Share

4. Undangan Makan Malam

Gendhis begitu antusias mengajak Reksa berkeliling desa. Semua gadis yang melihatnya tampak begitu iri karena Nona Gendhis bisa dengan mudah berdekatan dengan Juragan tampan yang dari kota itu. Sampai di sebuah sungai yang jernih airnya, Reksa mengamati satu persatu orang yang ada di sekitar sungai itu. Sampai akhirnya Reksa tersenyum ketika menemukan sosok gadis yang ia cari-cari. Gadis itu di sana, sedang bermain air dengan kedua gadis lain seumuran dengannya.

"Sungai di sini sangat jernih," Reksa mulai membuka suara.

"Iya Tuan, itu sebabnya saya mengajak Anda mampir di sini agar bisa melihat indahnya tempat ini." Sahut Gendhis dengan senyumnya yang merekah indah.

"Sebetulnya saya juga ingin bermain air di sungai seperti mereka. Tapi mereka dan saya berbeda. Mereka gadis desa biasa, sedangkan saya gadis dari keluarga terhormat anak seorang Juragan terhormat di desa ini." Ucap Gendhis mengamati aktifitas orang-orang desa di sungai. Ada yang mencuci, ada yang mandi, ada juga yang sekedar bermain air ataupun memancing.

Reksa tersenyum masam mendengar penuturan dari gadis yang bersama dengannya ini. Menurutnya gadis yang saat ini berdiri di sebelahnya ini terlalu sombong.

Wajah Gendhis berubah sinis ketika penglihatannya menangkap ada seorang gadis berjalan hendak meninggalkan sungai diikuti oleh kedua temannya. Gadis itu menyapa Gendhis dan Reksa dengan tersenyum dan menundukan sedikit kepalanya. Namun Gendhis malah membuang mukanya.

"Bukankah gadis itu sedang menyapamu?" tanya Reksa.

"Aku tak sudi melihatnya!" Seru Gendhis membuat Reksa menyerngit.

"Gadis itu yang membuat Ayah dan Ibu dulu sering bertengkar," sahut Gendhis.

"Mengapa begitu?" tanya Reksa penasaran.

Gendhis membuang nafasnya, "setahun lalu Ayah meminang dia untuk dijadikan istri kedua Ayah. Padahal gadis itu seumuran denganku."

"Ibumu menolak, lalu mereka bertengkar?" ucap Reksa mengira-ngira.

"Iya, Ibu dan aku tentu saja menolak. Tapi Ayah tak perduli, Beliau tetap melaksanakan keinginannya meminang gadis itu."

"Lalu?"                                                                         

"Orang itu cukup jual mahal." Sambung Gendhis lalu tertawa sinis.

"Orang itu menolak pinangan dari Ayah. Itu membuatku senang sekaligus terhina. Dia gadis anak petani biasa menolak pinangan dari seorang Juragan besar seperti Ayahku. Sungguh menggelikan." Ucap Gendhis sambil tertawa sinis.

Reksa semakin tertarik pada gadis itu setelah mendengar sekilas cerita dari Gendhis. "Ayo, lebih baik kau tunjukan padaku rumah yang akan kutempati selama aku di sini," ucap Reksa.

Gendhis tersenyum, "baiklah ... mari kita ke sana."

Gendhis mengantar Reksa melihat rumah yang nanti akan Reksa tinggali. Rumahnya cukup luas dan bersih. Sudah ada beberapa pelayan yang mulai bekerja di rumah ini.

Sudah puas berkeliling, Reksa mengajak Gendhis untuk kembali ke rumah Juragan Ardi.

Sampai di rumah Juragan Ardi, Reksa langsung menemui Juragan Ardi di ruang kerjanya.

"Tuan ...."                                                 

"Silakan duduk, Tuan Reksa. Bagaimana jalan-jalan Anda dengan putri saya. Menyenangkan bukan ...," kata Ardi.

"Iya. Saya ke sini ingin menyampaikan bahwa saya ingin segera tinggal di rumah yang sudah Anda siapkan, Tuan."

"Kenapa terburu-buru sekali, apa di sini Anda tidak merasa nyaman?" tanya Ardi.

"Bukan begitu, tapi saya lebih suka tinggal di rumah sendiri," sahut Reksa.

"Baiklah kalau begitu, kapan Anda akan pindah?"

"Sekarang juga," sahut Reksa.

"Baiklah," sahut Ardi pasrah.

"Barang-barang saya sudah saya kemasi. Saya hanya ingin berpamitan pada Anda," ucap Reksa.

"Begitukah, apa perlu saya antar?"

"Tidak perlu, Tuan. Kalau begitu saya pamit, terima kasih Anda sudah berkenan menjamu saya."

"Ah, tidak perlu sungkan seperti itu, Tuan," sahut Ardi.

Reksa bersama supir dan asisten pribadinya pergi meninggalkan rumah Juragan Ardi. Saat di jalan Reksa mengutus supirnya mengambil sepeda milik Elmira yang kemarin ada di bengkel lalu mengantarkannya ke rumah Elmira. Sedangkan Reksa sudah lebih dulu ke sana diantar oleh Haris.

"Selamat siang." Ucap Reksa saat tiba di depan rumah Elmira.

"Iya ...." Elmira terkejut ketika mendapati Reksa lah yang bertamu ke rumahnya.

"Tuan ... mari silakan masuk," ajak Elmira.

Reksa duduk di bangku sedangkan Haris berdiri di belakangnya.

"Saya buatkan minum dulu," ucap Elmira.

"Tidak perlu repot, Nona Elmira. Saya ke sini hanya ingin memberi tahu jika saat ini supir saya sedang mengambil sepeda milik Nona. Nanti biar dia antarkan ke sini."

Elmira tersenyum, "terima kasih, Tuan. Saya jadi tidak enak merepotkan Anda, Tuan."

"Oh tidak, justru saya yang tidak enak karena sudah hampir membuat Nona celaka. Untuk itu saya mengundang Nona untuk makan malam di rumah saya," kata Reksa.

Elmira mengerutkan keningnya, "rumah Anda?" tanya Elmira memastikan.

"Saya baru saja pindah, rumah saya tak jauh dari sini," sambung Reksa.

Elmira tersenyum lega, karena tidak mungkin Elmira mau menginjakan kakinya di kediaman Juragan Ardi. Itu hanya semakin membuat permusuhan antara dirinya dengan Nyonya Wina dan juga Gendhis.

"Iya."

"Kalau begitu saya permisi dulu, Nona. Selamat siang." Ucap Reksa lalu pergi meninggalkan rumah Elmira.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status