“Terima kasih atas kerja sama kalian, semoga ke depan perusahaan kita akan jauh lebih baik,” ucap seorang pria mengakhiri acara meeting. Berdiri, dia mengayunkan langkahnya keluar.
Regan Alvaro Maxton-pria tampan keturunan Inggris yang berusia 23 tahun. Beberapa bulan lalu, dia lulus kuliah di jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas swasta di Jakarta. Berbekal ilmu yang didapatnya, dia bekerja di perusahaan papanya sendiri.Menjadi asisten CEO, dia menapaki kariernya dari bawah sebelum meraih jabatan CEO yang merupakan perusahaan keluarganya sendiri.Kembali ke ruangnya, sekretaris Andrew memberitahu pesan yang dititipkan oleh Lana, “Maaf Pak, tadi Bu Lana memberitahu jika Pak Regan diminta untuk ke galeri.”Langkah Regan terhenti saat mendengar ucapan sekretaris papa. Ingatannya kembali pada janjinya untuk datang ke pameran foto milik Selly-kekasihnya. Melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, matanya seketika membulat saat menyadari jika waktu menujukan jam setengah empat.Regan merutuki kesalahannya yang lupa dengan jadwal datang ke tempat Selly. Jika di hitung mundur, acara sudah berlangsung selama tiga puluh menit.“Taruh berkas ke ruanganku!” perintah Regan dan berlalu meninggalkan kantor.Tak mau membuang waktu, Regan berlari. Otaknya terus berpikir bagaimana caranya dia sampai di galeri tepat waktu, mengingat jalanan ibu kota pasti akan sangat macet.Akhirnya, terlintas sepeda yang disediakan oleh perusahaannya untuk karyawan. Para karyawan biasanya memakai sepeda untuk mencari makan di restoran di sekitar kantor.Regan meminta petugas keamanan membuka kunci pengaman sepeda. Sebelum pergi, dia melepas jasnya dan menitipkan pada petugas keamanan. Kancing kemeja bagian atas dia buka, agar lebih leluasa. Tak sampai di situ saja, kancing lengannya dia buka dan digulung hingga ke lengan. Membuat tangannya lebih mudah untuk bergerak.Naik ke atas sepeda, Regan menginjak pedal dan mulai mengayuh sepeda menuju ke galeri.Sepeda membelah jalanan ibu kota yang terkenal macet. Saat jalanan tak bisa dilalui, Regan menuntun sepeda melewati trotoar. Mengabaikan pandangan orang yang menatapnya sinis karena menggunakan fasilitas pejalan kaki untuk dilalui sepeda. Namun, karena Regan berjalan kaki, dia menyebut dirinya sendiri juga pejalan kaki.Setelah lolos dari kemacetan, Regan kembali mengayuh sepedanya. Dalam hati Regan merutuki dirinya sendiri, karena semenjak mulai bekerja, dia tidak melakukan olah raga, karena baru saja mengayuh sepeda, dia sudah sangat kelelahan.Akhirnya setelah membelah kemacetan yang begitu menyebalkan, Regan sampai di galeri. Buru-buru dia masuk ke galeri, menemui Selly yang pasti sedang menunggunya.Langkah Regan terhenti saat melihat galeri sudah sepi. Lampu galeri sudah redup dan tidak ada siapa-siapa di sana. Itu menandakan jika pameran sudah selesai. Memijat kepalanya, dia merasakan tiba-tiba kepalanya berdenyut. Memikirkan bagaimana alasan yang akan dia berikan pada Selly.“Kenapa masih datang ke sini?” Suara dengan nada ketus terdengar membuat Regan berbalik.Dari jarak lima meter Regan berdiri, tampak seorang wanita berdiri. Siapa lagi jika bukan Selly-pemilik acara pameran foto sekaligus kekasih Regan. “Selly, dengarkan aku, tadi aku meeting.” Dia melangkah menghampiri Selly.“Aku pikir meeeting akan cepat selesai, tetapi ternyata tidak selesai tepat waktu,” ucap Regan lagi. Langkahnya sampai tepat di depan Selly. Menatap gadis cantik di hadapannya.“Kamu lupa?” Pertanyaan tajam yang dilontarkan oleh Selly.Regan menelan salivanya mendengar pertanyaan tajam Selly. Sebenarnya memang itulah alasannya terlambat datang.“Dengarkan aku ....”“Kamu jahat sekali,” ucap Selly mulai menangis.Regan seolah mati kutu. Kesalahannya ini terlalu besar, mengingat pameran sangat berharga untuk Selly.Dia tak bisa berbuat apa-apa selain menenangkan, menarik tubuh Selly, membawanya ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”“Kamu jahat sekali,” ucap Selly masih kesal. Namun, kali ini dia menambahi dengan pukulan pada dada Regan.Regan yang menyadari kesalahannya, membiarkan apa yang dilakukan oleh Selly. Tak melarang dan menerima karena tahu dengan begitu kekesalan Selly akan terlampiaskan. “Pukullah jika itu membuatmu puas.”Selly langsung melepas pelukannya. “Aku bukan hanya akan memukulmu, tetapi aku akan membunuhmu.” Selly mengarahkan tangannya ke leher Regan dengan posisi mencekik. “Aku benar-benar kesal padamu.”“Ach ....” Sebenarnya Selly tidak benar-benar mencekiknya, tetapi dia berpura-pura agarSelly menghentikan aksinya.Melihat Regan kesakitan, Selly langsung melepas. Membuang muka, tidak mau melihat Regan. Rasa kecewanya teramat sangat banyak. Hingga dia tak bisa meredakannya.“Maaf,” ucap Regan lagi seraya menarik dagu Selly. Menatap Selly, dia memasang wajah memelasnya. Hal yang biasa dia lakukan saat Selly kesal.Selly mengembuskan napas kasar, meredakan kesalnya.“Mau makan es krim?” tanya Regan dengan wajah polosnya. Senyuman terselip di wajahnya. Senyuman yang hanya akan hadir saat bersama Selly. Karena hanya Selly yang bisa membuatnya bisa tersenyum.Perlahan kekesalan Selly mereda. Dia sadar hal tidak terduga bisa saja terjadi. Pikirannya yang selalu positif memang selalu bisa meredakan amarahnya. “Large rasa stroberi,” ucapnya.Senyuman Regan semakin melebar. Merasa lega saat Selly luluh. “Jangankan large, jumbo sekalipun akan aku belikan.”“Ayo,” ajak Selly. Dia melingkarkan tangannya di lengan Regan dan menariknya keluar dari galeri.Regan pasrah saat tubuhnya ditarik oleh Selly, tak menolak sama sekali.Sampai di tempat parkir, Selly mengedarkan pandangan mencari mobil Regan. Biasanya Regan akan membawa mobil sedan kesayangannya. Namun, dia tak menemukan di tempat parkir. “Mana mobilmu?” tanyanya menoleh.“Aku kemari tidak dengan mobil.”“Lalu?”“Aku kemari naik itu,” ucap Regan seraya menunjuk sepeda.Mata Selly membulat sempurna melihat dengan apa Regan ke galeri. “Kamu naik itu?” tanyanya memastikan.“Jalanan macet, jadi aku terpaksa memakai itu agar cepat sampai. Akan tetapi, ternyata aku tetap tidak bisa sampai tepat waktu dan justru datang saat sudah selesai.” Ada sedikit rasa sesal di hati Regan. Dia mengerti seberapa berharganya pameran itu.“Aku akan mengadakannya lagi nanti dan aku tidak akan membiarkanmu bekerja.”“Aku janji ke depan aku akan datang,” jawab Regan datar. “Ayo,” ajaknya menarik Selly menuju ke tempat di mana sepedanya terparkir.Selly memicingkan matanya saat melihat sepeda yang hanya muat untuk satu orang itu. Dia memikirkan di mana dia harus duduk. “Aku harus naik di mana?” tanyanya bingung.“Di sini,” ucap Regan menunjuk besi di depan jok sepeda.Dahi Selly berkerut, memikirkan bagaimana dia bisa naik di sana. Duduk di besi seperti itu pasti tidak akan nyaman. Sejenak Selly membayangkan jika pasti tidak akan nyaman duduk di sana. Pasti akan sakit sekali saat duduk.“Ayo, anggap saja ini adegan romantis dalam film.” Cuma cara itu yang digunakan Regan untuk membujuk Selly.Mendengar kata romantis, Selly mengingat jika sering melihat adegan seperti di film. Tak butuh waktu lama, Selly naik dengan posisi miring. Berharap kenyamanan akan didapatnya.Tak berlama-lama, Regan mengayuh sepedanya, mengantarkan Selly pulang. Membelah kemacetan ibu kota di jam pulang kerja. Jalanan yang dipenuhi dengan motor dan mobil itu membuat jalanan penuh. Untung mereka memakai sepeda dan bisa menyelip di antara mobil-mobil yang terparkir.Kali ini Regan harus lebih ekstra saat mengayuh sepeda, karena beban sepedanya cukup banyak. Tubuhnya yang berbobot tujuh puluh kilo dan di tambah Selly empat puluh kilo, harus membuatnya mengeluarkan seluruh tenaganya. Entah apa yang akan terjadi nanti setelah ini. Yang jelas pasti tubuhnya akan sakit semua. “Apa kamu tidak jadi diet?” tanya Regan saat merasa berat sekali mengayuh sepeda. Selly menengadah. Matanya melirik tajam Regan. Wanita terlalu sensitif saat di tanya tantang diet. Itu adalah kalimat yang sopan selain kalimat yang memiliki arti jika dia sebenarnya gemuk. Padahal beberapa hari ini Selly sedang berusaha untuk diet, tetapi memang selalu gagal. “Maksudku, bukan begitu.” Nyali Regan ciut saat mendapati tatapan tajam. “Aku hanya merasa berat sekali mengayuh sepedanya.,” elaknya, “tapi mungkin ini karena sepedanya yang sudah tua.” Untung saja sepeda itu tak bisa protes saat Regan menyalahkannya, jika bisa, mungkin Regan akan jadi sasaran amukan lagi. “Bagaimana pame
“Kak, Regan tadi tidak datang?” tanya Bryan yang sedang mengambil baju di lemari. “Terlambat datang.”“Terlambat atau malas seperti aku?” Bryan tersenyum menggoda. “Aku lupa.” Regan kembali mengelak ucapan Bryan.“Lupa apa sengaja melupakan?” Bryan masih mencari celah untuk mencari teman yang sama-sama tidak datang ke acara kakaknya. Regan malas sekali. “Aku ada meeting dan akhirnya lupa.” Kembali dia menjelaskan. Bryan mengangguk-anggukan kepalanya. Tak mau memperpanjang pertanyaanya. Lagi pula dia sudah dapat temen yang sama-sama tidak datang ke acara pameran kakaknya. .“Mana bajunya?” Dari tadi adik kekasihnya itu terus berbicara hingga membuatnya lupa apa yang menjadi tujuannya. “Ini.” Bryan memberikan kemeja lengan pendek pada Regan.Regan berlalu ke kamar mandi untuk mengganti bajunya dengan baju yang diberikan Bryan. Menunggu Regan, Bryan duduk di sofa. Tangannya sibuk memainkan ponselnya, mengirim pesan pada temannya. Sesaat kemudian Regan keluar dari kamar mandi. Dia
“Aku tidak tahu,” jawab Selly. Seingatnya tadi orang tuanya hanya mengatakan jika akan ada pesta merayakan pameran. Tidak ada pembicaraan mengenai rencana pernikahan dengan Regan.Lana dan Melisa menghampiri Selly dan Regan yang masih terpaku, terkejut. “Selamat ya, Sayang. Mama tidak sabar menyambutmu sebagai menantu,” ucap Lana menautkan pipi. Merasa senang akhirnya dia akan mendapatkan anak perempuan. “Terima kasih, Ma.” Setelah keterkejutannya, kini rona bahagia tergambar di wajah Selly. Hal yang ditunggunya, akhirnya datang. Impian menjadi istri dari Regan sebentar lagi akan terwujud. Melisa sebagai mama merasa senang karena putrinya akan menikah. Bertahun-tahun menjalin hubungan, ada ras was-was saat anaknya tak kunjung menikah. Namun, kini perasaan itu sirna, setelah mendapati pengumuman dari suaminya. Melisa dan Lana juga memberikan ucapan selamat pada Regan. Namun, Regan masih terus saja terpaku. Hatinya bimbang, karena ternyata dia akan menikah. “Jadi kapan akan di adak
Regan dan Selly kembali ke acara pesta. Kali ini Regan hanya pasrah saat kedua orang tuanya dan orang tua Regan membahas pertunangan yang akan diadakan dalam satu minggu. Walaupun masih berat, akan tetapi dia ingat bagaimana Selly berjanji.“Jadi kalian nanti tinggal datang untuk fitting gaun pengantin dan mencari cincin saja, selebihnya biar Mama yang urus,” ucap Melisa pada Selly dan Regan. Selly tersenyum dan mengangguk. Regan masih dengan ekspresi datarnya. Hingga Selly menyenggolnya, baru dia mengangguk.Pesta usai, semua keluarga pulang, termasuk keluarga Regan. “Kamu jangan capek-capek ya, Sayang,” ucap Lana pada calon mantunya. “Iya, Bi.”“Sekarang panggil Mama, mengerti!” Lana memberikan peringatan penuh. “Baik, Ma.” Selly selalu senang dengan Lana-calon mertuanya. Dia memang sangat baik. Sedari kecil, dia sudah menganggap Selly anaknya sendiri. Namun, kini status itu jelas karena dia akan menjadi anak mantunya. Keluarga Adion masuk ke rumah setelah semua sudah pergi. S
Beberapa berkas sedari tadi dibaca oleh Regan. Mengecek laporan bulanan yang menjadi kewajibannya. Menjadi asisten papanya, Regan tidak hanya duduk manis menikmati jabatannya. Perkerjaan justru banyak dilakukan olehnya. Regan sendiri tidak pernah keberatan saat mendapati banyak perkerjaan. Baginya, itu cara untuk menujukan pada papanya jika dia mampu menjabat CEO di perusahaannya. Di tengah-tengah pekerjaannya, ponsel Regan berbunyi. Mata birunya yang sedari tadi mengecek laporan, menatap ke layar ponselnya. Nama Selly terpampang di layar ponselnya, membuat Regan menghentikan gerakan tangan yang sedari tadi membolak-balik berkas. “Ada apa?” tanyanya.“Hari ini kita akan fitting, jadi aku mau mengajakmu untuk ke butik.” Regan mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah menduga kesibukan menyiapkan acara pertunangannya pasti akan menyita waktunya. Dalam keadaan yang sangat sibuk seperti ini, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tanggung jawabnya harus dikerjakan dengan baik.
Jari jemari Regan menari indah di atas keyboard sebelum akhirnya berhenti saat mengingat janji untuk menemani mencari cincin pertunangan.Regan yang tak mau Selly kecewa buru-buru mematikan laptopnya dan pergi meninggalkan kantor. Melajukan mobilnya menuju ke salah satu mal di Jakarta.Di sana sudah ada Selly yang menunggunya. Tepat saat Regan datang, Selly melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Sindiran jika Regan datang terlambat. “Maaf,” ucap Regan. Selly mengembuskan napas. Mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena Regan seolah tak mementingkan dirinya. “Tidak apa-apa, ayo,” ucapnya seraya melingkarkan tangannya di lengan Regan. Senyumnya kembali tergambar indah di wajahnya. Tak mau menjadikan masalah kecil itu menjadi besar dan merusak acara hari ini. Menarik tangan Regan, Selly mengajak Regan untuk masuk ke toko perhiasan. Melihat-lihat cincin untuk pertunangan mereka dan pernikahan mereka. “Coba lihat yang ini,” ucap Selly pada staf toko perhiasan seraya
Dari pantulan cermin Selly melihat wajahnya. Baru saja penata rias menyelesaikan merias wajahnya. Sapuan make up yang diberikan oleh penata rias membuat Selly terpukau. Wajahnya tampak berbeda dengan make up, terlihat begitu cerah dan bersinar. “Cantik sekali anak Mama,” ucap Melisa melihat anaknya. Sebagai orang tua, pasti bahagia anaknya akan segera menikah. Pertunangan ini adalah awal dari kebahagiaan putrinya. “Terima kasih, Ma.” Senyum Selly mengembang sempurna di wajahnya saat merasakan bahagia. Pertunangan adalah gerbang awal untuk sampai pada tujuannya. Tujuan menikah dengan teman masa kecilnya dan pria yang begitu dicintainya.Saat sedang bersiap, suara ketukan pintu terdengar. Dari balik pintu terlihat Bryan menyembulkan kepalanya. “Apa sudah siap?” tanyanya seraya melebarkan pintu dan masuk ke kamar hotel yang di tempati Selly. Menghampiri kakak dan mamanya. “Sudah.” “Lihat, wajahmu,” ucap Bryan. Senyum Selly sudah mulai surut, dia sudah menebak jika adiknya akan mel
[Besok pagi, aku ada janji dengan klien untuk bermain golf, jadi kamu langsung saja ke butik. Aku akan menyusul nanti] Pesan yang dikirim Regan pada Selly membuat Selly mengeram kesal. Namun, dia tak bisa marah. Melobi klien dengan bermain golf bersama, sudah menjadi hal biasa di kalangan pengusaha. Dengan dalil bermain dan mengobrol, mereka menyelipkan tawaran bisnis yang dapat menguntungkan perusahaan. [Iya, jangan datang terlambat] [Iya, aku akan datang tepat waktu]Selly memilih untuk pergi ke butik sendiri. Karena nanti dia pulang dengan Regan, sengaja dia meminta Bryan untuk mengantarkannya. Tak mau naik taxi karena lebih nyaman duduk di mobil sendiri. “Kak Regan sepertinya tidak benar-benar cinta dengan Kakak.” Bryan menoleh sejenak pada Selly, sebelum kembali lagi fokus pada jalanan yang dilaluinya. “Jangan asal bicara!” Selly melirik tajam adiknya. “Coba bayangkan saja, sudah dua kali ini dia menghindar untuk datang acara fitting.” “Dia sibuk, dan nanti dia akan dat