Share

Bab 6

Author: Wisdan
Cindi menatap Zaki dengan tatapan dingin, tatapannya seolah sedang melihat orang asing yang tak bisa dia kenali.

“Zaki, dia yang mendorongku jatuh.”

Saat ini, seluruh tubuhnya terasa nyeri, pandangannya pun berputar-putar, tetapi rasa sakit di dadanya justru membuatnya tetap terjaga.

Baru saat itu Zaki tampak menyadari luka-luka di kepala Cindi yang berdarah parah. Wajahnya langsung panik.

“Cindi, kamu nggak apa-apa, ‘kan?”

Cindi memalingkan wajah, tidak menjawab. Dia hanya tenang melaporkan lokasi kejadian pada polisi, lalu menutup telepon. Wajah Zaki pun makin suram.

“Sukma nggak sengaja melakukannya. Kalau dia sampai punya catatan kriminal, bagaimana dia bisa bertahan di markas?”

Cindi menatapnya dengan penuh kekecewaan. “Jadi aku memang pantas menderita, begitu?”

Zaki tidak bisa menjawab. Sukma sudah lebih dulu gemetar dan berlari ke pelukannya sambil menangis, “Kak Zaki … perutku … sakit sekali .…”

Ekspresi Zaki langsung berubah. Dia mengangkat Sukma dan berjalan cepat keluar ruangan.

Cindi hanya bisa menatap punggung mereka menjauh, rasa putus asa perlahan menelannya.

Suara sirene polisi akhirnya terdengar. Dia dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, lalu polisi datang untuk mencatat keterangan. Hingga akhirnya dua petugas menutup buku catatan mereka, memandangnya dengan ekspresi rumit.

“Nona Cindi, kami minta maaf. Rekaman CCTV di lorong rusak secara tidak sengaja. Dan satu-satunya saksi, yaitu suami Anda, menyatakan bahwa ini adalah kecelakaan, bukan serangan sengaja.”

“Rusak secara tidak sengaja?” Suara Cindi terdengar kering saat mengulang perkataan itu. “Kebetulan sekali, ya?”

Polisi tetap menjawab secara prosedural, “Bukti tidak cukup, dan karena ada jaminan dari suami Anda, Nona Sukma tidak akan ditahan.”

Cindi ingin tertawa mengejek, tetapi seluruh tubuhnya terlalu sakit.

“Dia bukan suamiku,” ucapnya satu per satu, seolah kata-kata itu dipaksakan keluar dari mulutnya. “Dia adalah kaki tangan pelaku. Aku menuntut kasus ini dibuka kembali untuk penyelidikan!”

Kedua polisi itu saling memandang dengan heran, hanya berjanji akan menyelidiki lebih lanjut sebelum pergi.

Tak lama kemudian, Zaki masuk ke ruang rawat inap. Dia membawa semangkuk bubur, berkata dengan nada lembut, “Kamu pasti lapar, makan dulu sedikit.”

Cindi memandangnya, tubuhnya gemetar karena merinding, seolah sedang melihat sosok yang sama sekali asing.

“Kamu menghapus rekaman CCTV.” Nada bicaranya tegas dan melanjutkan, “Kamu melindungi Sukma.”

Zaki terdiam sesaat, ekspresinya berubah sedih.

“Cindi, dia nggak sengaja melakukannya. Dia baru saja kembali dari luar negeri, ini masa penting bagi kariernya, dia nggak boleh punya catatan kriminal.”

“Dulu kamu pernah bilang akan selalu menjunjung tinggi profesimu, setia pada negara.”

“Tapi sekarang, kamu melindungi seorang penjahat!”

Suara Cindi mulai bergetar.

Zaki tiba-tiba membentak, “Tapi kenapa kamu harus memprovokasinya? Kenapa kamu nggak bisa akur dengannya?”

Tubuh Cindi mulai bergetar. Dia mengambil gelas air di meja dan melemparkannya ke arah Zaki sambil berteriak, “Itu kalung peninggalan ibuku! Kenapa ada di tubuhnya? Kenapa kamu memberikannya padanya?” “Zaki, dia yang mulai menyerangku lebih dulu!”

Gelas itu pecah di lantai menjadi serpihan. Zaki melangkah mundur, menatapnya dengan pandangan rumit.

“Kamu perlu menenangkan diri, aku akan menggantinya. Sampai di sini saja soal ini.”

Lalu dia berbalik dan meninggalkan ruangan. Kamar rawat kembali sunyi.

Cindi terengah-engah, tidak bisa menenangkan diri. Dia tahu, dengan koneksi Zaki di dalam markas, kasus ini pasti akan ditutup begitu saja.

Dia telah mengkhianatinya. Bahkan mengkhianati profesinya sendiri.

Atau mungkin, dia memang sejak awal adalah orang yang busuk, hanya saja selama ini Cindi telah tertipu.

Saat itu juga, ponselnya tiba-tiba berdering nyaring. Perasaan gelisah menyergap dadanya, dia sampai menjatuhkan ponsel beberapa kali sebelum berhasil menjawab.

Lalu suara dari seberang pun terdengar, “Kami menemukan kabar tentang kakakmu. Tapi keadaannya, tidak begitu baik.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 22

    Raut wajah Zaki tiba-tiba berubah bengis dan penuh amarah. Dia menatap Cindi dan berteriak keras, "Apa kamu jatuh cinta padanya? Sekarang kamu menjadi kekasihnya? Kamu mau menikah dengannya?"Setiap pertanyaan yang dia ucapkan membuat matanya makin merah.Cindi menarik napas dalam, lalu menatapnya dingin.Cindi berkata, "Apa urusannya denganmu? Sekarang pergi!"Zaki membalas dengan suara lantang, "Kenapa? Padahal dulu orang yang paling kamu cintai adalah aku!"“Dilarang berteriak di rumah sakit!” Beberapa dokter dan perawat segera menghampiri dengan wajah kesal sambil berkata, “Pak, silakan keluar sekarang!”"Katakan, Cindi!"Zaki seakan sudah kehilangan kendali. Dia dengan cepat melangkah ke depan, hendak menarik tangan Cindi. Namun, tidak lama kemudian, pergelangan tangannya dikunci kuat oleh seorang petugas kepolisian. Dengan wajah dingin, polisi itu menunjukkan identitasnya."Zaki, Anda diduga terlibat langsung dalam kecelakaan ini. Mohon kerja sama Anda untuk penyelidikan."Cindi

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 21

    Cindi melangkah keluar dari ruangan, menatap bunga mawar merah cerah di tangannya, lalu berkata pelan, "Sebenarnya, kamu nggak perlu sengaja sampai seperti itu untuk membuat memancing emosinya."Leo membuka kancing atas seragam militernya dan menjawab dengan santai,"Memangnya nggak boleh kalau aku hanya ingin memberimu bunga?""Boleh." Cindi tersenyum kecil, dia melanjutkan, "Tapi aku tetap mau bilang, sekarang aku nggak perlu lagi cinta dari siapa pun untuk membuktikan nilai diriku."Leo sempat terdiam, lalu tersenyum hangat. "Itu hal yang bagus.""Aku sudah bisa menyelamatkan diriku sendiri." Setelah mengatakannya, raut wajah Cindi terlihat damai. Awan mendung yang selama ini membayangi dirinya akhirnya sirna.Leo menatapnya dan melangkah mendekat, tapi tetap menjaga jarak yang pas."Tapi ... kamu nggak perlu menolak beberapa hal yang indah dalam hidup ini, ‘kan?"Leo menunjuk ke arah mawar di tangan Cindi dan berkata, "Seperti bunga ini, dia nggak akan jadi beban atau belenggu hany

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 20

    Cindi langsung pergi ke markas dan melaporkan Zaki dengan nama asli atas tuduhan melindungi penjahat dan melalaikan tugas serta kedisiplinan.Cindi memulihkan rekaman pengawasan di tangga dan langsung menjadikannya sebagai bukti langsung.Rekaman pengawasan dengan jelas menunjukkan Sukma mendorong Cindi hingga jatuh, sementara kesaksian Zaki saat itu menyatakan bahwa dia menyaksikan Cindi jatuh sambil mendorong Sukma.Cindi baru saja memberikan kontribusi besar dan tak seorang pun berani mengabaikan tuntutannya. Komandan langsung mengeluarkan perintah untuk segera menyelidiki masalah tersebut dan Zaki pun segera terkendali.Zaki tidak pernah tahu bahwa Cindi memiliki kemampuan seperti itu. Dia terkejut sekaligus sedih.Namun, Zaki tidak dapat membantah. Memang dialah yang menyakiti Cindi demi Sukma saat itu, dia sudah dibutakan oleh Sukma."Zaki, apa lagi yang ingin kamu katakan?"Zaki memejamkan mata, raut wajahnya dipenuhi kepahitan dan rasa sakit."Tidak ada."Dadanya seakan telah d

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 19

    Upacara pemberian penghargaan jauh lebih megah dari yang dibayangkan oleh Cindi. Misi yang mereka jalankan kali ini benar-benar luar biasa sukses. Dia berdiri di atas panggung bersama Leo dan yang lainnya, dengan medali kehormatan yang berat menggantung di pundaknya.Terdengar tepuk tangan bergemuruh dari bawah panggung. Di barisan paling depan, duduk kakaknya di atas kursi roda, bertepuk tangan sekuat tenaga dengan mata yang basah oleh air mata.Cindi tiba-tiba merasa ingin menangis.Dia seperti melihat bayangan ayah dan ibunya tidak jauh dari sana, berdiri dengan senyuman penuh kebanggaan di wajah. Cindi berkata dalam hati, “Aku nggak terus-menerus berjalan di jalan yang salah. Sekarang, apa kalian masih bisa merasa bangga padaku?”Komandan dan panglima berjabat tangan serta memeluknya. Setelah upacara selesai, Cindi menolak dengan halus ajakan ke pesta perayaan dan memilih berjalan sendirian di sepanjang jalan.“Cindi!”Suara yang sangat familiar itu menghantamnya seperti peluru. Ci

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 18

    Saat Cindi menutup laptop-nya, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang memekakkan telinga dari belakangnya.Pada detik berikutnya, pergelangan tangannya ditarik dan dia langsung terlindungi dalam pelukan seseorang dengan tubuh yang lebar dan kokoh.Tanpa sempat berpikir panjang, dia segera berkata, “Sudah selesai, arah pukul dua!”Setelah keluar dari rumah sakit bersama sandera, mereka berencana kembali ke negara asal. Namun, di tengah jalan mereka disergap. Setelah Cindi berhasil membobol sistem gangguan sinyal, dia segera menemukan celah untuk menerobos.Begitu ucapannya selesai, Leo langsung menyesuaikan komando dan bergerak cepat.Kapal tempur mereka menerobos pengepungan layaknya pisau tajam membelah air, meninggalkan kobaran api pertempuran di belakang.Suara dari alat komunikasi terdengar, “Lapor komandan, kapal penyelamat sudah terhubung! Selamat datang kembali!”“Selamat datang di rumah!”Cindi terengah-engah. Lalu karena tak sanggup menahan lelahnya, dia akhirnya jatuh terdudu

  • Satu Kalimat Abadi yang Tak Berubah   Bab 17

    Seminggu kemudian, penyelidikan terhadap Sukma selesai sepenuhnya dan polisi menyerahkan hasilnya kepada Zaki.Tatapannya terlihat rumit, tetapi Zaki tidak peduli dengan hal lainnya.Sukma mengakui semua yang diketahuinya dan berdasarkan ceritanya, sebuah tim khusus dikerahkan untuk menangkap semua organisasi bawah tanah yang belum melarikan diri.Sukma hanyalah bidak catur kecil, dengan tujuan melemahkan pertahanan Zaki, seorang ahli negosiasi krisis di markas tersebut, dan mengambil keuntungan bagi mereka.Bahkan memasang bahan peledak di kapal pun, juga mereka perintahkan pada Sukma.Zaki tiba-tiba berdiri, kursinya terjatuh dan mengeluarkan suara keras di lantai. Tanpa ragu, dia bergegas keluar pintu.“Aku ingin bertemu Sukma!”Sukma bahkan lebih lesu daripada terakhir kali Zaki melihatnya, dengan tatapan kosong seperti boneka. Zaki langsung menyerbu, meraih Sukma, dan berteriak, "Di mana Cindi?" Sukma bereaksi perlahan, melirik Zaki sejenak sebelum berkata dengan suara serak, "K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status