya guru di sini. Siapa kau anak muda?!" seru Ki Bangun Tapa, yang melihat Elang menunjuk ketiga muridnya. "Di-dia pemuda yang menghajar kami Guru," ucap gugup salah seorang murid padepokkan, yang babak belur itu. "A-apa..?!" sentak kaget dan marah Ki Bangun Tapa. Bagaimana pun juga sebagai guru, Ki Bangun Tapa merasa kurang senang dengan 'penanganan' Elang. Walau dia tahu perbuatan ketiga muridnya itu sungguh salah, dan mencemarkan nama padepokkannya. Tapi menghajar murid-muridnya..? Itu adalah perkara lain baginya. Karena dia berpendapat hanya dirinya, yang berhak menghajar sendiri murid-muridnya yang kurang ajar itu. "Saya Elang Ki. Maksud saya ke sini hendak membicarakan perilaku ketiga murid padepokkan ini," sahut Elang tenang dan sopan. Elang bisa merasakan energi yang cukup tinggi, dari guru besar

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 416.

    "Apakah Paman tak mau meminta ganti rugi, atas semua kerusakan ini pada mereka..?" tanya Elang heran. Sementara sang pelayan rumah makan terkesan hanya membiarkan, para pemuda begajulan itu pergi begitu saja. "Mana bisa begitu Tuan Pendekar. Mereka adalah murid-murid dari 'Padepokkan Awan Merah', dari lereng Malika yang terkenal. Kami juga cemas para senior-senior mereka akan datang ke sini tak lama lagi Tuan," sahut sang pemilik rumah makan. Rupanya dia datang menghampiri Elang dan pelayannya diam-diam. "Ohh begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu terimalah ini Paman," ucap Elang seraya membuka kantung uangnya, dan memberikan dua keping emas pada pemilik rumah makan itu. "Wahh..! I-ini terlalu banyak Tuan!" seru sang pemilik rumah makan terkejut, melihat dua keping emas di tangannya. "Tak apa Paman. Anggap saja itu uang untuk bayar pesanan saya, dan mengganti kerusakkan di rumah makan ini. Jika lebih, jadikan saja modal untuk memperbesar dan memperlengkap rumah makan ini," ucap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 415.

    "Hahahaa..! Pesanan yang sesuai dengan umurnya, karena sudah tak memiliki 'bumbu' kehidupan lagi..!" seru seorang pemuda berbaju merah terbahak mengejek sepuh itu. "Hahahaa..!!" dua temannya pun ikut terbahak keras, mendengar ejekkan teman mereka pada si orangtua itu. Namun si orangtua tetap tenang. Dia sama sekali tak menghiraukan ucapan brengsek, dari pemuda berbaju merah itu. 'Dasar para pemuda kurang ajar. !' maki Elang dalam hatinya, seraya terus menikmati pesanannya yang tinggal separuhnya itu. Tak lama masuklah dua wanita cantik ke dalam rumah makan itu. Aroma melati segera menguar di dalam rumah makan itu. Nampak kedua wanita cantik itu langsung duduk, di meja depan rumah makan itu. 'Ahh, kedua wanita semalam', bathin Elang, teringat pada kedua wanita cantik yang baru masuk itu. "Nahh..! Ini baru pemandangan indah..! Semoga harga mereka tak terlalu mahal..! Hahahaa..!" seru seorang, di antara tiga pemuda berbaju merah itu. "Cocok..!" seru kedua temannya. Nampak sekal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 414.

    "Ahh! Itu pakaian kita!" Seth! Jadalpa berseru melihat pakaiannya teronggok di tepi jalan, dia pun segera melesat menyambar pakaiannya. Seth! Balongga ikut melesat menyusul temannya menyambar pakaiannya. "Larii..! Mereka mau mengamuk!" teriak anak-anak, yang sejak tadi bersorak mengiringi di belakang keduanya. Sontak mereka semua lari tunggang langgang, saat melihat dua serigala polos itu melesat. Balongga dan Jadalpa segera keluar dari desa tersebut, dengan wajah merah padam menahan rasa malu dan juga dendam pada Elang. Ya, setelah sadar. Rupanya mereka kini bisa mengingat kembali sosok Elang, dalam benak mereka. *** Padepokan Awan Merah berdiri megah di lereng bukit Malika, tak jauh dari desa Kemitir. Padepokan ini dipimpin oleh seorang tokoh sepuh bernama Ki Bangun Tapa, yang di dunia persilatan berjuluk 'Pendekar Walet Merah'. Setelah puluhan tahun malang melintang, di dunia persilatan tlatah Palapa. Akhirnya Ki Bangun Tapa pun mendirikan Padepokkan Awan Merah, di leren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status