“Nggak boleh!” Bening jelas saja menolak, dan tidak akan membiarkan Abi menginap di rumahnya. “Pergi sana ke hotel, terus check in. Nggak mungkin, kamu nggak punya uang, kan?” Abi menatap Aga. Kini, giliran Abi yang menggeleng mendengar pengusiran Bening, yang benar-benar tanpa basa basi. Belum lagi, Bening sungguh-sungguh bicara pada Abi tanpa bahasa formal lagi. Mentang-mentang status Abi adalah adik iparnya, maka rasa sungkan itu tidak lagi ada pada diri Bening. “Ning, beg—” “Mbak!” ralat Bening dengan segera, sembari bertolak pinggang. “Tolong, ya, kalau jadi adek ipar itu yang sopan.” “Beb, ini sudah berlebihan.” Aga menangkup kedua lengan Bening dari belakang, lalu mengusapnya naik turun. Ia menatap Abi, dan kembali menggeleng agar pria itu tidak membalas ucapan Bening. “Masuklah dulu, biar aku bicara sama Abi.” Bening membuang napas kecil. Ia menurunkan kedua tangannya, lalu mengusap perut yang belum terlalu terlihat. Harusnya, ia tidak perlu repot-repot ikut campur dalam
“Aku kecewa sama kamu, Ga.”Kendati ucapannya ditujukan untuk Aga, tetapi tatapan Abi tertuju lurus pada Fika. Istrinya itu duduk berdampingan bersama Bening, dan sama sekali tidak mau melihat Abi sejak tadi. Jika saja bukan karena Awan, Abi mana mungkin tahu Fika ternyata bersembunyi di rumah Aga. Tanpa permisi, Abi langsung memasuki rumah Aga, setelah Awan mengatakan Fika berada di kamar tamu di lantai dua.Abi sudah tidak peduli dengan tatapan bingung Awan, dan Aga yang terlihat salah tingkah. Ia membuka kamar yang berada di lantai dua satu per satu tanpa meneriakkan nama Fika, dan akhirnya gadis itu kepergok tengah berada di salah satu kamar.“Kecewa?” Bening lantas berdecih dengan wajah menantang Abi. “Angkat kaki dari sini kalau kecewa. Silakan pergi dari rumah ini, kalau kamu memang ngerasa kecewa dengan tuan rumah. Tamu nggak diundang aja, sok belagak kecewa!”Kenapa harus ada Bening di antara mereka!Abi selalu saja dibuat bungkam oleh istri Aga, yang tidak pernah bisa menutu
Aga bergegas keluar dari mobil, lalu mengitarinya untuk membuka pintu untuk Awan. Dengan sabar, Aga berdiri dan menunggu Awan menyalami ketiga orang yang menunggu di dalam mobill. Siapa lagi kalau bukan istrinya, Abi, serta Fika, yang ngotot minta ikut karena tidak ingin ditinggal berdua saja di kediaman Aga. “Baik-baik sama Mama,” pesan Bening lalu mencium puncak kepala Awan yang mencondongkan tubuh, di antara dua kursi yang berada di depan. “Jangan ngerepotin, oke!” “Oke!” Setelah berpamitan pada Bening, Awan berpamitan pada Abi dan Fika secara bergantian lalu keluar dari mobil. “Jadi kalian berdua ini maunya gimana?” Akhirnya, Bening bisa berbicara dengan leluasa setelah Awan keluar dari mobil. Ia membuka sabuk pengaman, lalu menengok ke belakang. “Aku mau ngedate sama mas Aga, masa’ kalian ikut? Nggak mau ah! Nggak asik banget.” Bening melirik pada Abi, yang menolehkan wajah ke arah rumah Vira. Bagaimana Bening tidak merasa kesal, bila pria itu ternyata masih saja tidak bisa
Hening.Sepanjang perjalanan ke kediaman Nugraha, tidak ada satu pun orang yang membuka mulut. Bahkan, Bening sampai tidak melempar protes, saat Abi mengatakan akan mengembalikan Fika kepada orang tuanya.Bukankah, secara tidak langsung Abi sudah menceraikan Fika?Sementara Aga, memilih berdiam diri setelah Abi akhirnya mengambil satu keputusan dengan berani. Sebenarnya, bukan hal seperti ini yang diinginkan Aga, karena pernikahan keduanya benar-benar masih seumur jagung. Seharusnya, Abi bisa bersabar sedikit lagi, sampai membicarakan semua hal di depan kedua keluarga. Mencari solusi terbaik, agar tidak terjadi perpisahan seperti sekarang.“Kita sudah sampai,” ujar Aga memecah kesunyian yang sejak tadi menyelimuti mereka.“Ayo, Fik.” Abi membuka pintu mobil tanpa menoleh, dan keluar mendahului Fika. Ia menekan bel, tanpa membalikkan tubuh untuk melihat mobil Aga.“Beb.” Bening menyentuh paha Aga. Menyiratkan rasa khawatir, karena Fika hanya terdiam sejak tadi. “Kita ikut masuk, ya.”A
“Harusnya, kamu jangan mengambil keputusan waktu lagi emosi seperti tadi.” Malam itu, Aga dan Bening sepakat membatalkan acara nonton mereka, karena permasalahan yang menimpa pernikahan Fika dan Abi. Bening tetap berada di kediaman Nugraha, sementara Aga mengantar Abi pulang ke rumahnya. Setelah ini, Abi pasti akan berhadapan langsung dengan Rasyid. “Harusnya, kamu pikirkan berulang kali waktu mau ngucap talak buat Fika,” tambah Aga tetap berusaha fokus dengan kemudinya. “Jadi, aku lagi dapat nasehat dari orang yang juga sudah menceraikan istrinya.” Abi mendengkus, dan hanya menatap keluar jendela. “Masalahku dengan Vira, itu sudah terjadi bertahun-tahun,” terang Aga, tetapi tidak akan menceritakan duduk permasalahan mereka pada Abi. Semua itu, biarlah menjadi rahasia antara Aga, Vira, dan kedua keluarga mereka. Aga sudah menutup buku, dan merajut masa depan yang lebih baik lagi bersama Bening. “Aku sudah berulang kali ngasih teguran, dan kesempatan tapi … akhirnya aku angkat tang
“Vir, aku keluar dari kasus Darius Iskak.”Begitu Abi diusir dari ruang kerja yang kembali diduduki Rasyid, ia berjalan keluar sembari menelepon Vira. Mengabarkan, dirinya sudah tidak lagi menangani semua kasus yang terkait dengan Darius Iskak.“Oh, aku tahu.” Vira menjawab dengan santai. “Babe sudah nelpon aku tadi malam, and it’s oke. Nggak ada masalah.”Abi berhenti ketika hendak menaiki tangga. Nada bicara Vira tidak terdengar prihatin, atau bersimpati sama sekali. Vira sungguh terdengar biasa-biasa saja. Tegas, dan tanpa keraguan seperti yang sudah-sudah. Bahkan, wanita itu tidak bertanya mengapa, dan ada apa, sehingga Abi tidak lagi menangani kasus yang berawal dari tindakan asusila tersebut.“Jadi, papaku sudah nelpon kamu … tadi malam?” Abi ingin memastikannya lagi.“Ya,” jawab Vira begitu meyakinkan. “Aku juga kaget pas beliau telpon, dan bilang nggak perlu lagi hubungi kamu terkait masalah money laundering. Babe bilang, langsung konsultasikan ke beliau. And it’s fine.”“Kamu
Lagi-lagi, Fika berdecak karena mobil Abi masih saja berada tidak jauh di belakangnya. Sampai kapan pria itu mau mengikuti Fika seperti sekarang? Apa pria itu tidak memiliki pekerjaan?Apa mau Abi sebenarnya?Kesal karena terus diikuti, Fika lantas menyalakan lampu sein untuk menepi. Benar saja. Mobil Abi juga menepi dan ikut berhenti saat Fika lebih dulu menghentikan roda empatnya. Dengan menahan kesal, Fika keluar dan segera menghampiri mobil mantan suaminya.Melihat Fika berjalan ke arahnya, Abi bergegas keluar lalu duduk di depan kap mobilnya. “Aku bakal ikutin kamu terus, kalau kamu nggak mau bicara.”“Mas, ini jam kerja.” Fika tahu benar betapa padatnya pekerjaan Abi sebagai pengacara. Namun, mengapa pria itu bisa memiliki waktu luang, untuk mengejar Fika seperti sekarang. “Nggak ada sidang apa? Atau—”“Aku sekarang kerjanya suka-suka,” potong Abi hendak meraih jemari Fika, tetapi gadis itu sigap menarik tangannya lalu bersedekap. “Datang ke kantor syukur, nggak datang juga ngga
“Terima! Terima! Terima!”Seketika suasana kafe menjadi riuh dengan teriakan pengunjung. Belum lagi, ada beberapa di antara pengunjung, yang mengarahkan ponsel ke arah Abi dan Fika, untuk merekam momen yang jarang terjadi tersebut.“Mas, jangan bikin malu,” desis Fika berusaha tidak menghentakan kakinya di depan orang-orang. “Ada yang rekam, jadi berdiri.”“Kamu tinggal jawab iya, dan masalah selesai,” balas Abi penuh harap dan masih berlutut dengan satu kaki, dan kedua tangan memegang kotak cincin ke arah Fika. Yang Abi tahu, semenjak tidak ada Fika hatinya selalu saja gelisah. Merana, dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan apa pun.Karena itulah, untuk menenangkan hati dan pikirannya yang selalu diliputi rasa sesal, Abi sudah bertekad untuk mengejar Fika sampai dapat.“Mana bisa begitu, Mas.”Jika diterima, Fika khawatir akan mengalami sebuah pola yang sama seperti sebelumnya. Abi hanya akan berusaha bersikap manis, ketika tidak ada nama Vira terselip di antara mereka. Namun,