Share

Bab 4 Mama Jangan Pergi Lagi

Setelah keluar dari rumah sakit, Rein langsung menuju ke kediaman Keluarga Dijaya.

Jacob dengan semangat bertanya "Apakah Cintia sudah setuju untuk membatalkan pertunangan ini?"

Rein menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian melihat ke arah Starvy yang menggemaskan, dengan lembut berkata, "Sudah putus, dengan begitu masalah pembatalan pertunangan juga sudah pasti. Hanya saja, aku kasihan pada Starvy, dia harus menunggu beberapa saat lagi."

"Tidak apa-apa." Starvy menggelengkan kepala, kemudian memandang dengan lembut, "Aku akan merasa bahagia bersama Kak Rein."

Rein melihat Starvy yang penuh pengertian dan lembut, membuatnya luluh.

Memilih Starvy adalah pilihan yang benar.

Rein menahan perasaannya, "Tadi pada saat aku menjenguk Cintia, di kamarnya ada seorang pria, pria yang waktu itu menjadi petugas pemadam kebakaran."

"Benar-benar kebiasaan buruk yang tidak bisa berubah. Rein, kamu harusnya sudah sejak awal berpisah dengannya, dia tidak pantas untukmu!" kata Jacob dengan yakin.

Rein menganggukkan kepalanya.

Cintia benar-benar menjijikan!

"Tidak usah mengungkitnya lagi, biarkan saja apa yang dia lakukan. Anggap aku tidak punya putri yang tidak tahu malu sepertinya!" Jacob sama sekali tidak memiliki simpati pada Cintia, dia mengalihkan topik pembicaraan, "Dengar-dengar beberapa hari yang lalu, tuan muda dari Klan Purnomo sudah kembali ke Indonesia. Starvy, kamu temui dia sebagai manajer utama Grup Galaksi."

"Apa ayah mau menyuruhku untuk mengambil alih Grup Galaksi?" tanya Starvy dengan penuh semangat.

Grup Galaksi adalah perusahaan yang dirintis oleh ibu Cintia sewaktu masih hidup, Starvy akhirnya mendapatkan apa yang paling diinginkan oleh Cintia.

"Terima kasih papa, aku pasti tidak akan menyecewakanmu." Starvy dengan cepat mengutarakan tekadnya.

"Tentu saja papa percaya padamu," jawab Jacob dengan penuh kasih sayang.

"Oh iya, apakah Samuel yang baru saja dibicarakan papa itu yang berasal dari Keluarga Purnomo, konglomerat terbesar di Bandung? Dia mempunyai seorang anak di luar negeri, tapi ibu kandungnya tidak diketahui itu, ‘kan?" tanya Starvy dengan penasaran.

Jacob mengangguk, "Katanya Kakek Frans sedang tidak sehat, lalu meminta Samuel untuk pulang dan mengambil alih bisnis keluarga mereka. Selama ini Samuel tinggal di luar negeri dan membuat bisnis luar negeri mereka makin berkembang dan makmur. Kemampuan bisnisnya tidak kalah dengan Kakek Frans. Rein, kalian sama-sama anak muda, setelah Samuel kembali ke Indonesia, kamu harus banyak bergaul dengannya. Keluarga Halim bisa diandalkan di Kota Bandung ini."

"Ayahku juga pernah mengatakannya. Nanti setelah dia telah resmi menjabat, aku akan mengunjunginya," kata Rein dengan merendah.

"Samuel baru berusia 27 tahun? Masih muda, tapi memiliki kemampuan yang hebat. Aku ingin tahu seperti apa wujudnya." kata Starvy penasaran.

"Bulan depan adalah ulang tahun Kakek Frans yang ke 70, di sana harusnya bisa bertemu dengan Samuel." Rein melihat Starvy, "Kenapa? Apa kamu tertarik padanya?"

"Tentu tidak," sangkal Starvy dengan manja. "Aku hanya tertarik pada Kak Rein. Lagipula Samuel pasti tidak tampan. Kalau dia itu tampan, pasti dia tidak akan ditinggalkan oleh wanita lain! Aku yakin Samuel itu terlihat seperti pria paruh baya dengan perut buncit. Setelah melihat seluruh Kota Bandung, satu-satunya orang dengan latar belakang keluarga yang baik, tampan dan hebat hanyalah Kak Rein seorang."

Sudut bibir Rein terangkat dan tanpa terlalu peduli, dia mengalihkan topik pembicaraan.

Bertolak belakang dengan harmonisnya kediaman Keluarga Dijaya, suasana di kamar pasien sangat sunyi.

Cintia merasa lapar.

Tanpa disadari dia telah menangisi Rein, pria brengsek itu selama lebih dari satu jam.

Pada waktu dia ingin memesan makanan di rumah sakit.

Seorang pria yang kira-kira berusia 50 tahun, diikuti oleh dua orang remaja berusia sekitar 20 tahun di belakangnya, masuk bersamaan ke kamar Cintia. Dengan sopan, dia berkata, "Halo, Nona Cintia, saya kepala pelayan pribadi Tuan Samuel. Kamu bisa memanggilku Paman John."

Cintia sedikit terkejut.

Merasa kebingungan.

Kemudian Paman John kembali memperkenalkan, "Ini Mawar dan Melati, perawat berpengalaman yang di utus oleh Tuan Samuel untuk merawat dan membantu anda selama berada di rumah sakit."

"Siapkan makan siang untuk Nona Cintia," ujar Paman John.

Mawar dan Melati dengan segera mengeluarkan bekal yang telah dibawa. Makan siang yang begitu mewah disusun satu per satu di atas meja makan tempat tidur Cintia, lalu mereka memberikan sendok makan pada Cintia, "Selamat menikmati makanannya, Nona Cintia."

Samuel sedikit berlebihan, dia tidak perlu bertindak sejauh ini.

Lagipula, kebakaran ini justru membuat Samuel rugi besar.

"Terima kasih," ucap Cintia sambil mengambil sendok.

Rasanya sangat enak.

"Ini pertama kali menyediakan makanan untuk Nona Cintia. Apakah anda memiliki makanan kesukaan atau makanan yang tidak disukai?" Paman John tiba-tiba memakai kacamatanya, mengambil buku catatan dan bersiap untuk mencatat.

Cintia sedikit terkejut dan dengan pelan berkata, "Tidak ada."

Paman John tidak lanjut bertanya, hanya mengamati dengan diam dari samping. Kemudian, dia menulis di buku catatannya, "Nona Cintia lebih suka ikan, tidak suka wortel dan daun bawang ...."

Paman John sembari menulis sembari melihat lagi makanan yang dimakan oleh Cintia.

Pada akhir catatannya menuliskan, "Mirip dengan selera makan Tuan Muda."

Setelah makan.

Paman John mengambil sebuah kotak dan memberikannya pada Cintia.

Di dalamnya ada sebuah ponsel, bahkan nomor teleponnya adalah nomor Cintia sebelumnya.

Setelah berterima kasih, Paman John pun langsung pergi seusai menjalankan tugasnya.

Mawar dan Melati datang untuk merawatnya, makanya mereka tetap berada di dalam kamar.

"Kalian tidak perlu memedulikan aku."

Cintia duduk di kursi roda yang ada di dalam kamar, kemudian berjalan keluar dari kamar.

Dia sudah berjanji untuk menjenguk Erikson, jadi dia harus menepatinya.

Apalagi, ada hal yang harus dibicarakan langsung dengan Samuel.

Cintia mengetuk pintu kamar sebelahnya.

Pintu terbuka.

Tubuh Samuel yang tinggi dan tegap muncul di depannya. Bahunya begitu lebar, pinggangnya kokoh dan kakinya yang jenjang.

Saat ini, lengan kemeja putihnya digulung, memperlihatkan otot di lengannya.

Baru sekarang Cintia menyadari pergelangan tangan Samuel dibalut dengan kain kasa tebal.

Apalagi dia tadi masih menggendongnya ....

Cintia melihat ke arah lain dan bertanya, "Apakah Erik ada?"

"Ada, tapi sekarang Erik sedang tidur siang," jawab Samuel.

Apakah pria ini tidak ingin Cintia mendekati anaknya?

Cintia pun mengerucutkan bibir, "Kalau begitu akan akan kembali nanti ...."

"Apa mama sudah datang, bolehkah mama menemaniku tidur?" Erik yang mendengar suara Cintia dari dalam kamar tiba-tiba mengajukan permintaan.

"Aku harus pergi sebentar karena ada urusan, kalau Nona Cintia bersedia tolong temani Erik sebentar." Belum menunggu Cintia menjawab, Samuel langsung menyela, "Erik baru saja menyelesaikan operasi radang usus kronis dan kata dokter dia harus banyak beristirahat. Tolong Nona Cintia membantu mengawasinya beristirahat."

Tanpa meminta persetujuan Cintia, Samuel langsung pergi.

Cintia sama sekali tidak bisa menebak kepribadian Samuel.

Apa dia tidak takut Cintia akan menculik anaknya yang begitu menggemaskan ini?

"Mama," panggil Erik dengan manis.

Cintia menarik napas dalam-dalam dan tidak mengoreksinya lagi, "Tidurlah, aku akan menemanimu."

"Terima kasih, Mama," Erik menggenggam erat tangan Cintia.

Erik memejamkan matanya dan menguap, setelah itu langsung tertidur seketika.

Erik yang tertidur dengan nyenyak sangat membuat iri.

Selama beberapa tahun ini sudah tidak tahu berapa banyak melatonin yang dikonsumsi oleh Cintia.

Melihat Erik yang sudah terlelap, Cintia menarik tangannya dan bersiap untuk pergi. Akan tetapi, baru saja Cintia mau manarik lengannya, Erik malah menggenggamnya lebih erat dengan tangannya yang kecil, lalu bergumam, "Mama, jangan pergi lagi ...."

Cintia merasa tidak berdaya.

Dia melihat wajah kecil Erik yang lucu dan bertanya-tanya, kenapa ibunya begitu kejam sampai rela meninggalkan anaknya.

Cintia pun membungkukkan badannya dan mencium kening Erik.

Setelah mencium, Cintia mengangkat kepalanya. Tiba-tiba, dia melihat Samuel muncul di kamar. Tatapan Samuel yang dalam seakan sedang memperhatikan tingkah lakunya.

Momen itu membuat Cintia merasa canggung.

Ketahuan diam-diam mencium anak orang lain ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status