Galeri foto mulai ramai dikunjungi. Para tamu mulai berdatangan. Beberapa orang melihat foto-foto yang terpampang di dinding galeri. Beberapa dari mereka berdecak kagum melihat bagaimana angle foto yang diambil sang fotografer. Beberapa foto candid yang diambil tanpa disengaja pun tampak indah, alami dan tidak dibuat-buat. Menujukan jika sang fotografer tampak ahli dalam mengambil foto. Mata benar-benar dimanjakan dengan keindahan foto yang dipajang di dinding galeri. Hingga beberapa dari para tamu, membeli foto untuk koleksi. Di saat semua orang sedang sibuk melihat foto di galeri, seorang wanita juga sibuk melihat foto pria di layar ponselnya. Dengusan kesal terdengar kala sambungan telepon yang dilakukannya tidak terjawab.“Ke mana sebenarnya dia?” tanyanya menggerutu. Wajah cantiknya tampak muram karena sambungan telepon yang dilakukannya sudah berkali-kali tak membuahkan hasil.“Kak Selly, acara akan diadakan sepuluh menit lagi.” Suara penyelenggara acara memberitahu. “Baikla
“Terima kasih atas kerja sama kalian, semoga ke depan perusahaan kita akan jauh lebih baik,” ucap seorang pria mengakhiri acara meeting. Berdiri, dia mengayunkan langkahnya keluar. Regan Alvaro Maxton-pria tampan keturunan Inggris yang berusia 23 tahun. Beberapa bulan lalu, dia lulus kuliah di jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas swasta di Jakarta. Berbekal ilmu yang didapatnya, dia bekerja di perusahaan papanya sendiri. Menjadi asisten CEO, dia menapaki kariernya dari bawah sebelum meraih jabatan CEO yang merupakan perusahaan keluarganya sendiri. Kembali ke ruangnya, sekretaris Andrew memberitahu pesan yang dititipkan oleh Lana, “Maaf Pak, tadi Bu Lana memberitahu jika Pak Regan diminta untuk ke galeri.” Langkah Regan terhenti saat mendengar ucapan sekretaris papa. Ingatannya kembali pada janjinya untuk datang ke pameran foto milik Selly-kekasihnya. Melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, matanya seketika membulat saat menyadari jika waktu menujukan jam sete
Kali ini Regan harus lebih ekstra saat mengayuh sepeda, karena beban sepedanya cukup banyak. Tubuhnya yang berbobot tujuh puluh kilo dan di tambah Selly empat puluh kilo, harus membuatnya mengeluarkan seluruh tenaganya. Entah apa yang akan terjadi nanti setelah ini. Yang jelas pasti tubuhnya akan sakit semua. “Apa kamu tidak jadi diet?” tanya Regan saat merasa berat sekali mengayuh sepeda. Selly menengadah. Matanya melirik tajam Regan. Wanita terlalu sensitif saat di tanya tantang diet. Itu adalah kalimat yang sopan selain kalimat yang memiliki arti jika dia sebenarnya gemuk. Padahal beberapa hari ini Selly sedang berusaha untuk diet, tetapi memang selalu gagal. “Maksudku, bukan begitu.” Nyali Regan ciut saat mendapati tatapan tajam. “Aku hanya merasa berat sekali mengayuh sepedanya.,” elaknya, “tapi mungkin ini karena sepedanya yang sudah tua.” Untung saja sepeda itu tak bisa protes saat Regan menyalahkannya, jika bisa, mungkin Regan akan jadi sasaran amukan lagi. “Bagaimana pame
“Kak, Regan tadi tidak datang?” tanya Bryan yang sedang mengambil baju di lemari. “Terlambat datang.”“Terlambat atau malas seperti aku?” Bryan tersenyum menggoda. “Aku lupa.” Regan kembali mengelak ucapan Bryan.“Lupa apa sengaja melupakan?” Bryan masih mencari celah untuk mencari teman yang sama-sama tidak datang ke acara kakaknya. Regan malas sekali. “Aku ada meeting dan akhirnya lupa.” Kembali dia menjelaskan. Bryan mengangguk-anggukan kepalanya. Tak mau memperpanjang pertanyaanya. Lagi pula dia sudah dapat temen yang sama-sama tidak datang ke acara pameran kakaknya. .“Mana bajunya?” Dari tadi adik kekasihnya itu terus berbicara hingga membuatnya lupa apa yang menjadi tujuannya. “Ini.” Bryan memberikan kemeja lengan pendek pada Regan.Regan berlalu ke kamar mandi untuk mengganti bajunya dengan baju yang diberikan Bryan. Menunggu Regan, Bryan duduk di sofa. Tangannya sibuk memainkan ponselnya, mengirim pesan pada temannya. Sesaat kemudian Regan keluar dari kamar mandi. Dia
“Aku tidak tahu,” jawab Selly. Seingatnya tadi orang tuanya hanya mengatakan jika akan ada pesta merayakan pameran. Tidak ada pembicaraan mengenai rencana pernikahan dengan Regan.Lana dan Melisa menghampiri Selly dan Regan yang masih terpaku, terkejut. “Selamat ya, Sayang. Mama tidak sabar menyambutmu sebagai menantu,” ucap Lana menautkan pipi. Merasa senang akhirnya dia akan mendapatkan anak perempuan. “Terima kasih, Ma.” Setelah keterkejutannya, kini rona bahagia tergambar di wajah Selly. Hal yang ditunggunya, akhirnya datang. Impian menjadi istri dari Regan sebentar lagi akan terwujud. Melisa sebagai mama merasa senang karena putrinya akan menikah. Bertahun-tahun menjalin hubungan, ada ras was-was saat anaknya tak kunjung menikah. Namun, kini perasaan itu sirna, setelah mendapati pengumuman dari suaminya. Melisa dan Lana juga memberikan ucapan selamat pada Regan. Namun, Regan masih terus saja terpaku. Hatinya bimbang, karena ternyata dia akan menikah. “Jadi kapan akan di adak
Regan dan Selly kembali ke acara pesta. Kali ini Regan hanya pasrah saat kedua orang tuanya dan orang tua Regan membahas pertunangan yang akan diadakan dalam satu minggu. Walaupun masih berat, akan tetapi dia ingat bagaimana Selly berjanji.“Jadi kalian nanti tinggal datang untuk fitting gaun pengantin dan mencari cincin saja, selebihnya biar Mama yang urus,” ucap Melisa pada Selly dan Regan. Selly tersenyum dan mengangguk. Regan masih dengan ekspresi datarnya. Hingga Selly menyenggolnya, baru dia mengangguk.Pesta usai, semua keluarga pulang, termasuk keluarga Regan. “Kamu jangan capek-capek ya, Sayang,” ucap Lana pada calon mantunya. “Iya, Bi.”“Sekarang panggil Mama, mengerti!” Lana memberikan peringatan penuh. “Baik, Ma.” Selly selalu senang dengan Lana-calon mertuanya. Dia memang sangat baik. Sedari kecil, dia sudah menganggap Selly anaknya sendiri. Namun, kini status itu jelas karena dia akan menjadi anak mantunya. Keluarga Adion masuk ke rumah setelah semua sudah pergi. S
Beberapa berkas sedari tadi dibaca oleh Regan. Mengecek laporan bulanan yang menjadi kewajibannya. Menjadi asisten papanya, Regan tidak hanya duduk manis menikmati jabatannya. Perkerjaan justru banyak dilakukan olehnya. Regan sendiri tidak pernah keberatan saat mendapati banyak perkerjaan. Baginya, itu cara untuk menujukan pada papanya jika dia mampu menjabat CEO di perusahaannya. Di tengah-tengah pekerjaannya, ponsel Regan berbunyi. Mata birunya yang sedari tadi mengecek laporan, menatap ke layar ponselnya. Nama Selly terpampang di layar ponselnya, membuat Regan menghentikan gerakan tangan yang sedari tadi membolak-balik berkas. “Ada apa?” tanyanya.“Hari ini kita akan fitting, jadi aku mau mengajakmu untuk ke butik.” Regan mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah menduga kesibukan menyiapkan acara pertunangannya pasti akan menyita waktunya. Dalam keadaan yang sangat sibuk seperti ini, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tanggung jawabnya harus dikerjakan dengan baik.
Jari jemari Regan menari indah di atas keyboard sebelum akhirnya berhenti saat mengingat janji untuk menemani mencari cincin pertunangan.Regan yang tak mau Selly kecewa buru-buru mematikan laptopnya dan pergi meninggalkan kantor. Melajukan mobilnya menuju ke salah satu mal di Jakarta.Di sana sudah ada Selly yang menunggunya. Tepat saat Regan datang, Selly melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Sindiran jika Regan datang terlambat. “Maaf,” ucap Regan. Selly mengembuskan napas. Mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena Regan seolah tak mementingkan dirinya. “Tidak apa-apa, ayo,” ucapnya seraya melingkarkan tangannya di lengan Regan. Senyumnya kembali tergambar indah di wajahnya. Tak mau menjadikan masalah kecil itu menjadi besar dan merusak acara hari ini. Menarik tangan Regan, Selly mengajak Regan untuk masuk ke toko perhiasan. Melihat-lihat cincin untuk pertunangan mereka dan pernikahan mereka. “Coba lihat yang ini,” ucap Selly pada staf toko perhiasan seraya