Ryder berjalan menuju norman dan membantunya berdiri. Norman mengikatkan kain ke kakinya yang berdarah. Berkat Ryder, para perampok itu bisa ditangkap dengan mudah. Norman mendapatkan banyak luka, tetapi Ryder tidak mendapat luka sedikit. Mata norman tertuju pada kedua pedang di tangan Ryder. Pedang yang tampak biasa saja, namun sangat kuat hingga bisa menebas bongkahan batu besar.
"Kau membeli pedang baru rupanya?" sahut Norman."Benar, aku lebih suka menggunakan dua pedang sekaligus," balas Ryder."Kau memang hebat Ryder." Bangga Norman."Aku hanya murid biasa, kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa lagi Norman." Pamit Ryder.Norman melambaikan tangannya, seorang pria yang dia tolong dulu telah menjadi orang yang paling berbakat. Melihat Ryder pergi, Freya bergegas berdiri dan mengikutinya.Ryder berjalan begitu cepat, dia sama sekali tidak peduli dengan Freya yang sedang kesakitan. Sesampainya di gerbang akademi, Ryder berhenti dan menatap Freya dingin. Ryder mendekatkan wajahnya dan berbisik."Aku tidak ingin orang lain di akademi tahu tentang insiden tadi, aku harap kau menutup mulutmu," bisik Ryder."Ba-baik," ucap Freya gugup.Tanpa berpikir panjang, Ryder dengan cepat pergi ke asrama, meninggalkan Freya yang masih berdiri di depan gerbang akademi. Seperti biasa Ryder selalu membaca buku sebelum beranjak untuk tidur, malam yang begitu sepi. Ryder sesekali mengetuk meja sambil membuka setiap lembar buku yang dibacanya.Seseorang berdiri di luar jendela kamar Ryder, dengan cepat Ryder menutup bukunya dan berjalan menuju jendela."Siapa kamu?" tanya Ryder.Sosok hitam yang memiliki badan seperti pria kekar, Ryder melihat dengan saksama namun tidak mengetahui siapa orang yang berdiri di hadapannya."Ryder, kita akan segera bertemu," lirih pria itu lalu menghilang dari pandangan Ryder.Mendengar suara pria itu, Ryder merasa sekujur tubuhnya membeku. Suara itu memberikan sensasi tekanan yang luar biasa, membuat Ryder kaku. "Mengapa setiap hari di akademi ini makin menakutkan saja," gumam Ryder.Ryder masuk ke kamarnya, mencoba melupakan kejadian tadi namun masih saja suara itu terekam dengan jelas di kepalanya."Lebih baik aku tidur," gumam Ryder lagi dan tertidur pulas.Keesokan harinya, matahari yang begitu cerah menyambut para siswa akademi. Hari ini para siswa kelas petarung akan mengadakan duel secara acak. Tampak dari jauh, Ryder merasakan tatapan tajam dari setiap siswa yang ingin menantangnya."Ryder, sepertinya kita harus memulai duel yang pertama sekarang," ucap Pria tinggi dan kekar."Siapa kamu?" tanya Ryder."Aku Daren, Penyihir terkuat nomor 2 di akademi," jawab Daren."Bukankah kita menggunakan alat untuk bertarung di kelas petarung? mengapa ada penyihir di sini," jalas Ryder dingin."Cukup murid-murid, kembali ke barisan kalian. Kita akan mengacak nama lawan kali masing-masing," sela Damian.Ryder dan Daren segera mundur ke barisannya. Kelas petarung dan penyihir di gabungkan untuk melihat potensi para murid akademi. Damian sebagai guru kelas petarung, sangat suka menantang Zack yang merupakan guru dari kelas sihir. Hal itu lah yang membuat para murid kelas petarung dan sihir menjadi kelas gabungan untuk beberapa bulan. "Damian, aku tidak ingin melihat muridmu terbaring lemah karena muridku yang hebat-hebat ini," ejek Zack."Aku tidak khawatir dengan luka mereka, tetapi yang aku khawatirkan adalah kau malu di depan mereka semua," balas Damian.Zack yang emosi mendengar balasan Damian dengan cepat menembakkan batu kerikil kecil ke arah Damian, namun Damian lebih cepat sehingga mampu menghindarinya."Kalian berdua, hentikan pertengkaran bodoh kalian sekarang," teriak Alice."Baiklah," sahut Damian dan Zack bersamaan.Alice merupakan guru dari kelas penyihir yang sangat disiplin, tak ada setitik cela pun saat dia menganalisis sebuah pertarungan. Zack dan Damian membagikan kertas yang berisi nomor pada para murid akademi."Cepat buka, dan temukan pasangan nomor kalian lalu melapor pada guru Alice," teriak Zack.Semua murid berhamburan ke sana kemari mencari lawan duel mereka. Ryder yang mendapatkan nomor 7 mengangkat kertasnya ke atas agar memudahkan untuk lawannya melihat. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya lawan Ryder pun maju ke depan Ryder. Lawannya adalah Daren, sepertinya pria itu sangat menantikan duel dengan Ryder hingga harus menyerang siswa lain yang mendapatkan nomor yang sama dengan Ryder."Akhirnya kita bisa memulai duel ini," tekan Daren."Wooh, bersabarlah kawan kalian harus menunggu giliran. Jadi jangan membuat keributan lagi," perintah Zack."Baiklah, pertarungan akan dimulai sekarang," teriak Alice.Seluruh siswa bersorak semangat, mereka telah menantikan untuk menunjukkan kemampuan mereka masing-masing."Freya, apa kamu baik-baik saja?" tanya Evan."Aku baik-baik saja," jawab Freya.Dari jauh, Ryder melihat Evan terus mengajak Freya mengobrol. Ryder tak menyangka, Evan baik kepada semua orang.Di sisi lain, Freya terus menahan sakit luka di pundaknya akibat pertarungan dengan perampok. "Aku tidak boleh lemah," lirih Freya.Pertarungan demi pertarungan telah usai, sejauh ini Ryder berharap banyak dari kelas petarung. Freya yang masih terluka maju ke depan, bersamaan dengan perempuan yang membuat Ryder berdiri karena terkejut."Natalia," lirih Ryder."Nino, bukankah itu sangat lucu?" ucap Ryder."Tidak sayang, nama itu terlalu kuno untuk bayi kita. Pilihlah nama yang keren dan jarang ditemukan dimanapun," terang Freya.Ryder memelas tak bersemangat, sudah seribu kali mereka menyebutkan nama dan tidak ada satupun diantara nama itu yang pas. Billy membawakan secangkir teh, sambil membawa beberapa berkas pada Ryder."Tuan, sebentar lagi wakil dari wilayah utara akan datang untuk membawa kontrak penyediaan batu sihir," ucap Ryder.Ryder hanya diam, tak bergeming sama sekali. "Tuan, jadwal anda besok menjenguk nona-""Benar, aku harus pergi bertemu Layla dan Lilian agar mereka mau membujuk Freya," seru Ryder tiba-tiba."Tuan, kumohon fokuslah pada pekerjaan dulu," keluh Billy.Ryder mengangguk dan menyusun laporan, tanpa peduli pada Billy sedikitpun. "Kalau begitu, saya permisi tuan," pamit Billy.Ryder keluar dari ruangannya tergesa-gesa, tapi menabrak Daren yang ternyata datang sebagai perw
Daren menarik Billy dengan paksa, menyeretnya agar berani menjelaskan apa yang terjadi padanya saat mendengar ucapan Freya kemarin. Ryder dan Freya yang sedang sarapan, melihat Billy yang tiba-tiba muncul membuat Freya terkejut, sedangkan Ryder hanya menatap pria itu dingin."Bicaralah kawan, katakan maksud dan tujuanmu datang kemari," ucap Daren."Daren, sepertinya dia merasa tidak enak badan. Wajahnya begitu pucat," tutur Freya khawatir."Dia terlalu takut, sampai tidak bisa tidur semalaman hahahaha. Tunjukkan. Keberanianmu kawan," sela Daren.Ryder yang menggendong bayi kecil, tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Billy maju ke depan Freya, walaupun pria itu tidak bisa mengucapkan isi kepalanya pada semua orang tapi Billy sangat ingin berbaikan dengan Freya dan Ryder."Billy, tenanglah dan jangan takut. Aku sama sekali tidak marah dengan apa yang terjadi kemarin," tutur Freya mencoba menenangkan Billy yang sedang gemetar."Freya. Jangan terlalu baik pada seoran
"Apa nona tidak tahu? Selama ini Tuan Ryder menjaga kekuatannya untuk membantu siapapun, bahkan dia sangat senang dengan kekuatannya. Lantas kenapa anda tidak membantunya untuk memilih cara lain!!" teriak Billy."Itu tidak seperti yang kamu dengar Billy, aku juga ti-""Bukankah nona ingin Tuan Ryder bahagia?!" seru Billy.Daren yang baru masuk menahan Billy mundur bersama Ryder, karena Billy tampak begitu kesal pada Freya. Layla yang melihat Freya menahan air matanya, melenggang masuk dan menampar Billy dengan keras."Jangan pernah melukai perasaan Freya, ingat itu bajingan!!" teriak Layla kesal."Daren bawa Billy keluar, aku akan menjaga Freya," ucap Ryder.Daren menarik lengan Billy paksa, menyeretnya keluar dari ruang tersebut. Ryder memeluk Freya pelan, tangis perempuan itu pecah dan membuat semua orang ikut khawatir. Bayi kecil yang mendengar teriakan itu, menangis begitu keras hingga Lilian segera membawanya ke ruangan lain untuk menenangkannya."Lepaskan aku, dasar brengsek jan
"Freya, bukankah hari ini kita akan pergi ke wilayah utara menghadiri upacara pembukaan aula akademi baru," ujar Layla sambil merengek."Aku akan mendiskusikan ini dengan Ryder, jangan memasang wajah lugu itu," cibir Freya."Baiklah, kalau begitu ayo kita ke tempat Ryder sekarang!!" seru Layla semangat."Ryder sedang rapat bersama para tetua, itu akan memakan banyak waktu. Lebih baik kita menunggunya selesai," sela Freya."Huuuhh... Ryder menyebalkan sekali, aku akan mengatakannya pada Billy," ucap Layla spontan.Freya menghela nafas panjang, kegigihan Layla untuk membawanya berjalan-jalan di wilayah utara sangat sulit di bantah."Pergilah mandi dan bersiap bersama bayi kecil, aku akan segera kembali dengan izin Ryder!!" teriak Layla lalu pergi dari rumah menuju kantor wilayah tempat Ryder."Baiklah, aku akan menunggumu," ucap Freya.Ryder menumpuk beberapa kertas, sambil menuliskan setiap kekurangan dari laporan tersebut. Dia mengambil banyak pekerjaan sebelum akhir pekan, karena ing
"Ayo segera kesana, maaf Freya aku harus pergi memeriksa desa. Aku akan kembali setelah memeriksa keamanan disana," tutur Ryder tergesa-gesa pergi ke luar.Freya yang ingin ikut pergi bersama Ryder, di tahan oleh Edward. Terpaksa dia harus berada di rumah saja menunggu Ryder menyelesaikan pekerjaannya.Ryder tiba di depan gerbang desa, memeriksa rumah sakit yang menampung para korban keracunan. Sekitar 100 orang lebih terbaring lemah dengan wajah pucat pasi. Ryder segera meminta bantuan Billy untuk memeriksa sumber masalah. "Kami makan dengan teratur, saat anak-anak membawa sebotol air dari sungai yang ada di ujung desa, kami mulai muntah dan pusing karena mengkonsumsi cukup banyak," terang seorang pria."Gildan, memberi tahu kami bahwa sungai itu sepertinya tercemar oleh sesuatu dari hutan perbatasan. Tuan, tolong kami untuk menyelesaikan masalah ini," sosor seorang wanita tua."Gildan? Siapa yang anda maksud?" tanya Ryder."Dia seorang peramal muda dengan badan besar seperti anda t
Keringat dingin mengalir begitu banyak di dahi Ryder, kegugupan luar biasa itu membuatnya ingin terus buang air kecil. Daren dan Billy sudah kelelahan memperbaiki baju dan dandanan Ryder yang selalu berantakan. Di tempat lain, Freya sudah siap dengan gaun panjang yang indah berwarna biru muda seperti langit. Bayi kecil tertidur dalam gendongan Lilian, sementara Layla mengajak Freya mengobrol untuk menghilangkan kegugupannya. "Nona, sebentar lagi anda harus berjalan menuju altar. Silahkan bersiap," ucap seorang pengawal."Tuan, silahkan menuju altar, karena sumpah pernikahan akan segera berlangsung," kata seorang pengawal.Ryder mengambil kedua pedangnya, memantapkan hatinya dan berjalan menuju altar diikuti oleh dua orang pengawal. Setelah beberapa menit, semua orang berdiri menyambut mempelai perempuan. Ryder berbalik ke arah pintu, melihat gaun biru yang menyejukkan mata. Nafasnya tercekat, senyum indah di wajah Freya membuat Ryder terpaku, tak bisa berpaling sedikitpun. Perempuan
"Ryder selamat yah, kamu telah resmi menjadi suami Freya,"Ryder terbangun dari tidurnya, dia tertawa kecil dan memijit pelipisnya karena bermimpi menikah dengan Freya. "Haaa, sepertinya aku menjadi gugup karena waktunya sudah dekat," lirih Ryder sambil menghela nafas panjang.Ryder bangkit dari tempat tidurnya, menghirup udara pagi yang segar. Kejadian yang terjadi kemarin cukup membuat Ryder terguncang, tapi dia harus lebih berusaha lagi agar bisa sepenuhnya menjaga Freya dan Bayi kecil. Billy membawa secangkir teh, di ikuti oleh Freya dan Bayi kecil mendekat ke arah Ryder."Freya, apa kamu sudah merasa baikan?" tanya Ryder sembari mengambil Bayi kecil dari gendongan Freya."Aku baik-baik saja Ryder, kamu tampak pucat. Apa perlu aku buatkan obat herbal untukmu?" jawab Freya."Tidak perlu, aku hanya kurang istirahat saja. Besok adalah hari bahagia kita. Aku ingin membuatnya segera terjadi, ini adalah bukti dari rasa cintaku padamu," bisik Ryder.Freya tertawa kecil, lalu pergi membe
Daren menepuk pundak Ryder, menyadarkannya untuk tidak terhanyut dalam emosi dan berpikir lebih tenang. Freya yang terus menangis, tertidur di dalam pelukan Layla. Saat Layla dan Lilian membawa Freya ke kamarnya, Ryder keluar dari rumah dan mencari apakah ada seseorang yang sedang memata-matai mereka."Tuan, saya akan membawa beberapa pengawal untuk berjaga di sekitar rumah ini," ujar Billy."Tidak, aku yang akan mencari langsung perempuan itu dan menghabisinya," tekan Ryder."Hey tenanglah kawan, Freya tidak menginginkanmu melakukan hal segila itu," sela Daren.Ryder melacak sekitarnya, mencari sisa aura yang ada tapi nihil. "Lebih baik kita berpencar, aku akan pergi lebih dulu," ucap Ryder berlari secepat kilat."Huh, tidak ada petunjuk sama sekali-"Daren berhenti, dia mendengar suara rumput yang terinjak di bagian pohon belakang rumah. Dengan tersenyum kecil, Daren menarik lengan Billy menjauh dari rumah. Billy yang kesal, melepaskan pegangan Daren
Ryder melepas tangan Freya pelan, lalu berjalan ke arah pria tersebut. Meskipun perasaannya sangat kesal mendengar ucapan pria itu, Ryder harus tetap bijaksana dalam mengurus semua hal berkaitan penduduknya.“Permisi tuan, Aku sebagai Pemimpin wilayah ini merasa keberatan dengan ucapan anda. Melihat, anda sepertinya bukanlah orang yang menyaksikan perang yang terjadi di wilayah perbatasan. Anda tidak berhak mengatakan hal sekeji itu kepada calon istriku,” tekan Ryder.“Tu-tuan penguasa, saya merasa kasihan pada anda yang tertipu oleh perempuan itu. Tapi-”“Billy, beri tuan ini sedikit pelajaran tentang apa yang terjadi pada saat perang di perbatasan. Dan, untuk penduduk sekalian, Freya adalah perempuan yang menjadi seorang prajurit demi wilayahnya, sebagai seorang pemimpin dan perempuan dia telah menanggung banyak tanggung jawab. Jadi, perhatikan mulut kalian saat ingin berkata kepadanya,” tegas Ryder.Billy menerima perintah tuannya, dia segera pergi menyeret pria itu menjauh bersama